Kumpulan Artikel
Mengenai Peristiwa Ambon

ISNET Homepage | MEDIA Homepage
Program Kerja | Koleksi | Anggota | Indeks Artikel

 

Subject: [is-lam] Bosnia, Kosovo, Ambon...
Date: Thu, 4 Mar 1999 19:04:06 +0100 (MET)
From: "M. Nurhuda" <mnurhuda@post.uni-bielefeld.de>
 
Resonansi
Bosnia, Kosovo, Ambon...!
 
Oleh Zaim Uchrowi
 
Innalillahi wainna ilaihi rajiun Jangan sedih kawan, walau
tubuhmu dicabik-cabik oleh pedang, oleh peluru, juga oleh
kebencian yang sama sekali tanpa akal sehat. Wangi darahmu
bukan hanya tercium nanti di surga. Namun juga telah tersebar
kini di relung-relung kami yang sungguh-sungguh percaya pada
'jalan damai'.
 
Bukan kami --yang kau tinggalkan-- tak punya air mata, kawan!
Bukan kami tanpa rasa prihatin. Namun, bukankah kita pantang
menyesali nasib. Apalagi meratap-ratap agar dikasihani.
Bukankah kita telah berikrar untuk tetap menegakkan kepala.
Apa pun yang menimpa.
 
Sejarah mengajar bahwa jalan yang kita lalui memang tak selalu
mudah. Terkadang malah terlalu pahit dan berliku. Seperti yang
kalian alami, kini.
 
Maka, tersenyumlah. Tengoklah Muhammad Sang Rasul. Bukan hanya
timpukan tahi unta dan caci maki yang harus ia tanggungkan di
hari-hari awal perjuangannya. Namun juga kepalan-kepalan batu.
Anak panah pun sempat merobek bibirnya. Bukan sekali pula mata
pedang tertempel di lehernya.
 
Lalu apa yang kemudian dilakukannya. Di saat kemenangannya
yang paling puncak sekalipun, yakni penaklukan Mekah. Tak
setitik pun darah diteteskan. Tak satu bata pun bangunan
dirubuhkan.
 
Tengoklah pula betapa ksatria Salahuddin Al-Ayyubi di Perang
Salib. Ia sendiri menyamar dan menyusup ke tenda musuh
besarnya, Richard si Hati Singa. Jika mau, ia dapat memenggal
leher lawannya dan memenangkan perang. Tapi tidak. Ia memilih
untuk mengobati. Ia menunda pertempuran hingga lawannya
benar-benar sembuh.
 
Itu jalan terhormat yang selama ini telah --dan akan selalu--
kita junjung, kawan. Jalan yang kita telah bersumpah setia
untuk menempuhnya. Meskipun 'sebagian mereka' menyambut
pilihan kita dengan cara yang sangat tidak senonoh.
 
Kita tak pernah lupa pada hawa pengap di daratan Spanyol abad
pertengahan. Yakni saat tentara Ferdinand-Issabella
mengejar-ngejar semua saudara kita (juga orang-orang Yahudi),
mencincang dan membakarnya hingga lumat. Tak seorang pun
tersisa.
 
Atas nama kebenaran, mereka hancurkan pintu peradaban yang
telah membikin terang Eropa. Mereka mengaku pengikut Sang Juru
Damai, namun memenggali leher pemeluk teguh 'Jalan Damai'
(Arti kata 'Islam' adalah 'Damai'). Mereka menuding kita
menggenggam kitab suci di satu tangan dan menggenggam pedang
di tangan lainnya, namun mereka yang mempraktekkannya secara
sempurna.
 
Darah dan abu puluhan ribu saudara kita, mereka jadikan
sebagai bagian prosesi mengawali 'misi suci'. Yakni menjarah
dan menjajah dunia dengan label kolonialisme untuk mengajarkan
peradaban. Abad-abad berikutnya, mereka memancing-mancing kita
dengan tudingan 'fundamentalis' dan malah 'teroris'. Lalu
mereka terbahak-bahak ketika sebagian kita menjadi marah, atau
malah terpancing menjadi teroris.
 
'Religion cleansing' itu pula yang dipentaskan di Bosnia dan
--kini-- Kosovo. Sekarang, di saat kita masih ternganga dengan
tragedi di Eropa, mereka melakukannya di sini. Di Ambon
(setelah sebelumnya di Kupang dan Dili). Mereka tak merasa
cukup menumpahkan darah di saat Idul Fitri. Mereka pun ingin
membantai kalian di saat kalian seharusnya khusyuk shalat
Subuh.
 
Kehormatan telah menjadi milik kalian selama-lamanya, kawan!
Jangan berkecil hati. Meskipun para penguasa sibuk
menutup-tutupi kenyataan sebenarnya: seolah yang terjadi
adalah konflik biasa dan bukan pemerangan terhadap agama.
Mereka mengaku hendak menjaga perdamaian. Sepertinya kita
adalah si penyimpan dendam kesumat yang akan menghalalkan
segala cara.
 
Benar, sebagian kita memang masih gampang meletup emosi,
seperti dalam kasus Ketapang. Tapi kita tak pernah sebiadab di
Ambon: membantai warga di saat ibadah. Di Ketapang, yang tewas
adalah para preman pembuat onar. Toh kita semua masih mengutuk
perusakan -- apalagi terhadap gereja. Sebuah perilaku yang
sangat tidak Islami.
 
Kasihanilah mereka, para pejabat itu. Mereka adalah
sosok-sosok yang lemah dan kerdil hati. Kegagahan duniawi
mereka sama sekali tak setara dengan kehormatan kalian.

ISNET Homepage | MEDIA Homepage
Program Kerja | Koleksi | Anggota | Indeks Artikel

Please direct any suggestion to Media Team