|
KEBANGSAAN
(Pokok isi khotbah di muka Konggres PPII di
Surakarta, 28 Maret 1928)
- Rasa kebangsaan adalah sebagian dari Rasa Kebatinan
kita manusia, yang hidup dalam jiwa kita tidak dengan
disengaja. Asal mulanya Rasa Kebangsaan itu timbul dari
Rasa Diri, yang terbawa dari keadaan perikehidupan
kita, lalu menjalar jadi Rasa Keluarga; rasa ini
terus jadi Rasa Hidup Bersama (rasa sosial).
Adapun Rasa Kebangsaan itu sebagian dari atau sudah
terkandung di dalam arti perkataan Rasa Hidup
bersama-sama itu, sedangkan adalah kalanya Rasa
Kebangsaan itu berwujud dengan pasti sebagai angan-angan
yang kuat dan mengalahkan segala perasaan lain
lainnya. Wujudnya Rasa Kebangsaan itu ialah dalam umumnya
mempersatukan kepentingan Bangsa dengan kepentingan diri
sendiri: nasibnya bangsa dirasakan sebagai nasibnya
sendiri, kehormatan bangsa ialah kehormatan diri,
demikianlah seterusnya.
- Rasa Diri, yang menjalar menjadi Rasa Keluarga dan
Rasa Kebangsaan itu tumbuhnya selalu bersama-sama dengan
tumbuhnya persamaan keperluan dan keadaan, baik yang
lahir, maupun yang batin, ekonomis, dan kultural, tentang
penghidupan dan kehidupan. Dengan sendirinya terjadilah
persamaan adat-istiadat, yang menimbulkan aturan
ketertiban dan kedamaian dalam hal perikehidupan bersama
(pencaharian, urusan negeri, bahasa, agama, seni, dan
sebagainya).
- Terjadinya persatuan rakyat yang bersifat Bangsa itu
tidak dengan seketika, akan tetapi lambat laun dengan
melalui waktu yang berabad-abad, dalam waktu mana
terbuktilah persatuan perikehidupan yang tersebut di atas
itu, peristiwa bersatunya nilai-nilai kebatinan,
yakni tambo, bahasa, seni, agama, pengetahuan.
- Perikehidupan lahir yakni pencaharian dan yang
berhubungan dengan itu, karena dalam hal hidupnya
jasmani, tiap-tiap manusia biasanya terperintah oleh Rasa
Dirinya dan lalu timbulah Nafsu Diri (egoisme),
yang seringkali mengutamakan keduniawian (materialisme),
mewujudkan perlawanan berebut makan dan mengadakan
aturan-aturan yang sering bertentangan dengan persatuan
Rasa Kebangsaan (Historis materialisme dan
Klassenstrijd). Bandingkanlah perhubungan
Vakbeweging dengan Nasionalisme di
Indonesia.
- Dalam umumnya Rasa Kebangsaan itu hidup tidak dengan
dirasa-rasakan atau tidak dengan keinsafan
(onbewust) yaitu tiap-tiap manusia dengan sendiri
menggabungkan dirinya dengan teman-teman hidupnya yang
senasib, sebangsa, sebahasa, setambo. Inilah keadaan yang
normal, dalam keadaan mana hiduplah juga Rasa Kemanusian
dalam jiwa manusia.
- Akan tetapi adalah waktunya Rasa Kebangsaan itu
timbul dalam anganangan kita dengan kita rasai atau
bewust, yaitu semasa kepentingan Bangsa
lain, teristimewa jikalau bersangkutan dengan hidup lahir
kita (ekonomi). Timbulnya Rasa Kebangsaan yang bewust ini
seringkali dapat mengalahkan rasa kebatinan lain-lainnya.
(Bandingkanlah kuatnya rasa diri kalau bersangkutan
dengan keperluan jasmani; rasa kebangsaan yang beralasan
hidup jasmani, jugalah berlipat ganda kuatnya, karena
boleh dianggap jumlahnya kekuatan rasa diri).
- Tiap-tiap perasaan menimbulkan keinginan,
keinginan menimbulkan kemauan, dan kemauan
menimbulkan perwujudan kemauan yakni tenaga.
Demikianlah juga rasa kebangsaan yang dengan keinsafan
atau bewust itu, menimbulkan juga keinginan,
kemauan dan tenaga, yang ditujukan ke arah kemuliaan
Bangsa dengan rupa-rupa daya upaya, yang bergabungnya
boleh kita persatukan dengan satu perkataan, yakni:
mengurus diri sendiri atau pergerakan
kemerdekaan Bangsa. (Zeljbeschikking-Vrij
heidsbeweging).
- Kekuatan pergerakan kemerdekaan Bangsa itu dapat
berhubungan dengan watak-wataknya rakyat dari
Bangsa itu (watak sudera, waisya, ksatrya, brahmana).
Dengan singkat watak-watak itu boleh kita gambar dengan
tertariknya orang pada harta benda ·(keduniawian),
yaitu: sudera njunggi banda (mendewakan harta
benda), waisya nyangking banda (membawa harta
benda), ksatrya menyerahkan banda (mengamalkan
harta benda) dan brahmana nyingkur banda
(menjauhkan harta benda).
Boleh juga orang memakai perbedaan watak-watak manusia
menurut seorang ahli filsafat bangsa Jerman Prof. E.
Spranger: 1. de theoritische,
intellectualistische atau verstandsmensch,
yang hanya menghargai pikiran belaka, 2. de
economische atau succes mensch yang
mementingkan laba atau keuntungan (lahir maupun batin).
3. de aesthetische atau kunstmensch yang
mengemukakan keindahan, 4. de machtsmensch, yang
beralasan kekuasaan, 5. de religieuze mensch, yang
mementingkan agama, 6. de sociale mensch, yang
selalu memperhatikan perikehidupan bersama.
Ada pula perbedaan perasaan manusia menurut seorang
filsuf Belanda Prof. Heymans·(8 type),
berdasarkan: a. dangkal dalamnya angan-angan
(secundaire functie), b. emotionaliteit
(bergetarnya perasaan) dan c. activiteit
(bertenaga).
Adapun perlunya kita mengetahui watak-watak manusia
seperti yang tersebut itu ialah supaya kita semua dapat
menyelidiki akan kuat, tidak atau kurangnya, lambat atau
cepatnya pergerakan kebangsaan kita, dan apakah yang
menjadi sebab-sebabnya.
- Hak atau tidaknya pergerakan kemerdekaan bangsa itu
tergantung pada nyata atau tidaknya akan terdesaknya
kepentingan bangsa tadi. Kalau nyata kepentingan bangsa
terdesak, niscayalah pergerakan bangsa itu hak adanya dan
tidak ada kekuatan akan akan dapat menahannya lain
daripada penahanan insidental atau buat sementara waktu,
dalam waktu mana rasa kebangsaan terus hidup dengan
tersembunyi, sedangkan ·pergerakannya terus berlaku
dengan jalan lijdelijk verzet.
Sebaliknya, kalau kepentingan bangsa tidak terdesak,
mustahillah pergerakan bangsa akan berwujud tetap.
(Bandingkanlah: rasa badan kita baru terasa kalau badan
kita sakit).
- Pergerakan kebangsaan itu, karena mengalahkan Nafsu
Diri, selalu bersifat idealistis, seringkali menimbulkan
pergerakan keutamaan lain-lainnya: politik, sosial,
kesucian, perlindungan bangsa lemah, menjunjung derajat
perempuan, memajukan kesenian dan peradaban, dan
sebagainya. Pendek kata: amat paedagogis, yakni
mendidik rakyat semata-mata. Karena sifat pendidikan
inilah, beberapa watak-watak tersebut dalam pasal ke 8 di
atas tadi, yang melemahkan atau melambatkan pergerakan
kebangsaan, dengan sendiri lambat laun akan makin
kurang.
- Perbedaan antara golongan-golongan manusia sehingga
mewujudkan bangsa-bangsa di dunia ini, dengan adat
istiadat sendiri, adalah selaras dengan kodrat iradat
dari segala makhluk Tuhan, dan niscayalah dengan maksud
menertibkan dan memajukan perikehidupan.
- Pergerakan Kebangsaan yang ada di tanah kita
Indonesia ini akan terus hidup subur (walaupun
sekarang ada perpecahan di antara saudara-suadara kita
yang bertipe machtsmensch (sub 8), oleh karena
bersandar keadaan perikehidupan ekonomi.
Sungguhpun akan banyak timbulnya sifat-sifat kekasaran,
kekejaman, dan lain-lain sifat tanaga yang seolah-olah
bertentangan dengan rasa kemanusiaan, akan tetapi semua
itu adalah buah perlawanan, yang barang tentu berjauhan
dengan ketenteraman dan ketertiban.
Sebaliknya yakinlah kita, bahwa bangsa kita akan kembali
menjunjung sifat keadaban kemanusiaan, jikalau sudah
tercapai maksudnya, yakni sesudah kita sebagai Bangsa dapat
hidup dengan normal, tidak terdesak oleh lain bangsa.
"Pusara," Mei 1932,
Jilid II No. 5-6.
|