Kumpulan Artikel
Mengenai Peristiwa Ambon

ISNET Homepage | MEDIA Homepage
Program Kerja | Koleksi | Anggota | Indeks Artikel

 

Kamp RMS Ditemukan di Hutan P Seram
 
AMBON -- Sebuah kamp yang diduga tempat pelatihan aktivis
Republik Maluku Selatan (RMS) ditemukan di kawasan hutan Pulau
Seram. Lokasi kamp itu berjarak sekitar 5 km dari Dusun
Sopelesi, Desa Tehoru, Kec Tehoru, Kab Maluku Tengah. "Kami
menduga tempat ini sudah lama dijadikan sebagai kamp
pelatihan," kata Syamsudin, ketua panitia Peduli Umat
Kecamatan Tehoru, pada //Republika//, di Ambon, kemarin.
 
Menurut Syamsudin, kamp itu telah ditemukan sejak 3 Januari
lalu. Ia menambahkan barang bukti berupa sebuah bendera RMS
berukuran 90 x 35 cm yang dipancang di tiang bambu berukuran
tiga meter, ditemukan di kamp yang telah ditinggalkan itu.
Bendera itu lantas diamankan di Koramil setempat.
 
Sementara logistik yang terdiri atas lima karung beras dan 20
karton Indomie serta tungku-tungku masak, juga terdapat di
sekitar kamp itu. Syamsudin mengaku telah mengirimkan surat
laporan kepada Pokja MUI Maluku di Ambon.
 
Sekretaris Pokja MUI Maluku, Malik Selang, saat dikonfirmasi
//Republika// mengaku telah menerima surat laporan penemuan
itu. Menurut Malik, penemuan kamp itu bermula dari hilangnya
Latulussy (49 tahun) warga Dusun Sopelesi, pada 3 Jnauari
lalu.
 
Latulussy hilang dalam pertikaian antarwarga yang terjadi di
kawasan itu pada akhir Desember lalu, dicari oleh warga dusun
setempat sampai ke kawasan hutan. Latulussy tak ditemukan,
tapi warga menemukan sebuah kamp RMS di hutan itu.
 
"Bukti-bukti yang menguatkan keterlibatan RMS yang ditemukan
sudah terlalu banyak, saya harap pemerintah segera menyikapi
temuan-temuan itu," pinta Malik, yang menduga kuat bahwa kamp
yang ditemukan itu hanya salah satu dari sekian banyak kamp
RMS.
 
Pemasok amunisi bebas
 
Sementara itu, Sono Salakory (27 tahun), Monalisa Palapessy
(20), dan Johanis Tenlima (36), tiga tersangka pemasok amunisi
dilepaskan diam-diam dari tahanan Polres Ambon. Ketiga
tersangka ini diringkus tim //sweeping// gabungan TNI/Polri di
Lantamal Halong, Ambon, saat turun dari KM Dobonsolo, Selasa
malam (14/12) lalu.
 
Hamdani Laturua, ketua Tim Advokasi MUI Maluku, saat ditemui
//Republika// mengaku heran dan menyesalkan pelepasan itu.
"Kami mendengar ketiganya dilepaskan hari ini (24/1)," kata
Hamdani Laturua SH, ketua Tim Advokasi MUI Maluku.
 
Menurut Hamdani, pelepasan sepihak itu memperlihatkan adanya
keberpihakan oknum aparat keamanan dan penegak hukum di Ambon.
"Kasus penyelundupan 950 butir amunisi dan lain-lain itu
termasuk kasus berat," katanya.
 
Hamdani mengaku untuk kasus ringan yang menimpa terdakwa
Muslim, Tim Advokasi MUI Maluku sampai harus pontang-panting
untuk meminta penangguhan penahanan. "Padahal, biasanya kami
sudah buat surat permohonan penangguhan penahanan, tapi jarang
dikabulkan," keluhnya.
 
Ia pun mengaku pesimistis //law enforcement// bisa ditegakkan
di Ambon bila polisi, jaksa penuntut, dan hakim masih memihak.
Untuk itu, ia mendesak agar masyarakat ikut mengawasi kinerja
hamba-hamba hukum tersebut agar bekerja adil serta jujur.
 
Menurutnya, sulitnya penegakan hukum itu adalah ketimpangan
komposisi penegak hukum di Ambon. Menurutnya, penegak hukum di
Ambon 75 persen Nasrani. "Jadi jangan mimpi //law
enforcement// bisa diterapkan di Ambon, kalau komposisi itu
tak segera diubah atau tak ada sebuah lembaga seperti legal
watch untuk Ambon," katanya.
 
"Persoalan itu sudah pernah kami sampaikan kepada Bambang W
Soeharto dari KPP HAM, dan beliau mengatakan akan membicarakan
masalah itu dengan Menteri Hukum dan Perundang-undangan," kata
Hamdani.
 
Sono Salakory, Monalisa Palapessy, dan Johanis Tenlima yang
merupakan warga Kelurahan Batumeja, Kodya Ambon itu, saat
diringkus membawa berbagai jenis amunisi. Sono Salakory yang
juga mahasiswa STIA YAI ini membawa 150 butir peluru kaliber
7,62 mm, satu buah granat kimia, dua buah detonator listrik,
dua buah meriam buatan VOC, 6 buah laras senapan rakitan, satu
stel pakaian PDL TNI, dan 116 bungkus mercon. Selain itu, ia
juga membawa 16 amplop ganja dan 3 buah alat penghisap
shabu-shabu.
 
Monalisa Palapessy saat ditangkap membawa 40 boks peluru
kaliber 5,56 mm yang disimpan dalam sebuah tas bersama alat
pembalut. Setiap boks berisi 800 butir. Sedangkan Johanis
Tenlima, pengendara speed boat yang menjemput Sony Salakory
dan Yohanis Tenlima itu kedapatan membawa tiga buah bom
rakitan.
 
Sementara aparat hukum melepaskan tersangka penyuplai senjata,
kemarin aparat TNI terus melakukan razia senjata. Itu menyusul
perintah untuk bersikap lebih tegas terhadap warga yang
melanggar ketertiban umum. Hasilnya, pada Ahad malam berhasil
ditangkap empat orang -- satu orang di antaranya tertangkap
membawa amunisi -- di Jl Dr Tamaela, Ambon.
 
Razia oleh personel asal Yon 403 Kodam IV/Diponegoro Jateng
itu menangkap HM (21), warga Batu Gantung yang melanggar jam
malam dan membawa enam butir amunisi dari jenis Colt dan SKS.
HM yang merupakan siswa STM itu mengaku bahwa keenam amunisi
itu diperolehnya dari Simon di Galela dan akan dijual dengan
harga Rp 2.500 per butir kepada temannya bernama Edi warga
Tahala. "Uangnya sudah saya terima untuk saya pakai
minum-minum," kata HM dalam pengakuannya.
 
Selain itu, HM juga mengaku kalau sebelumnya dia sudah pernah
membawa sekitar 15 butir amunisi jenis SS1 yang digunakannya
dalam beberapa pertikaian yang terjadi sejak 27 Juli 1999 di
Ambon. Sedangkan tiga orang lainnya yang tertangkap karena
melanggar jam malam dan tidak membawa kartu tanda penduduk di
lokasi yang menjadi pembatas antarwilayah dari dua kelompok
yang bertikai di sana. n run/ant
 
http://www.republika.co.id/2001/25/15858.htm

ISNET Homepage | MEDIA Homepage
Program Kerja | Koleksi | Anggota | Indeks Artikel

Please direct any suggestion to Media Team