Kumpulan Artikel
Mengenai Peristiwa Ambon

ISNET Homepage | MEDIA Homepage
Program Kerja | Koleksi | Anggota | Indeks Artikel

 

PENYULUT KERUSUHAN DI MALUKU UTARA BUKAN WARGA SETEMPAT
 
JAKARTA, (SiaR, 13/1/2000). Para pelaku atau penyulut
kerusuhan di beberapa kawasan di Maluku Utara bukanlah warga
setempat. Hal ini ditegaskan oleh para tokoh agama, dan warga
pengungsi, awal pekan ini.
 
Ketua Sinode Gereja Masehi Injil di Halmahera (GMIH) Pendeta
AN Aesh menegaskan hal itu kepada SiaR, Selasa (11/1) kemarin.
Menurut dia, pelaku pembantaian dan penyerbuan mesjid di
Tobelo, dan Galela, Halmahera Utara, merupakan orang-orang
yang berasal dari luar daerah itu, dan ditengarai sebagai
"pasukan sipil" bayaran.
 
"Kami, gereja, punya bukti-bukti otentik, bahwa pelaku
penyerbuan itu bukan warga jemaat yang kami kenal. Kami juga
heran, kelihatannya, para penyerbu itu begitu profesional dan
terlatih dalam melakukan aksi-aksinya," katanya seraya
menyatakan keheranannya, karena sampai sepekan sebelum terjadi
kerusuhan, kedua umat beragama yang saling bertetangga masih
hidup rukun berdampingan.
 
Pendeta Aesh menuturkan, bahkan sehari sebelum kejadian, warga
yang berbeda agama di Halmahera masih saling bersilaturahmi
antar mereka, saling mengucapkan selamat Idul Fitri dan Natal.
"Yang Kristen datang ke tetangga yang muslim, begitu pula
sebaliknya saat Hari Raya Natal," katanya.
 
Menurut Pendeta Aesh, di Halmahera, ada keluarga Kristen dan
Islam yang bersaudara, karena kakek-kakeknya bersaudara
kandung. "Mereka sedarah-daging tiga generasi ke atas. Jadi
mengapa itu terjadi," ujarnya heran.
 
Sementara itu, kesaksian Nus, seorang pengungsi asal Ternate
yang baru saja datang dari Manado, menuturkan, ia membawa
keluarga serta anak-anaknya mengungsi ke Jakarta setelah
seluruh isi rumahnya dibakar oleh para penyerang yang tak
dikenal benar wajahnya sebagai penduduk kota tersebut.
 
"Ternate kota kecil. Kami hafal wajah-wajah orang sekota,
bahkan kami biasa saling bertegur sapa dalam perjalanan ke
kantor atau sekolah. Tapi yang menyerbu rumah kami, tak kami
kenal sebelumnya sebagai warga setempat," katanya yakin.
 
Keluarganya menjadi trauma setelah pendeta gerejanya tewas
dibantai. Bahkan ada seorang tetangganya seorang perawat rumah
sakit bermarga Silalahi yang sedang hamil muda tewas dibantai
ketika sedang menunggu kendaraan menuju ke tempat kerjanya.
"Kasihan anak-anak setiap hari menangis ketakutan. Kami bisa
lari karena bantuan aparat, itu pun dengan memberi uang balas
jasa yang tidak kecil," kata Nus yang kini ditampung di rumah
adiknya di Jakarta.
 
Sementara itu, Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
mengancam akan mengambil tindakan tegas dan keras terhadap
rencana pengiriman pasukan jihad ke Ambon. Hal ini disampaikan
Gus Dur dalam acara Halal bil Halal dengan Yayasan
Assuryaniyah Attahiriyah di Bina Graha Jakarta, Selasa (11/1)
kemarin.
 
Gus Dur menengarai sedikitnya ada sekitar 400 orang Islam yang
berniat berangkat ke Ambon dan Maluku Utara untuk melakukan
jihad fisabilillah dengan mempergunakan kapal laut dari
Pelabuhan Tanjungpriok. Terhadap rencana ini, Gus Dur telah
meminta Kapolri dan Panglima TNI untuk melakukan tindakan
mengkarantina kapal-kapal yang masuk ke Maluku, dan merampas
senjata-senjata dan menahan pemiliknya.
 
"Saya tak peduli mau jihad atau mau jahit, mau apa saja
pokoknya jika mengancam keselamatan negara akan kita ambil
tindakan dan kalau perlu dilacak siapa yang menyuruh (ke
Maluku)," ujar Presiden Gus Dur.
 
Gus Dur juga mengeritik para tokoh partai Islam yang telah
memberinya ultimatum untuk menyelesaikan kasus Maluku ketika
berbicara di hadapan ribuan pendukungnya di Monas beberapa
waktu lalu. Para tohoh itu antara lain, Amien Rais (Ketua PAN
yang juga Ketua MPR-RI), Hamzah Haz (Ketua PPP, dan mantan
Menko Kesra yang dipecat Gus Dur), Ahmad Sumargono (Ketua PBB
yang juga anggota DPR-RI), serta Dr Didin Hafiuddin (Presiden
Partai Keadilan).
 
Menurut Gus Dur, mereka yang berkumpul di Monas itu hanya
20.000-an orang, tidak satu juta seperti klaim Amien Rais dan
kawan-kawan. Gus Dur bahkan menyebut kelompok Islam yang di
Monas itu hanya kelompok kecil, karena yang mayoritas muslim
seperti muslim di PDI Perjuangan dan lain-lain justru
menghendaki persoalan yang ada diselesaikan dengan damai dan
tenang.
 
"Mereka ingin menunjukkan kekuatan bahwa mereka sedang memaksa
saya untuk berhenti dari jabatan ini, ya ndak apa-apa,"
katanya.
 
***

ISNET Homepage | MEDIA Homepage
Program Kerja | Koleksi | Anggota | Indeks Artikel

Please direct any suggestion to Media Team