Tasyakur Seabad 1896-1996

Indeks Islam | Indeks Ahmadiyyah | Indeks Qadian | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

     TINJAUAN TERHADAP FILSAFAT AJARAN ISLAM
     JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA
     
     Oleh:
     Prof. Dr. Djohar, M.S.
     (Rektor IKIP Negeri Karangmalang, Yogyakarta)
     
     Disampaikan pada
     Tasyakur Seabad 1896-1996 Karya Agung
     Mirza Ghulam Ahmad
     FILSAFAT AJARAN ISLAM
     Jemaat Ahmadiyah Indonesia
     Gedung Graha Sabha Pramana, Auditorium UGM
     6 Januari 1997
     
     PENGANTAR
     
     Paper singkat ini disiapkan sebagai bahan pembahasan tentang
     Filsafat  Ajaran  Islam  Jemaat  Ahmadiayah  Indonesia untuk
     memenuhi  permintaan  Panitia  Peringatan  100  Tahun   Buku
     Filsafat Ajaran Islam melalui suratnya No. 01/PPFAI/JAI/1996
     tanggal 18  Nopember  1996,  yang  dibahas  pada  tanggal  6
     Januari 1997.
     
     Sebelum  dilakukan  pembahasan,  terlebih  dulu  saya  ingin
     menyampaikan beberapa catatan berikut:
     
     1.Saya mengucapkan banyak terima kasih atas kesempatan dan
     kepercayaan  yang diberikan oleh Panitia untuk membahas Buku
     Filsafat Ajaran Islam Jemaat Ahmadiyah Indonesia ini.
     
     2.Perlu saya jelaskan bahwa,  dalam  melakukan  pembahasan
     ini,  saya  tidak berada dalam posisi sebagai agamawan, akan
     tetapi lebih berkedudukan  sebagai  seorang  akademisi  yang
     kebetulan  beragama  Islam. Sehingga pembahasan tentang buku
     ini lebih berwatak ekspresi  pandangan  rasional  dari  pada
     berdasar sumber tekstual.
     
     3.Paper  ini  tidak mengajukan ajaran, akan tetapi sekedar
     menyampaikan hasil pemikiran bebas secara responsif  setelah
     membaca  buku  ini, bahkan dapat diartikan sebagai pemikiran
     individual, yang dapat  tidak  berarti  apa-apa  bagi  orang
     lain.
     
     4.Saya   sangat  menghargai  kepada  siapapun  yang  ingin
     mencoba  memaknakan  Islam  secara  aktual  dalam  pemahaman
     manusia  biasa,  seperti  pernah  diajukan  oleh Aristotles,
     "Think as a wise men do, but speak as the common people do."
     Agar  supaya  Islam  dapat  dipahami  dalam  pemikiran  umat
     manusia kapanpun dan di manapun ia berada. Di  dalam  bahasa
     lain  orang  banyak  mengatakan  kita  bumikan ajaran Islam,
     sehingga dapat diikuti oleh pemikiran  manusia  umumnya  dan
     secara  nyata  dapat  diwujudkan  dalam tindakan sehari-hari
     umat di manapun ia berada, dan dalam konteks  budaya  apapun
     mereka miliki. Membicarakan Islam umumnya menggunakan bahasa
     sumber, kurang mencerminkan "the common people do," sehingga
     ajaran  Islam  tidak  mudah dicerna, dan dilaksanakan secara
     utuh oleh setiap orang. Bahkan dengan demikian  ada  peluang
     terjadinya  perbedaan-perbedaan  pemahaman  yang  didasarkan
     atas "keyakinan" dan bukan atas objektivitas pemahaman, yang
     dapat  berdampak  pada perbedaan aktualisasi keutuhan ajaran
     Islam itu dalam kehidupan nyata.
     
     5.Pembahasan  yang  saya  ajukan  adalah  lebih   bersifat
     konseptual, artinya campur tangan rasionalitas manusia telah
     masuk  dalam  pembahasan  itu.   Substansi   yang   diajukan
     merupakan  inferensi  yang  dicoba ditarik dari hasil kajian
     diri  atas  sumber-sumber   yang   mendukung   konsep   itu.
     Keterbatasan  sumber  akan  sangat  mewarnai kualitas konsep
     yang diajukan.
     
     6.Konsep Islam yang diajukan dalam paper ini adalah  hasil
     strukturisasi dan inferensi dari objektivitas yang idapatkan
     dari hasil kajian terhadap sumber-sumber Islam yang  dicapai
     dan dikuasai sampai saat ini. Artinya pemahaman kami sendiri
     dapat mengalami dinamika.
     
     7.  Di  dalam  dunia  ilmu,  konsep  dapat  berubah  apabila
     objektivitas   pendukung   konsep   itu   berubah,  misalnya
     ditemukan  data  baru,  informasi  baru,  bahkan   kemampuan
     analisis  baru  seseorang yang mengajukan konsep itu, dengan
     bertambahnya   pengetahuan,   pengalaman   atau   kedewasaan
     berpikir orang itu.
     
     8.  Kualitas  konsep  yang  diajukan  sangat tergantung pada
     kualitas pengolahan  dari  sumber  dasar  yang  dipergunakan
     untuk  konseptualisasi itu. Artinya, apabila kualitas sumber
     dasarnya kurang maka akan menentukan kualitas konsepnya.
     
     PEMIKIRAN DASAR ISLAM
     
     Menurut pemahaman saya, struktur konsep dasar  Islam  memuat
     beberapa  dimensi  atau  unsur  yakni,  (1)  pengakuan,  (2)
     penyerahan diri, (3) iqraq, (4) ibadah (perwujudan  hak  dan
     kewajiban), (5) sangsi atau Janji Allah.
     
     Konsep  pengakuan  sangat  jelas,  baik  dari  segi  isi dan
     pernyataannya,  yakni  pengakuan  atas  keEsaan  Allah,  dan
     kerasulan Muhammad.
     
     Konsep  penyerahan  diri,  mudah  dinyatakan dan dipikirkan,
     akan tetapi sulit diwujudkan dalam hati kita  masing-masing.
     Pada  umumnya  penyerahan diri ini disadari oleh setiap umat
     yang beriman, akan tetapi belum tentu  penyerahan  diri  ini
     dirasakan  dalam  hati  kita  masing-masing. Penyerahan diri
     umumnya tidak terjadi dalam  totalitas  terhadap  hak  Allah
     atas  setiap  diri  seseorang,  melainkan  kita  pilih  pada
     hal-hal yang secara ikhlas kita serahkan kepada  hak  Allah,
     akan  tetapi  terhadap  hal-hal  yang mempunyai muatan nafsu
     (misal kekayaan, kedudukan, dll) biasanya  manusia  memiliki
     harapan-harapan  tertentu,  bahkan  mungkin  juga memaksakan
     diri di luar haknya.
     
     Iqraq adalah konsep metodologik untuk berdialog dengan Tuhan
     melalui  ayat-ayat  atau tanda-tandaNya untuk membangun iman
     dan taqwa. Telah dijelaskan di dalam Al-Qur'an, bahwa sumber
     bacaan  itu  adalah (1) Al Qur'an (Surat AlMuzzammil, 73:4);
     (2) Langit dan bumi dengan segala isi dan  kejadiannya  (Ali
     Imron,  3:190;  Asy-Syu'araa',  26:29);  (3)  Manusia dengan
     segala kejadian  perubahan  sejarah  sosial  dan  budayanya,
     terutama  dalam  sejarah  dan budaya keilmuan (Al-Jaatsiyah,
     45:22), (4)  Pada  diri  kita  masing-masing  juga  terdapat
     tanda-tanda   Allah   yang   harus  dibaca  (Adz-Dzaariyaat,
     51:20-21). Di antara kita tidak lagi  diragukan  bahwa  kita
     pasti  selalu  membaca Al-Qur'an, akan tetapi belum tentu di
     antara kita selalu membaca  tanda-tanda  Allah  yang  berupa
     alam  semesta  ini  dengan  segala  wujud  dan  kejadiannya,
     lebih-lebih lagi terhadap tanda-tanda Allah  yang  ada  pada
     diri kita masing-masing.
     
     Ibadah  (perwujudan hak dan kewajiban), pada dasarnya adalah
     melaksanakan perintah dan  menjauhi  larangan  Allah,  dalam
     mewujudkan   hak   dan  kewajiban  manusia  terhadap  Allah,
     terhadap diri sendiri, terhadap sesama manusia, dan terhadap
     lingkungan  umumnya.  Di  dalamnya  juga  memuat aktualisasi
     dalam  mewujudkan   Hak   dan   Kewajiban   Allah   terhadap
     ciptaanNya.
     
     Sangsi  atau  Janji  Allah menyangkut sangsi dan janji Allah
     atas  umatnya   dalam   melaksanakan   hak   dan   kewajiban
     masingmasing.
     
     INSTRUMEN UNTUK AKTUALISASI AJARAN ISLAM
     
     Ajaran  Islam  pada  dasarnya  adalah  untuk  umat  manusia.
     Manusia memiliki pikiran, akal, hati dan tubuh dengan segala
     kelengkapan   struktur  dan  fungsinya,  untuk  melaksanakan
     ajaran Islam. Tubuh manusia juga terdiri dari bagian  rohani
     dan  jasmani.  Keutuhan  manusia  dengan  segala kelengkapan
     perangkat  instrumentalnya  itu  semua   merupakan   potensi
     manusia  untuk melaksanakan ajaran Islam itu dalam mengemban
     fungsinya sebagai kalifah Allah. Itu semua sekaligus  adalah
     sebagai   salah   satu   dari  tanda-tanda  Allah.  Dinamika
     kehidupan baik rohani maupun jasmani yang terjadi  di  dalam
     setiap  diri  seseorang  dapat memuat tanda-tanda Allah bagi
     yang memperhatikan, bagi yang  mengambil  hikmab  atau  bagi
     yang  menarik konsep dari dinamika itu. Hanya diri seseorang
     yang mampu memahami  tanda-tanda  Allah  yang  terjadi  pada
     individu manusia.
     
     Selain  tanda-tanda  atau  ayat-ayat yang bersifat universal
     yang  berlaku  bagi  semua  umat,  setiap  individu  manusia
     memperoleh  petunjuk  Allah  melalui  tanda-tanda Allah yang
     terdapat pada diri setiap orang itu.
     
     Dengan  istrumen  inilah  diharapkan  setiap  manusia  dapat
     menggunakan  sebaik-baiknya,  sehingga mampu mencapai ukuran
     kehidupan yang mendekati harapan dan janji Allah.  Instrumen
     ini   seharusnya  diaktualisasikan  sesuai  dengan  hak  dan
     kewajiban manusia di bumi  dalam  batas  hak  dan  kewajiban
     Allah.
     
     Dari  aktualisasi instrumen manusia ini, maka setiap manusia
     memperoleh derajad kemanusiaannya masing-masing diukur  dari
     indiktor  aktualisasi  ke Islamannya masing-masing. Seberapa
     besar  dearajad  "pengakuan"  mereka,  derajad   "penyerahan
     diri,"   derajad   "iqraq,"  derajad  aktualisasi  "hak  dan
     kewajiban  manusia"  dalam  ibadah,   yang   akhirnya   akan
     menentukan   pencapaian  derajad  "sangsi"  terhadap  "Janji
     Allah." Derajad kemanusiaan itu tentunya merupakan  "derajad
     kemanusiaan   Islami"   setiap   umat.  Pencapaian  "derajad
     kemanusiaan  Islami"   itulah   yang   akhirnya   menentukan
     kedudukan setiap manusia dalam menerima "sangsi" atau "Janji
     Allah." Dari aktualisasi instrumen  manusia  itu,  di  dalam
     diri  manusia  juga akan terwujud derajad kemanusiaan mereka
     dalam ukuran manusia yang dinyatakan dalam  wujud  "akhlak"
     yang menjadi cerminan dari "bisikan hati nurani" seseorang.
     
     Bisikan  hati  setiap  orang tercemar oleh "bisikan syetani"
     dan  "bisikan  nafsu."  Akal  dan   pikiran   manusia   yang
     seharusnya  menjadi  faktor  kontrol terhadap kebenaran dari
     jenis-jenis bisikan itu. Bisikan hati, bisikan  syetani  dan
     bisikan  nafsu  itu yang akan menentukan kualitas rohani dan
     kualitas  aktualisasi  jasmani   seseorang.   Keseluruhannya
     bekerja  secara  timbal  balik dan saling mempengaruhi, yang
     mewujudkan keutuhan derajad manusia Islami itu.
     
     Derajad manusia Islami merupakan suatu kontinum yang  sangat
     panjang  yang  diukur  dari indikator pemahaman, penghayatan
     seseorang dalam mewujudkan keseluruhan  ajaran  Islam  dalam
     hidupnya.  Oleh  karena itu, kemampuan mengenal dan memanage
     instrumen   manusia   ini   dalam   melaksanakan   hak   dan
     kewajibannya  dalam  beribadah  melaksanakan  perintah Allah
     adalah sangat penting.
     
     Berdasarkan arti  pentingnya  instrumen  manusia  itu  dalam
     mewujudkan  manusia  sebagai  kalifah  Allah,  maka  apabila
     diperhatikan secara tekstual di dalam buku  Filsafat  Ajaran
     Islam  Jemaah  Ahmadiyah Indonesia itu lebih banyak membahas
     masalah hakekat dari instrumen aktualisasi ajaran Islam ini,
     dari  pada  struktur  konsep Islam yang saya ajukan di atas.
     Sehingga diharapkan instrumen manusia  yang  mempunyai  arti
     begitu  penting  untuk  mewujudkan  manusia  sebagai kalifah
     Allah di bumi dapat dipahami sesuai  dengan  alam  pemikiran
     manusia umumnya.
     
     Selain   itu,  hal  penting  yang  harus  kita  catat  dalam
     mempersoalkan  instrumen  manusia   dari   pandangan   Islam
     tentunya adalah bahwa aktualisasi instrumen itu harus selalu
     kita kaitkan  dengan  ajaran  Islam  itu  sendiri,  sehingga
     konteks  dalam  mempersoalkan  instrumen  manusia itu adalah
     dalam konteks Islami. Karena ajaran  Islam  pada  hakekatnya
     adalah untuk manusia. Dengan demikian, maka dalam mengangkat
     masalah  filsafat  ajaran   Islam   diharapkan   benar-benar
     mencakup hakekat dari keseluruhan ajaran Islam itu.
     
     Berdasarkan  pemahaman ini, maka dapat dipahami, bahwa dalam
     buku  Filsafat  Ajaran  Islam  itu,   digunakan   pendekatan
     analisis  sentris  instrumen  manusia yang dicoba diletakkan
     kedudukannya sebagai unsur  penting  dalam  memahami  ajaran
     Islam.
     
     Beberapa  hal  yang  ingin  disoroti secara khusus dari Buku
     Filsafat Ajaran  Islam  Jemaah  Ahmadiyah  Indonesia  adalah
     tentang  (1) Ruh, (2) Tingkat kerohanian, (3) Upaya mencapai
     Tuhan, (4) Menyaksikan wujud Tuhan, (5) Iman dan  amal,  dan
     t6) Keadaan rohani.
     
     Upaya  pemahaman  terhadap berbagai masalah di atas tentunya
     harus kita perhatikan, (l) mana yang menjadi hak  Allah  dan
     mana  yang  menjadi hak manusia, dan (2) bahwa pemahaman itu
     diupayakan apabila berdampak pada peningkatan iman dan taqwa
     kita  kepada  Allah dan tidak sebaliknya justru membuat diri
     kita menjadi sombong.
     
     MASALAH RUH
     
     Berdasarkan surat Al-Israa'  (17:85)  "Dan  mereka  bertanya
     kepadamu  tentang  ruh.  Katakanlah: Ruh itu termasuk urusan
     Tuhanku, dan  tidaklah  kamu  diberi  pengetahuan  melainkan
     sedikit."  Meskipun  manusia diberi hak sedikit tentang ruh,
     namun demikian dari kesempatan yang sedikit  itu  kita  coba
     buru  pemahamannya,  dengan  menelusuri  dari petunjuk Allah
     baik dari yang berbentuk verbal maupun dari  yang  berbentuk
     tanda-tanda  empirik  alamiah.  Namun  demikian, oleh karena
     masalah ruh adalah hak Allah, maka upaya  pemahaman  manusia
     atas ruh itu yang pasti akan sangat terbatas.
     
     Di dalam surat As Sajdah (Sujud) (32:9) dijelaskan "Kemudian
     Dia menyempurnakan  dan  meniupkan  kedalam  (tubuh)nya  ruh
     (ciptaan)-Nya  dan  Dia  menjadikan  bagi  kamu pendengaran,
     penglihatan  dan  hati;   (tetapi)   kamu   sedikit   sekali
     bersyukur."  Ayat  ini  didahului  oleh  suatu  ayat  (32:8)
     "Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang
     hina  (air  mani)."  Pengertian  kesempurnaan  dalam ulangan
     kejadian manusia dapat dikonfirmasikan kepada surat  Al-Hajj
     (22:5)   sebagai  berikut  "Hai  manusia,  jika  kamu  dalam
     keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah)
     sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian
     dari  setetes  air  mani,  kemudian  dari  segumpal   darah,
     kemudian  dari  segumpal daging yang sempurna terjadinya dan
     yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami
     tetapkan  dalam  rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu
     yang sudah ditentukan." Berdasarkan surat Al-Hajj  di  atas,
     maka  dapat dikaitkan makna kesempurnaan ditiupkan ruh Allah
     pada (tubuh) manusia yakni  pada  saat  perkembangan  embrio
     telah mencapai tahap terjadinya "segumpal daging."
     
     Di  dalam  surat  An Naba' (78:38) "Pada hari ketika ruh dan
     para   malaikat   berdiri   bershaf-shaf,    mereka    tidak
     berkata-kata, kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya
     oleh Tuhan Yang Maha Pemurah; dan ia mengucapkan  kata  yang
     benar."
     
     Di  dalam  surat  At Takwiir (81:7) disebutkan, "dan apabila
     ruh-ruh  dipertemukan  (dengan  tubuh),"  yang   menjelaskan
     tentang dipertemukannya kembali ruh (dengan tubuh) manusia.
     
     Berdasarkan  beberapa  ayat  di  atas,  maka ruh manusia (1)
     dapat   mengalami   peristiwa    "datang,"    "pisah"    dan
     "dipertemukan  kembali"  (dengan  tubuh)  manusia itu (tidak
     harus diartikan  fisik  manusia),  (2)  pengertian  "datang"
     dapat  diasosiasikan  dengan  peristiwa  "peniupan ruh" pada
     (tubuh) manusia, (3) ruh ditiupkan pada saat  telah  dicapai
     kesempurnaan  perkembangan  embrio  yakni  pada  saat  telah
     dicapai tingkat terjadinya "segumpal daging."  Apabila  pada
     tingkat  ini  tidak  dicapai  kesempurnaan, maka kejadiannya
     dapat dikaitkan dengan "aborsi."
     
     Pemahaman di atas  tampaknya  dapat  dikonfirmasikan  dengan
     temuan  manusia  terhadap  tanda-tanda  Allah  dalam  bentuk
     empirik dari alam semesta.
     
     Manusia telah dapat membuat inferensi dari hasil  pengamatan
     empiriknya,  bahwa  selama  periode  kehamilan,  maka  hasil
     fertilisasi mengalami perkembangan melalui pembelahan,  yang
     selanjutnya  gumpalan  hasil pembelahan itu menjadi bangunan
     yang  lebih  terstruktur  yang  dinamakan   "blastula"   dan
     selanjutnya  menjadi  "gastrula,"  yang  kemudian  mengalami
     proses morfogenesis  menjadi  bentuk  individu  manusia  dan
     mengalami perkembangan sampai waktu kelahiran terjadi.
     
     Ahli   biologi  reproduksi  menetapkan  adanya  batas  waktu
     "viabilitas fetus" untuk memberikan batas kriteria kegagalan
     kehamilan;  dinamakan "aborsi" apabila terjadi sebelum batas
     "viabilitas  fetus"   dan   dinamakan   "prematur"   apabila
     kegagalan   kehamilan   terjadi  setelah  batas  "viabilitas
     fetuse."
     
     Berdasarkan ketentuan WHO, "viabilitas fetus"  terjadi  pada
     usia  kehamilan  20  minggu  pada  saat fetus telah mencapai
     berat badan 500 gr. Batasan WHO ini ternyata  relevan  untuk
     ukuran  orang  di Amerika. Sedangkan di Inggris, "viabilitas
     fetuse" dicapai pada usia kehamilan28 minggu  dengan  ukuran
     berat fetus 1000 gram.
     
     Apabila   digunakan   standard  WHO,  maka  tahap  kehidupan
     embrional telah dinyatakan sebagai "fetus" pada saat usia 20
     minggu  atau  sekitar  140  hari.  Artinya  pada saat itulah
     embrio bukan lagi sekedar "jasad biologik," melainkan  telah
     menjadi  "jasad  manusia yang hidup," yang apabila dikaitkan
     dengan ayat-ayat di atas, maka pada saat itu pulalah tahapan
     "kesempurnaan  segumpal daging" telah dicapai, dan pada saat
     itu pulalah tiupan ruh Allah menyatu  dengan  manusia,  yang
     akan  terpisah  pada  saat kematiannya dan akan dipertemukan
     kembali pada saat kebangkitan. Kiranya  temuan  empirik  ini
     juga  dapat  dikaitkan  dengan  isi suatu hadits yang pernah
     kita ketahui.
     
     TINGKAT KEROHANIAN
     
     Tingkat   kerohanian   manusia   sangat   ditentukan    oleh
     aktualisasi   dari   keseluruhan   instrumen  manusia,  baik
     pikiran, akal, hati, maupun tubuh  secara  utuh.  Pengendali
     tubuh  sangat  ditentukan  oleh akal, pikiran, bisikan hati,
     dan gangguan yang berupa bisikan syetani dan bisikan nafsu.
     
     Instrumen manusia mempunyai potensi untuk mewujudkan derajad
     manusia  Islami atau derajad kerohanian Islami sesuai ukuran
     sangsi dan Janji  Allah,  dengan  syarat  akal  dan  pikiran
     manusia  selalu  disosialisasikan  dengan norma-norma Islami
     itu, sehingga tubuh juga akan selalu teraktualisasikan dalam
     norma-norma Islami itu, sehingga secara utuh pribadi manusia
     itu membudaya dalam budaya Islami.
     
     Berdasarkan surat Al-Fath (48:4), yang mengisi hati  manusia
     adalah  urusan Allah. Artinya bisikan hati adalah kebenaran.
     Namun demikian kita harus mampu  membedakan  antara  bisikan
     hati,  bisikan  syetani  dan  bisikan  nafsu melalui kontrol
     pikiran kita. Oleh karena itu  fungsionalisasi,  pendewasaan
     dan  pemberdayaan  pikiran melalui pendidikan menjadi bagian
     yang sangat penting dalam Islam.
     
     UPAYA MENCAPAI TUHAN
     
     Secara rasional  manusia  memiliki  potensi  untuk  mencapai
     Tuhan,  karena  pada  diri  manusia  terdapat  ruh Allah dan
     setiap diri manusia memiliki instrumen untuk  mencapai  itu.
     Untuk  mencapai  Tuhan,  kepada manusia juga telah diberikan
     konsep dasar metodologinya, yakni  "iqraq."  Namun  demikian
     untuk  mencapai  Tuhan,  manusia  dihadapkan kepada berbagai
     hambatan.
     
     Hambatan globalnya adalah efektivitas aktualisasi  instrumen
     manusia  dalam  kaitannya dengan pengakuan, penyerahan diri,
     iqraq, ibadah dalam mewujudkan hak dan  kewajiban  baik  hak
     dan kewajiban manusia maupun terhadap hak Allah.
     
     MENYAKSIKAN WUJUD TUHAN
     
     Menyaksikan  wujud  Tuhan bukan menjadi hak manusia. Hal ini
     telah terbukti  dari  sejarah  Nabi  Musa  yang  tidak  kuat
     menyaksikan wujud Tuhan, dan dari peristiwa Isra' dan Mi'raj
     meskipun  diceritakan  berkali-kali   Rasulullah   menghadap
     Tuhan, tetapi tidak pernah diceritakan bagaimana wujud Tuhan
     itu.
      
     Sejarah turunnya ayat-ayat  Allah  kepada  Rasulullah  juga
     selalu melalui perantara malaikat Jibril
     
     IMAN DAN AMAL
     
     Iman  pada  dasarnya  adalah  menggambarkan  potensi manusia
     untuk aktualisasi diri dalam hidup  sebagai  makhluk  Allah,
     sebagai  pribadi,  sebagai  anggota  masyarakat  dan sebagai
     manusia dalam sistem alam. Membangun iman  adalah  kewajiban
     manusia. Sedangkan amal adalah manifetasi implementatif dari
     potensi  itu.  Iman  seseorang  tergambar   dalam   amalnya,
     sebaliknya amal seseorang menggambarkan keimanannya.
     
     Di  dalam  perkembangannya,  iman  membangun amal, sedangkan
     amal membangun iman.
     
     KEADAAN ROHANI
     
     Keadaan rohani  pada  dasarnya  merupakan  refleksi  keadaan
     pribadi  seseorang. Derajad kerohanian seseorang dicerminkan
     oleh derajad kemanusiaan Islaminya.
     
     Meskipun ruh Allah ditiupkan  kepada  setiap  menusia,  akan
     tetapi   derajad   kerohaniannya  ditentukan  oleh  kualitas
     aktualisasi  atau  kualitas   operasionalisasi   unsur-unsur
     instrumen manusia itu secara utuh.
     
     PENUTUP
     
     Sesuai   dengan  kata  pembuka  dalam  paper  ini,  berbagai
     pandangan yang  diajukan  dalam  paper  ini  adalah  sekedar
     pandangan  pribadi.  Apabila  ada  kebenarannya,  itu adalah
     karena Allah, dan apabila  tidak  benar  adalah  semata-mata
     karena keterbatasan kami yang memang bukan agamawan.
     
     Atas  dasar keterbatasan kami itu, maka sekaligus kami mohon
     maaf kepada Panitia Penyelenggara,  apabila  apa  yang  kami
     sajikan ini tidak memenuhi harapan Panitia.

Indeks Islam | Indeks Ahmadiyyah | Indeks Qadian | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team