Kumpulan Artikel
Mengenai Peristiwa Ambon

ISNET Homepage | MEDIA Homepage
Program Kerja | Koleksi | Anggota | Indeks Artikel

 

PERNYATAAN SIKAP UMAT KRISTIANI DI MALUKU SEHUBUNGAN DENGAN
PERISTIWA 19-24 JANUARI 1999
 
Berdasarkan ketaatan Gereja kepada Tuhan Yesus Kristus dan
didorong oleh tanggung jawab terhadap keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-undang Dasar 1945, maka umat Kristiani di Daerah
Maluku, dengan ini menyatakan hal-hal dan sikap sehubungan
dengan tragedi berdarah 19-24 Januari 1999, sebagai berikut :
 
1.. Bahwa kerusuhan yang terjadi di Maluku, khususnya di Kota
Ambon dan sekitarnya, pada awalnya dianggap sebagai tindak
kriminal biasa yang terjadi di Batumerah, yang kemudian
berkembang dengan sangat cepat dan tidak logis, menjadi
tindakan yang bernuansa SARA. Dengan demikian, tindakan
pengrusakan yang berkembang di berbagai tempat di Maluku,
telah melibatkan umat Islam dan Kristiani dalam emosi sentimen
keagamaan yang mengakibatkan kerusakan dan korban jiwa di
mana-mana. Hal ini dimulai dengan tindakan pembakaran dan
pengrusakan rumah-rumah umat Kristiani di Mardika dan Silale
(Waihaong), telah memicu berkembangnya kerusuhan yang
bernuansa SARA di mana-mana. Kerusuhan yang bernuansa SARA di
berbagai tempat dalam waktu yang hampir bersamaan ini,
terkesan diorganisir dengan rapih.
 
2.. Peristiwa berdarah yang kebetulan terjadi pada HARI RAYA
LEBARAN 1 Syawal 1419H, sangat disesalkan oleh seluruh umat
Kristiani di Maluku, yang sangat menghormati hari-hari raya
umat Islam, seperti yang selama ini berlangsung di Maluku.
Apalagi pada saat terjadinya peristiwa ini, banyak sekali umat
Kristiani yang sedang melakukan kunjungan lebaran di
keluarga-keluarga Islam yang sedang merayakannya.
 
3.. Reaksi umat Kristiani terhadap peristiwa ini, tidak sama
sekali dimotivasi oleh kepentingan politik tertentu, yaitu
bahwa RMS berada di balik peristiwa di Ambon dan sekitarnya,
seperti yang dikemukakan oleh Ketua KISDI pada siaran Liputan
6 pagi SCTV tanggal 21 Januari 1999. Bahwa isyu RMS yang
dilansirkan oleh Ketua KISDI tersebut, seolah-olah RMS identik
dengan kekristenan di Maluku, padahal sesungguhnya RMS tidak
identik dengan kekkristenan, dan RMS tidak akan pernah ada dan
tidak diberi ruang untuk hidup dan berkembang di Maluku oleh
umat Kristiani. Isyu RMS ini bertujuan untuk menciptakan
kondisi saling berhadapan antara ABRI dengan umat Kristiani di
Maluku, sekaligus mengalihkan perhatian aparat dari masalah
dan penyebab sesungguhnya dari kerusuhan yang terjadi, seperti
di Batumerah dan Silale (Waihaong) maupun yang telah menyebar
ke tempat-tempat lain secara cepat dan beruntun.
 
4.. Dengan ddidorong oleh rasa saling mengasihi dan rasa
kemanusiaan, pada banyak tempat yang mayoritas penduduknya
beragama Kristen, banyak rumah-rumah maupun warga yang
beragama Islam terlindungi oleh umat Kristiani. Sebaliknya,
pada daerah-daerah yang mayotitas penduduknya beragama
Kristen, atau desa/dusun Kristen, berlangsung pembunuhan
pendeta dan umat Kristen lainnya, maupun pembakaran dan
pengrusakan gereja-gereja dan rumah penduduk, serta
penjarahan, seperti yang terjadi di Dusun Benteng Karang, Desa
Hunuth/Durian Patah, Desa Nania, dan Desa Negeri Lama yang
mayoritas penduduknya beragama Kristen, yang dilakukan oleh
kelompok terorganisasi yang berasal dari Desa-desa Hitu, Hila,
Wakal, Mamala, dan Morela, yang beragama Islam.
 
5.. Penanganan pengamanan terhadap berbagai kerusuhan maupun
proses hukum (penangkapan yang berlangsung pada hari-hari
ini), yang dilakukan oleh aparat keamanan, menunjukkan
perilaku tidak netral dan memihak, seolah-olah kerusuhan ini
adalah penyerangan yang dilakukan oleh umat Kristiani.
 
6.. Pemberitaan dan tayangan media masa di Indonesia pada
umumnya bersifat tendensius dan mendiskreditkan umat Kristiani
di Maluku, dengan berita-berita yang tidak proporsional dan
cenderung memutarbalikkan fakta.
 
Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan di atas, maka atas nama
umat Kristiani di Maluku, kami menyerukan kepada :
 
1.. Aparat keamanan menghindarkan diri dari tindakan represif
yang meniadakan rasa kemanusiaan, maupun tindakan
keberpihakan, yang akan mematikan inisiatif masyarakat dalam
mengembangkan kehidupan bersama yang aman, damai dan saling
mempercayai. Inisiatif ini telah dilakukan di berbagai tempat,
seperti di Desa Lateri dan Latta yang beragama Kristen, maupun
di Desa Poka dan Desa Rumahtiga yang mayoritas beragama
Kristen, maupun di beberapa desa di Kecamatan Nusaniwe yang
mayoritas beragama Keristen, untuk melindungi masyarakat lain
yang beragama Islam.
 
2.. Aparat keamanan dalam melakukan seluruh proses hukum,
tidak hanya terhadap umat Kristiani saja, tetapi juga kepada
umat Islam, pemicu peristiwa kriminal di Batumerah, pelaku
pembunuhan, penganiayaan, pembakaran dan penjarahan
rumah-rumah penduduk di Silale (Waihaong), Dusun Benteng
Karang, Desa-desa Hunuth, Nania, dan Negeri Lama, maupun
tempat-tempat lainnya, sesuai dengan peraturan yang berlaku.
 
3.. Seluruh umat Kristiani di Kota Ambon, Pulau Ambon dan
Maluku secara keseluruhan, agar tidak mudah terpancing,
sehingga terlibat dalam berbagai bentuk aksi kekerasan yang
bertentangan dengan iman Kristiani, dengan tetap waspada untuk
menjaga keamanan, keutuhan dan persatuan bangsa.
 
4.. Seluruh umat Kristiani mendukung sepenuhnya dan siap untuk
melaksanakan kesepakatan damai yang dilakukan oleh tokoh-tokoh
agama yang dibuat pada tanggal 22 Januari 1999, maupun yang
dilakukan oleh kedua kelompok masyarakat, baik Islam maupun
Kristen, di berbagai tempat. Dalam kaitan ini, aparat keamanan
diminta untuk terus menjamin keamanan dan keselamatan jiwa,
baik umat Islam maupun umat Kristiani dimana saja, sehingga
jangan sampai terjadi lagi aksi teror maupun kematian
misterius.
 
5.. Agar aparat keamanan dan pemerintah, segera mencari,
menangkap, terutama mengungkapkan secara transparan dan luas
kepada masyarakat, dan mengadili aktor-aktor intelektual yang
melakukan provokasi dan agitasi yang menimbulkan kerusuhan dan
tindak kekerasan di Indonesia, khususnya di Maluku, sesuai
peraturan hukum yang berlaku.
 
6.. Komisi Nasional Hak Asazi Manusia, agar memberi perhatian
yang serius kepada persoalan pelanggaran hak asazi manusia,
berkaitan dengan kerusuhan yang terjadi di Kota Ambon dan
berbagai tempat di Maluku. Bahwa sebagai warga negara yang
memiliki hak dan kedudukan yang sama di hadapan hukum, umat
Kristiani di Maluku menuntut perlakuan yang sama, adil, non
diskriminatif, dan yang menjunjung tegaknya harkat dan
martabat manusia.
 
Kami umat Kristiani di Maluku, dengan penuh iman dan
pengharapan pada penyelenggaraan Ilahi, tetap yakin dan
berbesar hati akan terwujudnya keamanan, kedamaian, dan
persatuan di daerah ini, baik bagi generasi kini maupun
generasi mendatang, sebagai bagian utuh dari Bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
 
Kiranya Tuhan menolong kita sekalian untuk membangun kembali
tradisi persaudaraan yang telah terbentuk ratusan tahun
lamanya, namun hancur sesaat saja, oleh ulah segelintir
manusia yang tidak berperi kemanusiaan dan tidak bertanggung
jawab.
 
Ambon, 27 Januari 1999
 
Atas Nama Umat Kristiani di Maluku
 
Sekum BPH Sinode GPM             Uskup Diosis Amboina
 
Pdt. M. M. Siahaya, STh          Mgr.P.C. Mandagi, MSC
 
Sinode GMIH Perwakilan Ambon    PGI Wilayah Maluku
 
Jurjen Soenpiet
Pdt. S.P. Titaley, STh

ISNET Homepage | MEDIA Homepage
Program Kerja | Koleksi | Anggota | Indeks Artikel

Please direct any suggestion to Media Team