Tasyakur Seabad 1896-1996

Indeks Islam | Indeks Ahmadiyyah | Indeks Qadian | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

     BISMILLAHIRRAHMANNIRRAHIM
     
     oleh:
     Prof. H. Zaini Dahlan, M.A.
     (Rektor Universitas Islam Indonesia Yogyakarta)
     
     Disampaikan pada
     Tasyakur Seabad 1896-1996 Karya Agung
     Mirza Ghulam Ahmad
     FILSAFAT AJARAN ISLAM
     Jemaat Ahmadiyah Indonesia
     Gedung Graha Sabha Pramana, Auditorium UGM
     6 Januari 1997
     
     Mengkaji  kembali  karya  tulis  seseorang,   adalah   suatu
     tindakan  yang  terpuji  baik sebagai penghargaan kepadanya,
     maupun untuk menambah wawasan dan di pagi hari  ini  panitia
     tasyakur  seabad  karya Mirza Ghulam Achmad mengkaji kembali
     karyanya yang berjudul Filsafat Ajaran Islam.
     
     Terima kasih atas undangan Panitia agar saya ikut  berbicara
     dalam kesempatan ini, dalam suatu forum kajian murni. Ajaran
     Islam memang memberi keleluasaan  kepada  para  penigikutnya
     untuk  mengkaji,  membahas  dan  berijtihad  di  bidang yang
     menjadi  kewenangan  manusia,  bahkan  Rasul   saw   memberi
     dorongan  yang  sangat kuat, kepada seseorang yang melakukan
     kajian, dalam salah satu  hadistnya  beliau  katakan,  bahwa
     seseorang  yang  berijtihad bila ia salah akan mendapat satu
     pahala, dan bila pendapatnya benar ia mendapat dua pahala.
     
     Adapun tentang hal-hal yang sudah  ada  nashnya  yang  tegas
     (shorich),  maka  tak ada jalan kecuali seorang mukmin hanya
     mengatakan "Kami beriman kepada  ketentuan  itu,  semua  itu
     dari Tuhan kami (Ali Imran 7).
     
     Atas   dasar  ini  maka  membahas,  menulis  dan  berijtihad
     huhukumnya  boleh,  sepanjang  yarg  bersangkutan   memenuhi
     persyaratannya,  seperti  yang  berjalan  selama ini. Bahkan
     kegiatan semacam ini menjadi pemicu yang sangat  kuat.  Lagi
     perkembangan  fikiran  di  lingkungan  Umat  Islam, semenjak
     agama ini disebarkan oleh  panutannya  Muhammad  saw,  empat
     belas  abad  yang lalu. Yang sangat indah dalam kegiatan ini
     para pelaku ijtlhad, baik dari sahabat, tabi'ien dan  sampai
     kepada  para  Imam  yang datang kemudian, tidak ada diantara
     mereka yang menklaim bahwa pendapatnyalah yang benar, sedang
     yang lain salah atau lemah.
     
     Seperti  yang  dikatakan Imam Syafi'ie (150 H), "Bila hadist
     yang benar (shohih) itulah pendapat-Ku."
     
     Kritik (mengkaji) bidang ijtihadiyah  merupakan  penyaringan
     terhadap   pendapat-pendapat   seseorang  yang  dimungkinkan
     sekali  adanya  kesalahan,  tak  ada  seorangpun  yang  bisa
     terhindar  selamanya  dari  kesalahan, tak ada yang bersifat
     makshum  seperti  yang  diberikan  kepada  para  nabi  dalam
     menyampaikan    wahyu,   sedang   yang   menyangkut   bidang
     ijtihadiyah, nabipun bisa salah, seperti  riwayat  di  balik
     hadist: "Antum a'lamu bi umuri dunyakum."
     
     Sekali  lagi  saya  mendukung  kegiatan  seperti  ini  untuk
     dijadikan  wadah  komunikasi  antar  kita  dengan   mengkaji
     kembali karya para cendekia muslim, seperti Al Ghazali (1059
     M).
     
     Pengarang Ihya' 'ulumuddin, al munqidzu minal dhalal  serta
     karangan-karangannya  yang  lain, yang sampai sekarang masih
     menjadi rujukan yang tetap segar, atau  al  Farabi  (873  M)
     seorang  pemikir  yang  sangat cemerlang pada zamannya, atau
     Ibnu Sina (??? M) pengarang kitab Al  Kanun,  peletak  dasar
     ilmu  musik,  al  Bairuni  (1723),  Ibnu  Taimiah, atau yang
     datang akhir-akhir ini seperti Jamaludin Al  Afgani  (1838),
     Muhammad Abduh,  Rasyid Ridlo,  Iqbal dan masih banyak deret
     pemikir  yang  kurang  kita  kenal,  tetapi  dipelajari  dan
     didalami oleh orang-orang diluar Islam.
     
     Kita  mulai  membahas  buah karya: Hazrad Mirza Ghulam Ahmad
     yang berjudul "Filsafat  Ajaran  Islam"  yang  ditulis  pada
     tahun  1896,  dan dikemukakan pada Konferensi agama-agama di
     Lahore, dan  diterbitkan  sebelum;  pelaksanaan  konferensi.
     Dari  judulnya  tampak  bahwa  berbicara dan berfikir secara
     filosofi dalam menyoroti ajaran Islam, memang  ajaran  Islam
     dapat  dilihat dari sisi ini, sebagaimana dapat pula dilihat
     dari sisi yang lain. Karena itulah, saya  mohon  maaf  kalau
     saya  kurang dapat menangkap pengertiannya, saya sangat awam
     di bidang ini.
     
     Secara umum dapat dikatakan  bahwa  penulis  telah  berhasil
     membangkitkan   kembali  pengkajian  terhadap  ajaran  Islam
     terutama bagi umat Islam sendiri yang sebelumnya  jauh  dari
     ajaran agamanya bahkan lepas dari perhatiannya.
     
     Ajaran  Islam sempat disalahpengertiankan oleh kalangan luar
     terutama mereka yang berusaha mengotorinya, atau menggunakan
     Islam  sebagai  alat  untuk  mewujudkan keinginannya. Sedang
     umat Islam sendiri akibat lemahnya di bidang sosial, politik
     dan  ekonomi  mencukupkan dengan kewajiban-kewajiban ritual,
     dan amal lisaniah;  tanpa  menyinggung  inti  ajaran.  Sikap
     taklid  dirasa  lebih  selamat,  bahkan  ada  yang  menuntut
     ditutupnya kegiatan ijtihad.
     
     Tampilnya makalah "Filsafat Ajaran Islam"  dalam  konferensi
     agama-agama  di  Lahore di tahun itu, memberi informasi yang
     mungkin mengejutkan peserta konferensi dan yang pantas untuk
     diperhatikan.
     
     Hal yang seperti ini juga terjadi di Mesir, yang meskipun di
     kota  ini  berdiri  suatu  Universitas  yang  terhormat  (Al
     Azhar),  tetapi  pikiran-pikiran  dari Jamaluddin Al Afgani,
     Muhammad Abduh, Rasyid Ridlo yang semasa dengan penulis buku
     ini,  dan  lain-lainnya  mampu membangkitkan hasrat/beberapa
     pemuda Islam untuk mengkaji kembali ajaran Islam dengan cara
     yang  berbeda.  Dari  fihak  penguasa mencermati kebangkitan
     tersebut sebagai suatu ancaman bagi  kemapanannya,  sehingga
     setiap   usaha  yang  dilakukan  oleh  para  pemikir  selalu
     ditentang dan dihalangi.
     
     Buku Filsafat Ajaran Islam  disusun  secara  baik,  sehingga
     mudah bagi pembacanya untuk mengikuti jalan fikiran penulis,
     dan mengerti arah yang dikehendaki. Yang menonjol bahwa buku
     ini tidak ada kalimat yang membicarakan agama lain, meskipun
     ditujukan kepada para pemuka-pemuka  agama  yang  menghadiri
     konferensi.
     
     Hal  ini  mengundang  simpati  yang tidak sedikit, khususnya
     dari para peserta di luar Islam.
     
     Dalam   berbicara   tentang   perbaikan   manusia,   penulis
     menerapkan   tiga   tahap   perbaikan  yang  diawali  dengan
     penyesalan,  yang  berarti  kesadaran  akan  kesalahan  yang
     dilakukan   lewat  ma'rifat  kepada  Tuhan,  disusul  dengan
     perbaikan tahap kedua,  dimana  penulis  berbicara  panjang,
     baik  tentang  hal-hal  yang  harus ditinggalkan, maupun hal
     yang harus dilakukan. Agar manusia mencapai akhlaq Fadlilah.
     Diakui  bahwa  untuk  mencapai  taraf  ini  harus  dilakukan
     pembinaan yang berkelanjutan dan menyeluruh (33-82).
     
     Sedang tahap ketiga, dicapainya nafsu mutmainah,  yang  oleh
     penulis  disebut sebagai keadaan rohani yang tertinggi. Yang
     meskipun masih hidup di dunia orang yang demikian itu  sudah
     merasakan kehidupan surgawi.
     
     Taraf  yang  sudah  dicapai  oleh seseorang (jiwa mutmainah)
     harus dipelihara  dengan  selalu  berusaha  mendekat  kepada
     Allah,  dengan  berserah  diri kepada-Nya (Islam) dan berdoa
     dengan Fatichah.
     
     Makalah ini dalam penggalan kedua berbicara tentang  keadaan
     manusia  sesudah  mati,  diterangkan tentang alam barzah dan
     alam kebangkitan, sedang penggalan ketiga berbicara  tentang
     tujuan  hidup  manusia,  disusul  dengan  pengaruh amal bagi
     seseorang  dan  diakhiri  dengan  menjelaskan  sarana  untuk
     mencapai ma'rifat.
     
     Di dalam menjelaskan penulis menggunakan dalil naqli dari Al
     Qur'an, nampaknya tidak ada hadist yang diambil kecuali pada
     halaman 82 tanpa menjelaskan dari mana diambil.
     
     Penarsiran  ayat  lebih  bernuansa  filsafat,  kadang-kadang
     menggunakan bahasa sebagai sarana menjelaskan, seperti  pada
     halaman  31  sewaktu  berbicara  tentang  khinzir  dan  pada
     halaman 93 sewaktu bicara tentang kafur, Zanjabil.
     
     Memang penafsiran yang seperti ini  sudah  banyak  dilakukan
     oleh  para  penulis  sebelumnya,  sepanjang mampu memberikan
     kejelasan dan tidak keluar dari Nash yang  sohech,  terutama
     kalau hal itu juga dikaitkan dengan peristiwa-peristiwa yang
     mengitari turunnya wahyu; yang  biasanya  disebut  asbab  un
     nuzul.
     
     Seperti  dalam  halaman 95 sewaktu memberi tafsiran terhadap
     surat ad dahr ayat 4; maksud ayat ini  ialah,  barang  siapa
     yang  tidak  mencari  Tuhan  dengan  tulus hati, mereka akan
     mendapat  siksaan  dari  Tuhan,  mereka  terperangkap  dalam
     jeratan-jeratan   dunia  sehingga  seakan-akan  kaki  mereka
     terikat   rantai.   Dan   mereka   begitu   tunduk    kepada
     urusan-urusan  dunia  sehingga seakan-akan pada leher mereka
     terdapat sebuah belensgu yang menghalangi mereka  menengadah
     ke langit, dan hati mereka terbakar oleh api ketamakan serta
     nafsu untuk mendapatkan kekayaan,  untuk  memperoleh  harta,
     untuk  menguasai  negeri  tertentu,  untuk menaklukan musuh,
     untuk mendapatkan sekian  banyak  uang  dan  harta...  Dalam
     memberi tafsir ayat:
     
     Tangan (Muhammad saw) merupakan tangan Allah Ta'ala yang ada
     diatas tangan mereka (Al Fath 10)  sedang  penafsir-penafsir
     yang  lain menta'wilkan tangan Allah dengan kekuasaan Allah.
     Saya kira agak jauh antara dua penafsiran di atas.
     
     Penulis  menjelaskan  bagaimana  seseorang  dapat   mencapai
     tujuan   hidupnya,  menyembah  dan  meraih  ma'rifat  Allah,
     mengenal Allah dengan benar, mendapat  gambaran  yang  benar
     tentang  Allah yang Maha sempurna, mengenal ichsan Allah dan
     kasih sayang-Nya, berdo'a kepada Allah,  Mujahadah  terhadap
     yang  dimiliki  untuk pengabdian kepada-Nya, dan yang keenam
     adalah istiqomah. Sarana ketujuh bergaul dengan orang saleh,
     dan terakhir adalah kasysyaf suci.
     
     Pada  halaman  152  dan seterusnya penulis berbicara tentang
     ilham, bahwa ilham turun  kepada  jutaan  orang  yang  saleh
     tetapi  derajatnya berbeda, bahkan para nabi mempunyai kadar
     yang berbeda dalam menerima ilham, dan  ilham  bagi  seorang
     yang  kuat  imannya  keikhlasan  dan  kesalehannya meningkat
     kepada bentuk mukalamah dan mukhatabah dengan Sang Pencipta,
     yang  akan membukakan bagi ma'rifat yang tinggi, mengabarkan
     kepadanya peristiwa yang bakal terjadi, dan  segala  do'anya
     akan dikabulkan.
     
     Nampaknya penulis menyamakan antara ilham dan wahyu, masalah
     ini perlu ada pengkajian secara khusus dan oleh  orang  yang
     mempunyai  kewenangan  ilmiah tentang hal ini, forum seperti
     sekarang ini mungkin kurang memadai  waktu  atau  situasinya
     untuk  berbicara  secara  tuntas, apalagi pernyataan penulis
     bahwa anugerah ilham  sudah  diberikan  kepadanya  (157  dan
     seterusnya).
     
     Karena  ketidak-kewenangan  saya  untuk  bicara masalah itu,
     maka kita tunda dalam  kajian  yang  mungkin  akan  diadakan
     lagi,  lepas  dari  kegiatan  memperingati  100  tahun  buku
     Filsafat Ajaran Islam.
     
     Al Qur'an menegaskan dan  ini  adalah  pegangan  utama  umat
     Islam  bahwa  haq  datang dari Tuhan lewat perantara (Rasul)
     yang dijamin kebenarannya oleh Al Qur'an sendiri,  dan  kita
     kembali  kepada Washiat Rasul yang disampaikan dalam khotbah
     Wada', untuk  berpegang  kepada  Al  Qur'an  saja,  sehingga
     sunnah nabipun harus diteliti kebenarannya.
     
     Demikian  yang  dapat  saya  sampaikan tentang buku Filsafat
     Ajaran Islam, perlu juga diketahui, bahwa  nomor  ayat  pada
     buku  itu  berbeda  satu,  mungkin  mengambil  rujukan  yang
     berbeda dari yang beredar di negeri kita.
     
     Mohon maaf dan terima kasih atas perhatiannya.

Indeks Islam | Indeks Ahmadiyyah | Indeks Qadian | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team