Faham Mahdi Syi'ah dan
Ahmadiyah dalam Perspektif

oleh Drs. Muslih Fathoni, M.A.

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 
PERBANDINGAN ANTARA PAHAM MAHDI SYI'AH DAN AHMADIYAH   (3/4)
oleh Drs. Muslih Fathoni, M.A.
 
Reinkarnasi  yang  bersumber  dari ajaran Hindu yang diambil
alih oleh beberapa  sekte  Syi'ah  ekstrem,  tampaknya  juga
mewarnai akidah Mahdiyyah di kalangan Ahmadiyah. Selain itu,
interpretasi  kaum  Sufi   tentang   keberadaan   al-Mahdi,
mengisyaratkan  akan  lahirnya seorang tokoh pembaharu untuk
menegakkan hukum-hukum  agama  dan  kebenaran  demikian  Ibn
Khaldun,20  juga  mewarnai  paham  Mahdi  Ahmadiyah. Kiranya
memang agak sulit untuk  dikatakan,  bahwa  paham  Ahmadiyah
itu,  dipengaruhi oleh aliran tertentu dalam Islam atau yang
non-Islam, baik secara langsung maupun tidak langsung.  Akan
tetapi,  jika  dilihat dari unsurnya yang beragam, tampaknya
paham  kemahdian  aliran  ini,   lebih   menunjukkan   paham
kemahdian yang sinkretis.
 
Dari   uraian  di  atas,  kiranya  dapat  disimpulkan  bahwa
kepercayaan yang bersifat  Mesianistis  atau  Millenaristis,
tampaknya  sudah muncul sejak lama dan pemunculannya kembali
ditengah-tengah masyarakat yang tertindas  akibat  kezaliman
penguasa,  mempunyai  bentuk  yang berbeda-beda. Gejala umum
yang tampak, yaitu diawali  dengan  munculnya  protes-protes
sosial  yang dibarengi dengan harapan-harapan akan datangnya
seorang tokoh legendaris yang akan membawa kesejahteraan dan
ketenteraman dalam Islam, tokoh tersebut dikenal dengan Imam
Mahdi, Messiah dalam  agama  Nasrani  danYahudi,  Ratu  Adil
dalam  budaya  Jawa,  dan  Uri di kalangan orang primitif di
Irian. Atas dasar kenyataan sejarah seperti di atas, rupanya
para  cendekiawan Muslim yang berwawasan luas sulit menerima
paham Mahdi yang bersifat eskatologis ini.
 
Sebagaimana telah diuraikan dalam bab-bab terdahulu, kiranya
dapat  dibedakan  secara  jelas  antara gerakan Mahdi Syi'ah
dengan gerakan Mahdi Ahmadiyah. Apabila gerakan Mahdi Syi'ah
berangkat  dari  keinginan  untuk  mengangkat derajat rakyat
tertindas dan  membawanya  pada  kondisi  yang  lebih  baik,
sebagai akibat kezaliman dan kecurangan penguasa, maka jalan
yang  ingin  ditempuhnya  adalah  dengan  merebut  kekuasaan
politik,  atau  dengan  jalan kekerasan. Dengan kekuatan dan
kekuasaanlah  al-Mahdi   akan   memberantas   segala   macam
kecurangan  dan  ketidakadilan.  Dengan demikian, jalan yang
ditempuhnya dalam  merealisasikan  ide  kemahdiannya  adalah
dengan  jalan  melalui  dari  atas,  dan  di  sini  al-Mahdi
dilambangkan dengan al-Qa'im (yang  bangkit  untuk  menumpas
pemerintahan yang zalim).
 
Adapun gerakan Ma'ndi Ahmadiyah yang bertolak dari keinginan
untuk membangun ummat yang telah rusak dan terbelakang,  dan
ingin   mengembalikan   Islam   dan  ummat  pemeluknya  pada
kejayaaannya, maka dalam  hal  ini,  al-Mahdi  berkeyakinan,
bahwa  ummat Islam harus dapat memahami Islam secara aktual.
Untuk itu, mereka harus menerima pembaharuan yang  dimajukan
oleh Mirza Ghulam Ahmad sebagai tokoh al-Mahdi dan sekaligus
sebagai al-Masih. Menurut pendapatnya, Islam dan ummat Islam
akan  maju,  apabila  mereka  mau  melaksanakan  ajaran yang
diterimanya dari Tuhan yang berupa ilham atau  yang  dikenal
dengan  wahyu  walayah  guna  melaksanakan  ajaran  al-Quran
sesuai dengan tuntutan zamannya. Oleh karena  itu,  al-Mahdi
al-Ma'hud  yang  mengaku  juga sebagai al-Masih dan Krishna,
ingin menghimpun pemeluk-pemeluk agama Nasrani dan Hindu  ke
dalam  Islam  tanpa  menggunakan kekerasan. Dengan demikian,
jalan yang ditempuh oleh gerakan Mahdi Ahmadiyah ini  adalah
dengan    menempuh    jalan   dari   bawah,   yaitu   dengan
mengefektifkan dakwah Islam, terutama lewat tulisan-tulisan,
untuk  menunjukkan kebenaran Islam terhadap pandangan mereka
non-Muslim yang keliru. Oleh karena itu,  al-Mahdi  berusaha
sebagai pendamai di antara ummat yang berselisih, di sinilah
ia dilambangkan sebagai Hakim Pengislah  (Juru  pendamai  di
antara pihak-pihak yang sedang berselisih).
 
B.  PERSAMAAN  DAN  PERBEDAAN  ANTARA PAHAM MAHDI SYI'AH DAN
PAHAM MAHDI AHMADIYAH
 
Pada  umumnya  keyakinanterhadap  al-Mahdi  mulai  terbentuk
sesudah  pemimpin  Syi'ah yang dicintai oleh pengikutnya itu
wafat, sejak dari  Mahdiisme  Kaisaniyyah  sampai  Mahdiisme
Syi'ah  Isna  'Asyariyyah. Krisis kepemimpinan Syi'ah selalu
dibarengi dengan usaha-usaha untuk mempertahankan  kebenaran
kelompoknya  dengan  memasukkan  doktrin  'aqidah ar-raj'ah,
masalah  gaibah  dan  Mahdiyyah  kepada  para   pengikutnya,
kemudian   diikuti   dengan   membuat   hadis-hadis  tentang
al-Mahdi.
 
Demikian juga keadaan ummat Islam India  yang  sedang  dalam
penderitaan,  dibawah  tekanan pernerintah kolonial Inggris,
tentunya mereka juga mengharapkan  munculnya  seorang  tokoh
pimpinan   yang   dapat   melepaskan  mereka  dari  berbagai
penderitaan. Terutama sekali sesudah pemerintah  Inggris  di
India   mengucilkan   ummat   Islam   di   satu  pihak,  dan
menganak-emaskan ummat Hindu di pihak  lain,  seperti  sikap
pemerintah  kolonial  Belanda  terhadap  golongan  Muslim di
Indonesia,dengan menganak-emaskan  golongan  Cina  dan  kaum
Nasrani, pada masa sebelum kemerdekaan.
 
Apabila  di tengah-tengah memuncaknya penderitaan masyarakat
Muslim India yang tertindas seperti yang dialami oleh  ummat
Islam  di  Indonesia,  kemudian timbul pemberontakan melawan
pemerintah kolonial, namun  akhirnya  dapat  ditumpas,  maka
dalam  situasi  yang demikian itu, lalu muncul seorang tokoh
baru yang mengaku sebagai al-Masih  al-Mau'ud  dan  al-Mahdi
al-Ma'hud   adalah   merupakan  gejala  umum  munculnya  ide
Mahdiisme di kalangan masyarakat Muslim. Akan  tetapi  perlu
diketahui, munculnya gerakan Mahdiisme di India ini, berbeda
dengan gerakan-gerakan perlawanan rakyat terhadap pemerintah
kolonial, baik yang muncul di Jawa Barat, Jawa Tengah maupun
di Jawa Timur yang dipelopori oleh ummat Islam, dikenal pula
dengan  sebuah  gerakan  Mahdi,  namun gerakan Mahdi di Jawa
lebih mirip dengan gerakan Mahdi Syi'ah. Sekalipun demikian,
gejala-gejala  yang  muncul  di  permukaan,  seperti  adanya
kepercayaan  terhadap  tokoh  karismatis  yang   dijanjikan,
kekeramatan  atau  keajaiban,  pengakuan sebagai Wali Allah,
pengakuan  (seorang  tokohnya)  telah  menerima  wahyu  atau
wangsit  (pesan) dari tokoh yang supematural dan masih gaib,
kemudian disusul dengan munculnya seorang yang mengaku  atau
ditokohkan  sebagai  al-Mahdi atau Ratu Adil, untuk mengusir
penjajah.
 
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa gerakan  Mahdi  dan
seumpamanya,   adalah   melupakan   modus  suatu  masyarakat
tertindas dan belum maju serta  mengalami  perubahan  sosial
yang  drastis,  guna  menuntut  perbaikan nasib mereka, atau
sebagai protes  sosial  tehadap  penguasa  yang  zalim,  dan
keadaan  seperti  ini,  selalu  terjadi dalam siklus sejarah
ummat  manusia.  Biasanya  gerakan  Mahdiisme  ini,   selalu
ditandai dengan protes-protes sosial yang bersifat keagamaan
dan  sering  menjurus  ke  arah  radikalisme.  Kadang-kadang
gerakannya  bersifat  nativistis,  dan di saat yang lain, ia
lebih  bersifat  millenaristis,  bahkan  kadangkadang  lebih
bersifat messianistis.
 
Adapun  persamaan  dan  perbedaan  antara paham Mahdi Syi'ah
dengan paham Mahdi Ahmadiyah ialah bahwa  kedua  aliran  ini
telah  menjadikan  paham  Mahdi  sebagai  keyakinan  prinsip
mereka.  Hanya  saja  bagi  golongan  Ahmadiyah  dan  Syi'ah
Isma'iliyyah,   kemunculan   tokoh  al-Mahdi  telah  menjadi
kenyataan sejarah Bedanya kalau idealisme  kemahdian  Syi'ah
Isma'iliyah   telah   berakhir   dengan  wafatnya  'Abdullah
al-Mahdi,  maka  lain  halnya  dengan  idealisme   kemahdian
golongan  Ahmadiyah  yang terus hidup dan berkembang, karena
ide pembaharuan yang dicanangkan oleh  Mirza  Ghul-am  Ahmad
belum  tercapai. Idealisme Ahmadiyah, tampak lebih realistis
bila dibandingkan dengan  idealisme  kemahdian  Syi'ah  Isna
'Asyariyyah,  dimana  keinginan  untuk  mewujudkan cita-cita
golongan terakhir ini menunggu al-Mahdi al-Muntazar,  adalah
merupakan  idealisme  yang  fantastis.  Sekalipun  demikian,
semangat Mahdiisme di kalangan  pengikut  Syi'ah  Dua  belas
ini,  lebih lama bertahan daripada semangat Mahdiisme Syi'ah
yang lain.
 
Adapun persamaan landasan tersebut, tampaknya  kedua  aliran
ini,  sama-sama menggunakan al-Quran dan hadis sebagai dasar
aqidah Mahdiyyah masing-masing, sekalipun  al-Quran  sendiri
secara eksplisit tidak pernah menyinggung masalah kemahdian.
Akan tetapi, bagi kaum Syi'ah, menunggu  kehadiran  al-Mahdi
merupakan    keyakinan    pokok,    dan   untuk   menguatkan
keyakinannya, mereka mencipta nama julukan  untuk  al-Mahdi,
seperti kata al-qa'im, yang terdapat di dalam al-Quran. Oleh
karena itu, al-Kulaini menafsirkan kata al-qa'im dalam Surah
ar-Ra'd: 33, sebagai al-Mahdi.
 
"Apakah  Tuhan  yangmenjaga  setiap diri (al-Qa'im) terhadap
apa yang  diperbuatnya  (sama  dengan  yang  tidak  demikian
sifatnya)?"
 
Kata  al-qa'im  di atas, diinterpretasikan sebagai al-Mahdi,
demikian  menurut  paham   Syi'ah.21   Tentunya   penafsiran
tersebut,  dikuatkan  pula  oleh hadis-hadis Mahdiyyah versi
Syi'ah yang berupa fatwa-fatwa para Imam Syi'ah.
 
Bagi kaum Syi'ah, sekalipun mereka  mensejajarkan  kehebatan
Imam  Mahdi  dengan  kehebatan  nabi,  namun  umumnya mereka
secara tegas tidak memandang al-Mahdi sebagai nabi,  berbeda
dengan  golongan  Ahmadiyah, khususnya sekte Qadiani, mereka
berkeyakinan bahwa al-Mahdi adalah nabi yang  tidak  mandiri
(gair  mustaqil).  Oleh karena al-Mahdi adalah al-Masih, dan
al-Masih adalah nabi  yang  mengejawantah  pada  diri  Mirza
Ghulam  Ahmad,  maka  untuk menguatkan keyakinan ini, mereka
menafsirkan kata [kata-kata Arab]  dalam  surah  as-Saf:  6,
sebagai al-Mahdi.
 
"Dan  (ingatlah)  ketika'Isa  ibn  Maryam berkata, "Hai Bani
Israil,  sesungguhnya  aku  adalah  utusan  Allah  kepadamu,
membenarkan  kitab (yang diturunkan) sebelumku, yaitu Taurat
dan memberi kabar gembira dengan (datangnya)  seorang  Rasul
yang akan datang sesudahku namanya Ahmad."
 
Sekte  Qadiani  berpendapat bahwa dalam ayat ini, nama Ahmad
diperuntukkan kepada Mirza Ghulam  Ahmad,  karena  dia  sama
dengan  Nabi  Isa a.s., dalam sifat-sifatnya, sedangkan Nabi
Muhammad SAW., sifat dan pola perjuangannya sama dengan Nabi
Musa  a.s.22  Pendapat  ini  berbeda  dengan  pendapat sekte
Lahore, bahwa nama Ahmad dalam ayat tersebut,  adalah  untuk
diri  Nabi Muhammad, sesuai dengan tafsiran para sahabat dan
tafsiran Mirza Ghulam Ahrnad sendiri.23 Selanjutnya  tentang
hadis-hadis  yang  mereka  pergunakan  sebagai  dalil  untuk
menguatkan pendirian mereka, umumnya adalah hadis-hadis yang
terdapat  pada  kitab-kitab Sunan sebagaimana yang digunakan
oleh kaum Sunni. Sekalipun demikian,  mereka  tidak  memakai
hadis-hadis   Mahdiyyah   Ahmadiyah,   tidak  bisa  menerima
al-Mahdi keturunan Arab. Akan  tetapi,  yang  mereka  yakini
adalah  Mahdi  keturunan  Persia  dan  tidak ada hubungannya
dengan Ahlul-Bait.
 
Barangkali perlu ditambahkan bahwa kedudukan al-Mahdi  dalam
pandangan  Syi'ah,  lebih  tinggi  daripada  kedudukan  'Isa
al-Masih yang diturunkan kembali ke dunia,  dimana  al-Mahdi
tampil   sebagai  imam  salat,  sedangkan  al-Masih  sebagai
ma'mumnya, mengakui semua imam-imam Syi'ah, dan  mengingkari
al-Mahdi,  demikian  menurut  keyakinan mereka, ibarat orang
yang mengakui semua nabi dan mengingkari Nabi Muhammad.24
 
C. CORAK KEMAHDIAN SYI'AH DAN AHMADIYAH
 
Adapun corak kemahdian Syi'ah atau Ahmadiyah, kiranya  dapat
dilihat   dari   aspek,   bagaimana  kedua  aliran  tersebut
merealisasikan  ide  kemahdian  masing-masing.   Sebagaimana
diketahui bahwa ide kemahdian Syi'ah lebih bersifat politis.
Ini memang dapat dimaklumi, karena kaum  Syi'ah  sejak  awal
pertumbuhan  dan perkembangannya selalu mendapat tekanan dan
intimidasi dari lawan-lawan politiknya.  Sehingga  keinginan
balas  dendam  tampak  lebih  mewamai  ide kemahdiannya, dan
mendorong  aliran  ini  menjadi  gerakan  bawah  tanah  yang
agresif   untuk  merebut  pemerintahan.  Karena  itu,  figur
al-Mahdi yang mereka  dambakan  dijulukinya  dengan  sebutan
al-Qa'im. Selanjutnya al-Mahdi dilambangkan sebagai penguasa
tunggal di dunia Islam.
 
Mahdiisme Syi'ah Isna 'Asyariyyah yang masih  berkembang  di
Iran  sampai  saat  ini, lebih banyak dipengaruhi oleh unsur
kedengkian dan dendam  bangsa  Iran  terhadap  bangsa  Arab,
sehingga   kehadiran   al-Mahdi   al-Muntazar   melambangkan
kekuasaan otoriter.  Dan  sebagai  penguasa,  al-Mahdi  akan
membantai semua orang Arab Quraisy, demikian menurut riwayat
ahli-ahli hadis Syi'ah.25  Gambaran  kepemimpinan  Mahdiisme
Syi'ah  Dua  belas,  barangkali dapat dikatakan sebagai yang
tercermin  pada  kepemimpinan   Ayatullah   Khumaini   dalam
menghadapi lawan-lawan politiknya.
 
Selanjutnya  kaum  Syi'ah  berkeyakinan  bahwa al-Mahdi akan
membangkitkan mereka (musuh-musuh) yang telah mati  demikian
pula   dengan   sahabat-sahabat   Nabi   untuk  diadili  dan
dibunuhnya. Ditambahkan pula bahwa  al-Mahdi  membawa  kitab
baru  dan  mengajak manusia kepada perkara baru, sebagaimana
riwayat al-Majlisi  yang  menjelaskan  bahwa  al-Mahdi  akan
menempuh  cara  baru  sebagai yang ditempuh oleh Rasulullah.
Yaitu dia akan menghancurkan apa (tatanan)  yang  telah  ada
sebelumnya  (yang  telah rusak) dan digantikan dengan ajaran
baru yang dibawanya.
 
Berbeda dengan corak kemahdian Ahmadiyah, yang di  dalamnya,
al-Mahdi  tidak  dipandang  sebagai  al-Qa'im tetapi sebagai
Hakim Pengislah atau sebagai "Juru Damai." Menurut keyakinan
aliran  ini,  al-Mahdi  mempunyai  tugas untuk mempersatukan
kembali perpecahan ummat Islam, baik di bidang akidah maupun
syariah.  Sehingga  mereka  bersatu  kembali  sebagaimana di
zaman Nabi SAW. Selain itu, al-Mahdi ingin menyatukan  semua
agama,  terutama  agama  Nasrani dan Hindu, melebur ke dalam
agama Islam. Gerakan Mahdiisme  yang  bermotif  tajdid  atau
pembaharuan  ini,  beranggapan bahwa kehadiran al-Masih yang
Islami, yaitu Mirza Ghulam  Ahmad,  pada  saat  yang  tepat.
Yakni  kondisi ummat Islam saat itu terpecah belah, bersikap
taqlid buta  pada  pendapat  ulama,  suka  menjelek-jelekkan
golongan lain, dan para ulamanya mementingkan keduniaan.
 
                                            (bersambung 4/4)
 
-------------------------------------------------
Faham Mahdi Syi'ah dan Ahmadiyah dalam Perspektif
Drs. Muslih Fathoni, M.A.
Edisi 1 Cetakan 1 (1994)
PT. RajaGrafindo Persada
Jln. Pelepah Hijau IV TN.I No.14-15
Telp. (021) 4520951 Kelapa Gading Permai
Jakarta Utara 14240

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team