Faham Mahdi Syi'ah dan
Ahmadiyah dalam Perspektif

oleh Drs. Muslih Fathoni, M.A.

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 
PAHAM MAHDI SYI'AH                                     (1/8)
oleh Drs. Muslih Fathoni, M.A.
 
A. PENGERTIAN AL-MAHDI SYI'AH DAN AHMADIYAH
 
Pemakaian istilah al-Mahdi yang dimaksud dalam  kajian  ini,
bermula   dari   sekte   Syi'ah   Kaisaniyyah   yang  banyak
terpengaruh dan menyerap pikiran Ibn Saba'.1  Kata  al-Mahdi
adalah  ism maf'ul dari [kata-kata Arab] seperti: [kata-kata
Arab].
 
Kata  ini  bisa   berarti,   Allah   telah   memberitahukan,
menunjukkan   atau   menjelaskan   jalan  kepadanya.  Dengan
demikian, orang yang telah  mendapat  petunjuk  itu  disebut
al-Mahdi. Dalam hubungan ini ada pula yang berpendapat bahwa
sigat kata al-Mahdi itu adalah maf'ul  (dalam  bentuk  mabni
lil-majhul  dari  [kata-kata Arab] dan kata al-Mahdi berarti
orang yang diberi petunjuk Allah. Hanya saja kata  tersebut,
dalam  bentuknya  seperti  itu,  bermakna fa'il, yakni orang
yang terpilih untuk memberi petunjuk kepada manusia.  Memang
sigat  [kata-kata  Arab] tidak terdapat dalam al-Quran, yang
ada adalah sigat al-fa'il, sebagaimana dalam firman Allah:
 
Dan  sesungguhnya  Allah  adalah   Pemberi   petunjuk   bagi
orang-orang beriman ke jalan yang lurus. (S. al-Hajj: 54)
 
Juga dalam firman-Nya:
 
...  Dan  cukuplah  Tuhanmu  menjadi  Pemberi  petunjuk  dan
Penolong. (S. al-Furqan: 31).
 
Ayat-ayat tersebut tidak ada hubungannya sama sekali  dengan
masalah  al-Mahdi  al-Muntazar. Akan tetapi, sementara ummat
Islam,  ayat-ayat  di  atas  dijadikan  sebagai  dasar  tema
pembahasan  tentang al-Mahdi yang mereka tunggu-tunggu serta
menghubungkannya dengan hadis-hadis Mahdiyyah.2
 
Dalam hubungan ini,  Ahmad  Amin  menjelaskan,  bahwa  dalam
al-Quran hanya ada kata [kata-kata Arab] dan kata [kata-kata
Arab]  sedangkan   kata   yang   terdapat   dalam   sebagian
kitab-kitab  hadis  adalah  untuk menyipati pribadi 'Ali ibn
Abi Talib.  Seperti  sabda  Nabi  yang  dikutip  dari  kitab
Usdul-Gabah:
 
"  ...  Dan  jika  kalian  mengangkat 'Ali sebagai pemimpin,
namun aku melihat kalian tidak melakukan  itu,  kalian  akan
mendapatinya  sebagai  seorang pemberi petunjuk yang membawa
kalian ke jalan yang lurus."
 
Kemudian  pengertian  bahasa  agama  ini   berubah   menjadi
pengertian  baru  yaitu  akan  munculnya  seorang  imam yang
ditunggu-tunggu, yang akan memenuhi bumi  ini  penuh  dengan
keadilan  sebagaimana  bumi  telah dipenuhi oleh kecurangan.
Selanjutnya ia berpendapat bahwa kelompok yang  pertama-tama
menggunakan  pengertian  yang  terakhir  ini  adalah  Syi'ah
Kaisaniyyah.3 Selanjutnya  perlu  ditambahkan  disini  bahwa
kata al-Mahdi secara harfiah berarti orang yang telah diberi
petunjuk atau the guided  one.  Karena  semua  petunjuk  itu
berasal dari Tuhan, maka arti kata tersebut menjadi "seorang
yang telah diberi petunjuk Tuhan" atau  the  divinely-guided
one, dengan cara yang menakjubkan dan sangat pribadi. Dengan
demikian,  orang   yang   disebut   Mahdi   atau   al-Mahdi,
benar-benar  telah  mendapat  bimbingan Allah. Di masa lalu,
nama ini pun  dipakai  oleh  pribadi-pribadi  tertentu,  dan
dimasa-masa  selanjutnya  nama  Mahdi  dipakai  orang secara
eskatologis.4 Adapun menurut istilah, al-Mahdi adalah  tokoh
laki-laki  dari  keturunan  Ahlul-Bait  yang  akan muncul di
akhir zaman. Dia akan  menegakkan  agama  dan  keadilan  dan
diikuti  oleh ummat Muslim, akan membantu 'Isa al-Masih yang
turun ke dunia untuk membunuh dajjal, dan akan menjadi  imam
sewaktu   salat   bersama-sama  Nabi  Isa  a.s.  Demikianlah
pengertian al-Mahdi yang dikenal  secara  umum  di  kalangan
ummat Islam.
 
Akan  tetapi  pengertian al-Mahdi menurut paham Syi'ah ialah
seorang imam (Syi'ah) yang ditunggu-tunggu. Ia  akan  datang
memenuhi bumi dengan keadilan karena bumi ini telah dipenuhi
oleh kecurangan. Ini berbeda dengan paham Ahmadiyah. Menurut
aliran  ini al-Mahdi ialah seorang (Mirza Ghulam Ahmad) yang
merupakan penjelmaan atau pengejawantahan dari al-Mahdi  dan
al-Masih a.s., dan diangkat oleh Tuhan sebagai mujaddid atau
pembaharu di abad XIV H. Ini menurut paham Ahmadiyah Lahore.
Sedangkan menurut paham Ahmadiyah Qadian, Mirza Ghulam Ahmad
disamping sebagai al-Mahdi juga adalah nabi.
 
Uraian diatas menunjukkan bahwa kepercayaan  kaum  Ahmadiyah
terhadap  al-Mahdi  ini  bermula dari pengakuan Mirza Ghulam
Ahmad itu sendiri, sesudah ia menyelidiki sebuah makam  yang
ditemukannya    di    Srinagar,   Punjab,   India.   Menurut
penyelidikan mereka, makam tersebut adalah  makam  Yus  Asaf
yang  diyakini sebagai Isa al-Masih, sesudah pengembaraannya
yang panjang dari Palestina ke Kashmir, India.  Dan  sesudah
penemuan   makam   tersebut,   barulah   dicari  hadis-hadis
Mahdiyyah yang relevan sebagai dasar keyakinan  aliran  ini.
Paham  kemahdian  Ahmadiyah  diatas,  berbeda  dengan  paham
kemahdian Syi'ah yang  timbul  dari  'Aqidah  ar-Raj'ah  dan
masalah   al-Gaibah.  Oleh  karena  kaum  Syi'ah  tidak  mau
mengakui kematian  imam-imam  mereka,  dan  karena  pengaruh
ajaran  ibn  Saba', maka berkembanglah pemikiran di kalangan
mereka tentang imam yang bersembunyi  (gaib).  Dalam  kaitan
ini, Ahmad Amin menjelaskan bahwasanya masalah ar-Raj'ah itu
bermula  dari  ucapan  Ibn  Saba',  yang  menyatakan   bahwa
Muhammad   SAW   akan   kembali   lagi   ke   dunia,  adalah
mengherankan, orang yang percaya akan kembalinya  Isa  a.s.,
tetapi ia mendustakan kembalinya Muhammad.5
 
Dalam  salah satu pernyataannya yang lain, ia tidak mengakui
kematian 'Ali, bahwa yang terbunuh itu  bukan  'Ali  tetapi,
setan  yang  menjelma  sebagai  'Ali,  dia  naik  ke  langit
sebagaimana Isa ibn Maryam. Imam yang  bersembunyi  tersebut
akan  muncul lagi ke dunia untuk menegakkan keadilan. Dengan
demikian, akhirnya, muncul pula pemikiran tentang  al-Mahdi,
dan kemudian dibuatlah hadis-hadis Mahdiyyah.
 
Adapun  arti kata Syi'ah, ialah sahabat, penolong, pengikut,
atau berarti golongan. Seperti firman Allah:
 
... Dan benar-benar Ibrahim adalah  termasuk  golongannya...
(S. as-Saffat: 83).
 
Secara istilahi, al-Mahdi Lidinillah Ahmad menjelaskan:
 
Syi'ah  adalah  golongan  yang  membantu 'Ali dalam menumpas
pemberontakan   yang   dimotori   oleh    Talhah,    Zubair,
bersama-sama A'isyah, serta pemberontakan Mu'awiyah dan kaum
Khawarij.  Para  pendukung  'Ali  tersebut,  sebagian  besar
mengakui  kekhilafahan  Abu  Bakr,  'Umar, dan 'Usman sampai
terjadinya penyimpangan yang menimbulkan huru-hara. Sebagian
lagi,  mereka  yang mengakui 'Usman sebagai pemimpin mereka.
Dan golongan yang paling sedikit jumlahnya ialah mereka yang
mengunggulkan  'Ali  sebagai  khalifah  sesudah Rasul wafat,
daripada tokoh sahabat lainnya.6
 
Istilah  Syi'ah  sebagai  yang  dikembangkan  oleh  al-Mahdi
Lidinillah di atas, mencakup seluruh corak ke-Syi'ah-an pada
umumnya, dan tampaknya istilah tersebut  lebih  cocok  untuk
golongan  Syi'ah Zaidiyyah saja. Dalam hubungan ini, istilah
Syi 'ah sebagai yang dikemukakan oleh Dr. Ahmad  Amin  dalam
Duhal-Islam   III,   tampak   lebih   luas.  Syi'ah  menurut
pendapatnya adalah golongan yang berkeyakinan bahwa 'Ali dan
keturunannya   adalah  orang  yang  paling  berhak  menjabat
khalifah  daripada  Abu  Bakr,  'Umar,   dan   'Usman.   Dan
bahwasanya  Nabi  telah  menjanjikan kekhilafahan sesudahnya
kepada  'Ali,  dan  setiap  imam  menjanjikan   kekhilafahan
tersebut kepada penerusnya.
 
Selanjutnya  tentang arti kata 'Ahmadiyah' berasal dari kata
'Ahmad.' Kata ini berbentuk ism'alam yang searti dengan kata
'mahmud,'  artinya  orang  yang terpuji. Namun menurut Mirza
Ghulam  Ahmad,  bahwa  kata  'Muhammad'  artinya,  berkaitan
dengan  sifat  jalal  atau kebesaran, karena itu, Rasulullah
dalam  menghadapi  musuh-musuhnya  dengan  cara   berperang.
Sedang  kata  'Ahmad'  lebih  berkonotasi dengan sifat jamal
atau keindahan. Maksudnya bahwa Nabi  saw.  itu  menyebarkan
kedamaian  dan  keharmonisan  di dunia (tidak menempuh jalan
kekerasan),   sifat   ini   menurut    pendapatnya,    lebih
dimanifestasikan sewaktu Nabi tinggal di Madinah.7
 
Apabila  kata  "Ahmad"  ditambah  dengan  "ya"  nisbah, maka
jadilah kata [kata-kata Arab]. Kata inilah yang  oleh  Mirza
dijadikan  sebagai  nama  aliran  yang didirikannya di akhir
abad ke-19. Aliran baru ini mengajarkan bahwa  Mirza  Ghulam
Ahmad adalah al-Mahdi, al-Masih, Mujaddid, dan sebagai Nabi.
Nama Ahmadiyah dipakai  secara  resmi  sebagai  nama  aliran
tersebut,   sejak   4   November  1900,  sewaktu  pendirinya
membayangkan bahwa pengikutnya akan menjadi sekte baru dalam
Islam.  Nama  'Ahmadiyah' sebenarnya diambil dari salah satu
nama Rasulullah, bukan  diambil  dari  nama  pendiri  aliran
tersebut.
 
                                            (bersambung 2/8)
 
-------------------------------------------------
Faham Mahdi Syi'ah dan Ahmadiyah dalam Perspektif
Drs. Muslih Fathoni, M.A.
Edisi 1 Cetakan 1 (1994)
PT. RajaGrafindo Persada
Jln. Pelepah Hijau IV TN.I No.14-15
Telp. (021) 4520951 Kelapa Gading Permai
Jakarta Utara 14240

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team