Faham Mahdi Syi'ah dan
Ahmadiyah dalam Perspektif

oleh Drs. Muslih Fathoni, M.A.

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 
PAHAM MAHDI SYI'AH                                     (3/8)
oleh Drs. Muslih Fathoni, M.A.
 
Pembelotan kaum  Khawarij  yang  disebabkan  oleh  peristiwa
tahkim  atau arbitrase antara 'Ali dengan Mu'awiyah, semakin
mempersulit dan memperlemah posisi  Khalifah  'Ali  terutama
sekali   sesudah   penumpasan  pasukan  'Ali  terhadap  kaum
separatis ini di Nahrawan. Perang di  Nahrawan,  menyebabkan
dendam  mereka  semakin  memuncak  terhadap  Khalifah. Dalam
hubungan ini,  Donaldson  menjelaskan  bahwa  kaum  Khawarij
membentuk  pasukan  berani  mati yang terdiri: 'Abdur-Rahman
ibn  Muljam  untuk  membunuh  'Ali,  Hajjaj  ibn   'Abdullah
as-Sarimi  untuk  membunuh  Mu'awiyah,  dan  Zadawaih  untuk
membunuh 'Amr ibn 'As. Akan tetapi, dua petugas yang disebut
belakangan  ini gagal mencapai maksudnya.11 Dengan demikian,
posisi Mu'awiyah semakin kuat.
 
Dalam menghadapi dilema politik. 'Ali lebih  tampak  sebagai
seorang  panglima perang daripada sebagai seorang politikus.
Ia lebih suka  menempuh  jalan  kekerasan,  sekalipun  harus
banyak memakan korban, sedangkan dengan jalan diplomasi yang
pernah  ditempuhnya, ia tampak  lebih  banyak  didikte  oleh
pihak  lawan.  Tipe perjuangan 'Ali ini rupanya dikembangkan
oleh sekte Syi'ah Zaidiyyah.
 
Para pendukung dan  pengikut  setia  Khalifah  'Ali  apabila
dilihat  dari aspek akidah mereka, tidak jauh berbeda dengan
akidah ummat Islam  pada  umumnya  saat  itu.  Sudah  barang
tentu,  mereka  belum  mengenal sama sekali apalagi memiliki
doktrin-doktrin  seperti  yang  dimiliki  oleh  kaum  Syi'ah
sebagaimana  yang kita kenal dalam sejarah, selain pendirian
mereka bahwa 'Ali  lebih  utama  memangku  jabatan  Khalifah
sesudah  Nabi  .  Jumlah  mereka relatif lebih kecil. Dengan
demikian,  pengikut  setia  'Ali  dalam  mencapai  cita-cita
perjuangannya saat itu belum berorientasi pada suatu doktrin
tertentu, maka saat itu dapat dikatakan bahwa  Syi'ah  belum
lahir.  Ini berbeda dengan aliran Khawarij, semboyan: "Tiada
hukum  yang  wajib  dipatuhi  selain  hukum  Allah,"   sejak
keberadaan  sekte  ini,  telah dijadikan sebagai doktrin dan
pengikutnya  selalu  berorientasi  pada  ajaran  itu.   Oleh
karenanya dipertanyakan, kapan lahirnya Syi'ah itu?
 
Mengenai  lahirnya  Syi'ah,  terdapat beberapa pendapat yang
kontroversial . Pendapat al-Jawad yang dikutip oleh Prof. H.
Abu  Bakar  Atjeh  dalam bukunya Perbandingan Mazhab Syi'ah,
menjelaskan bahwa lahirnya Syi'ah  adalah  bersamaan  dengan
lahirnya  nas  (hadis)  mengenai  pengangkatan  'Ali ibn Abi
Talib  oleh  Nabi  sebagai  khalifah  sesudahnya  nas   yang
dimaksud  antara  lain,  mengenai  kisah perjamuan makan dan
minum yang diselenggarakan oleh Nabi di rumah pamannya,  Abu
Talib,  yang dihadiri oleh 40 orang sanak keluarganya. Dalam
perjamuan  itu  beliau  menyatakan:  "...Inilah  dia  ('Ali)
saudaraku,  penerima  wasiatku  dan khalifahku untuk kalian,
oleh  karena  itu,  dengar  dan  taati  (perintahnya)   ..."
Pernyataan  ini  disampaikan oleh Nabi sesudah 'Ali menerima
tawaran beliau sebagai khalifahnya.
 
Nas seperti ini, jelas  tidak  terdapat  dalam  kitab  Sahih
al-Bukhari  dan  Sahih  Muslim,  karena  itu  golongan Sunni
menolak nas tersebut bila dijadikan  dalil  untuk  mengklaim
kekhilafahan  bagi  'Ali  sebagaimana  yang dikehendaki oleh
kaum Syi'ah. Sebaliknya,  tidak  dimuatnya  nas-nas  semacam
itu,  demikian  Syarafuddin al-Musawi, oleh kedua imam hadis
tersebut dalam kitab sahihnya merupakan manipulasi  golongan
Sunni  terhadap  hadis-hadis  sahih  yang  berkaitan  dengan
kekhilafahan 'Ali, karena nas itu dikhawatirkan akan menjadi
senjata  kaum  Syi'ah  untuk  menyerang  paham mereka.12 Abu
Zahrah  berpendapat  bahwa  Syi'ah  tumbuh  di  Mesir   masa
pemerintahan 'Usman, karena negeri ini merupakan tanah subur
untuk berkembangnya paham  tersebut,  kemudian  menyebar  ke
Irak dan di sinilah mereka menetap.13
 
Selain itu, adalah wajar apabila ada yang berpendapat, bahwa
lahirnya Syi'ah itu  sewaktu  Nabi  sakit  keras,  pamannya,
'Abbas,  menyarankan  kepada  'Ali dan mengajaknya menghadap
Nabi untuk  meminta  wasiatnya,  siapakah  orang  yang  akan
menggantikan  kepemimpinan  beliau,  namun  maksud  tersebut
ditolak 'Ali dengan tegas, dan ia pun bersumpah  tidak  akan
memintanya.14 Selanjutnya masih ada pendapat yang mengatakan
bahwa lahirnya Syi'ah itu bersamaan dengan terjadinya perang
Jamal,  perang  Siffin,  dan perang di Nahrawan, karena pada
saat itu,  seorang  tidak  dapat  dikatakan  sebagai  Syi'ah
kecuali  orang yang mengunggulkan kekhilafahan 'Ali daripada
'Usman ibn 'Affan, sebagai yang telah disinggung diatas.
 
Apabila dilihat ciri-ciri  dari  beberapa  pendapat  diatas,
maka  pendapat  pertama  tampak sama sekali tidak realistis,
sedangkan  tiga  pendapat  yang  terakhir,   rupanya   lebih
menitikberatkan  pada  adanya  sikap  dan  tindakan-tindakan
nyata sebagai  pendukung  dan  pengikut  setia  'Ali  semasa
hidupnya.  Akan  tetapi,  apabila  kelahiran  Syi'ah dilihat
sebagai suatu aliran keagamaan yang bersifat politis  secara
utuh,  maka  ia  harus  dilihat  pula dari aspek ajaran atau
doktrin   politiknya,   yaitu   tentang    hak    legitimasi
kekhilafahan  pada  keturunan  'Ali  dengan  Fatimah, puteri
Rasulullah, sebab dari segi doktrin inilah identitas  Syi'ah
tampak  lebih  jelas,  berbeda  dengan identitas sekte-sekte
Islam lainnya. Dan  munculnya  doktrin  Syi'ah  seperti  ini
adalah  bermula  sejak  timbulnya  tuntutan penduduk Kufah -
pendukung 'Ali  -  agar  masalah  kekhilafahan  dikembalikan
kepada   keluarga   Khalifah  atau  Ahlul-Bait  dari  tangan
orang-orang yang dianggap telah merampasnya. Dari  penerapan
doktrin  ini,  penulis berpendapat bahwa lahirnya Syi'ah itu
bersamaan waktunya dengan pengangkatan Hasan  ibn  'Ali  ibn
Abi  Talib  sebagai  imam kaum Syi'ah. Adapun aktivitas para
pendukung dan pengikut setia 'Ali pada  periode  sebelumnya,
hanyalah  merupakan faktor yang mempercepat proses tumbuhnya
benih-benih Syi'ah yang sudah siap tumbuh dan berkembang.
 
2. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN SEKTE-SEKTE SYI'AH
 
Dalam kajian ini, penulis lebih menitikberatkan pada bahasan
yang berkaitan dengan perkembangan sekte-sekte Syi'ah secara
garis besar, serta hubungannya dengan paham Mahdiyyah.
 
Pada masa Hasan ibn 'Ali, posisi kaum  Syiah  semakin  goyah
karena  derasnya  fitnah,  perselisihan,  dan  perpecahan di
kalangan  mereka,  yang  sengaja  ditanamkan  oleh  golongan
Saba'iyyah,  pengikut  Ibn  Saba'.15 Lemahnya daya juang dan
kurang  wibawanya   Hasan   adalah   menjadi   faktor   yang
mempersulit   posisi  golongan  Syi'ah.  Usaha  Hasan  dalam
memerangi golongan Saba'iyyah, terutama sesudah kegagalannya
menumpas   gerakan   Mu'awiyah,   sungguh   hasilnya  sangat
mengecewakan. Pada saat itulah Hasan mulai ditinggalkan oleh
kaumnya,  demikian  Ihsan  Ilahi  Zahir,  sehingga  sebagian
pengikutnya bergabung dengan golongan  Saba'iyyah,  sebagian
lagi berpaling pada Mu'awiyah, dan golongan Khawarij.16 Oleh
karena itu, Hasan pun kemudian memilih  jalan  damai  dengan
pihak Mu'awiyah. Selanjutnya ia mundur dari jabatan khalifah
secara formal pada tahun 41 H/661 M, dengan demikian  secara
de  jure,  ia  menjabat  selama  sepuluh  tahun, akan tetapi
secara de facto, ia berkuasa hanya enam bulan tiga hari.
 
Sesudah Hasan wafat, diangkatlah saudaranya, Husain ibn 'Ali
sebagai Imam. Putera 'Ali kedua ini tampak memiliki semangat
dan daya juang sebagai yang dimiliki bapaknya, namun sayang,
ia  harus  tewas  di  ujung  pedang  tentara Yazid di padang
Karbela secara memilukan, pada tanggal 1 Oktober 680 M.
 
Kematian Husain ini  merupakan  bencana  bagi  kaum  Syi'ah,
sehingga  makamnya  dipandang  sebagai  tempat  yang keramat
serta  memiliki  keistimewaan  dan  keluarbiasaan,  lantaran
kecintaan  mereka  terhadap  Husain,  dan  oleh  karena itu,
mereka mentradisikan ziarah umum ke  makamnya  setiap  bulan
Muharam.
 
Kematian   Husain  tersebut  bermula  dari  banyaknya  surat
penduduk Kufah yang menyatakan janji setianya kepada  putera
'Ali ini. Aksi militer yang dilancarkan Husain, lantaran dia
lebih   mempercayai   janji   orang   Kufah   daripada    ia
mempertimbangkan  saran-saran  para  penasihatnya yang cukup
berpengalaman dan mengetahui benar tabiat orang  Kufah  yang
telah  mengkhianati  keluarganya.  Dan  karenanya,  kematian
Husain sebagai syahid, menimbulkan unsur  baru  dalam  moral
agama  di  kalangan Syi'ah Kufah. Yaitu mereka merasa sangat
berdosa atas kematian Husain dan mereka  berkeinginan  untuk
menebus  dosa mereka dengan mengangkat senjata menuntut bela
atas kematiannya pada penguasa  Umayyah.  Golongan  tersebut
menamakan dirinya at-Tawawabun (orang-orang bertobat).
 
Golongan  terakhir  ini  berkeyakinan  bahwa  mati berperang
karena membela kepentingan Ahlul-Bait  adalah  mati  syahid.
Disinilah  mereka  mengidentikkan loyalitasnya terhadap 'Ali
dan keturunannya, sama  dengan  loyalitasnya  terhadap  Nabi
atau agama.
 
Ketidakpuasan  kaum  mawali  dari  Persia  terhadap penguasa
Umayyah, mendorong mereka dan memberi arah yang sama  sekali
baru,  kepada  kegiatan-kegiatan  sosio-politik kaum Syi'ah,
demikian Fazlur Rahman, sehingga  pimpinan  Syi'ah,  mungkin
sekali  ia  orang Arab, tetapi para pengikutnya beralih dari
bangsa Arab ke bangsa Persia.17  Sejak  itulah  kaum  Syi'ah
mengalami  perubahan besar dan mulai mengarahkan gerakannya,
dari gerakan politik semata kepada  gerakan  keagamaan  yang
bercorak   kemazhaban.   Selanjutnya   Ihsan   Ilahi   Zahir
menjelaskan bahwa sesudah Syi'ah  terikat  oleh  unsur-unsur
asing  yang  melindas,  maka  Syi'ah terlepas dari kebiasaan
bangsa Arab  yang  terdidik  secara  Islami,  dan  sekalipun
mereka kaum Syi'ah masih berada dalam lingkaran Islam, namun
bukan-Islam  yang  ortodoks,  akan   tetapi,   Islam   dalam
bentuknya yang baru.18
 
                                            (bersambung 4/8)
 
-------------------------------------------------
Faham Mahdi Syi'ah dan Ahmadiyah dalam Perspektif
Drs. Muslih Fathoni, M.A.
Edisi 1 Cetakan 1 (1994)
PT. RajaGrafindo Persada
Jln. Pelepah Hijau IV TN.I No.14-15
Telp. (021) 4520951 Kelapa Gading Permai
Jakarta Utara 14240

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team