Faham Mahdi Syi'ah dan
Ahmadiyah dalam Perspektif

oleh Drs. Muslih Fathoni, M.A.

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 
PAHAM MAHDI SYI'AH                                     (4/8)
oleh Drs. Muslih Fathoni, M.A.
 
Pada  saat  yang  sama, Syi'ah mulai membawa pikiran-pikiran
asing secara terselubung, aliran ini  juga  merupakan  wadah
dari berbagai aspirasi, dan tempat berlindungnya musuh-musuh
Islam yang  ingin  merusak  dari  dalam  sehingga  ia  mudah
terpecah  belah  menjadi  sub-sub  sekte yang banyak sekali.
Diantara  kelompokkelompok  yang  memasukkan   ajaran-ajaran
nenek  moyang  mereka  kedalam  ajaran Syi'ah ialah golongan
Yahudi,  Nasrani,   Zoroaster,   dan   Hindu.   Mereka   itu
berkeinginan   melepaskan  negerinya  dari  kekuasaan  Islam
dengan menyembunyikan  niat  jahat  mereka  dan  menunjukkan
sikap  berpura-pura  mencintai  Ahlul-Bait  sebagai kedok.19
Seperti ajaran Syi'ah  tentang:  'Aqidah  ar-Raj'ah,  ucapan
sementara  golongan ini bahwa api neraka tidak akan membakar
mereka kecuali sedikit saja. Demikian pula  diantara  mereka
ada  yang  mengatakan  bahwa hubungan al-Masih dengan Tuhan,
sifat  ketuhanan  yang  menyatu  dengan  sifat   kemanusiaan
seperti  pada  diri  seorang  imam, juga ada yang mengatakan
bahwa kenabian atau kerasulan itu tidak akan terhenti  untuk
selamanya.   Selanjutnya   ada  pula  diantara  mereka  yang
menjisimkan   Tuhan,   berbicara   tentang   Tanasukh   atau
Reinkarnasi dan Hulul dan lain sebagainya.
 
Tampaknya   figur   Husain,   bagi   kaum  Syi'ah  mempunyai
keistimewaan tersendiri; terutama bagi  Syi'ah  Persia.  Hal
itu  mungkin  sekali karena Husain adalah cucu rasul di satu
pihak, sedangkan istrinya Syahr Banu puteri  Yazdajird  III,
mantan  raja  Persia di pihak lain. Sebelum Islam, di Persia
telah berkembang suatu tradisi yang bertolak  dan  pandangan
tentang "Hak Ketuhanan" atau Divine right yang berarti bahwa
dalam diri  raja  Persia  telah  mengalir  darah  ketuhanan.
Dengan demikian, raja memiliki kebenaran tindakan yang harus
dipatuhi oleh rakyat. Raja ibarat pengayoman Allah  di  bumi
untuk  menegakkan  kemaslahatan  hamba-hamba-Nya.  Pandangan
seperti ini, demikian Ahmad Syalabi, masih tetap ada sesudah
orang  Persia  itu  memeluk Islam, sehingga karenanya mereka
memandang Ahlul-Bait sebagai orang  yang  berhak  memerintah
dan  harus ditaati oleh manusia.20 Rupanya pandangan seperti
inilah yang membentuk konsep pola keimaman dalam Syi'ah.
 
Dengan   demikian    dapat    disimpulkan    bahwa    faktor
sosio-religio-kultural   yang   membentuk   Syi'ah   seperti
sekarang ini adalah akibat penetrasi budaya dan  kepercayaan
non-Islam yang pernah berakar pada suatu masyarakat di suatu
negeri, dan pernah    memiliki  peradaban  yang  lebih  maju
daripada  bangsa penakluknya. Biasanya kaum Syi'ah membentuk
pola kehidupan keagamaan  yang  berbeda  dan  bahkan  sering
bertentangan  serta  menghilangkan  corak keagamaan aslinya.
Kepercayaan hasil perpaduan  antara  dua  tradisi  keagamaan
yang  berbeda,  yaitu  Islam  dan non-Islam, yang melahirkan
praktek keagamaan baru dalam  Islam  merupakan  bid'ah  yang
sangat dicela oleh Nabi, sebagaimana sabdanya:
 
"... Maka sesungguhnya sebaik-baik ajaran adalah kitab Allah
(al-Quran)  dan  petunjuk  yang  terbaik   adalah   petunjuk
Muhammad  saw., dan perkara yang terjahat ialah perkara baru
yang dicipta dalam agama (bid'ah). Dan setiap bid'ah  adalah
sesat". (Hadis riwayat Muslim).
 
Sebagaimana  diketahui  dalam sejarah, agama Nasrani setelah
memasuki kerajaan Romawi, juga mengalami distorsi yang  jauh
lebih mengarah pada perombakan terhadap ajaran Nabi Isa a.s.
Munculnya ajaran  Paulus  sebagai  perpaduan  antara  ajaran
Nasrani  dengan kepercayaan dan kebudayaan Romawi, berakibat
munculnya praktek-praktek keagamaan baru yang  diikuti  oleh
lahirnya  berbagai  sekte  keagamaan.  Demikian  pula dengan
sekte-sekte Syi'ah yang muncul sesudah Husain wafat.
 
Adapun munculnya sekte-sekte Syi'ah,  bermula  dari  masalah
imamah atau kepemimpinan. Yaitu siapakah yang berhak menjadi
imam sesudah terbunuhnya Husain, oleh karena pada  saat  itu
belum  ada  diantara  putera-puteranya  yang  mencapai  usia
dewasa. Rupanya kaum Syi'ah  sulit  menghindari  perpecahan,
karena timbulnya tiga kelompok yang berbeda paham.
 
Golongan  pertama,  memandang bahwa keimaman harus berada di
tangan keturunan Husain dan tidak boleh lepas  dari  mereka,
dan  keimaman  harus melalui nas dari imam baik yang dikenal
maupun yang tersembunyi, golongan  ini  terpaksa  mengangkat
putera  Husain  yang belum dewasa sebagai imam. Golongan ini
kemudian disebut golongan Imamiyyah.
 
Adapun golongan kedua,  berpendapat  bahwa  mengangkat  imam
yang belum dewasa adalah tidak sah. Mereka tidak yakin bahwa
Husain telah menjanjikan keimaman itu kepada  salah  seorang
puteranya  untuk  dibai'at. Oleh karena itu, mereka bersikap
menunggu-nunggu sampai munculnya  seorang  putera  keturunan
Husain atau Hasan yang memiliki ilmu pengetahuan, kezuhudan,
keberanian,  kesalehan,  keadilan,  dan  berani   mengangkat
senjata   terhadap   penguasa  yang  zalim.  Oleh  karenanya
golongan ini disebut dengan al-Waqifah. Mereka  menghentikan
aktivitasnya selama 60 tahun sejak terbunuhnya Husain sampai
bangkitnya  Zaid  ibn  'Ali  ibn  Husain   di   Kufah   yang
memberontak  kepada  Hisyam  ibn  'Abd al-Malik dari dinasti
Umayyah. Kemudian golongan ini dikenal  dengan  nama  Syi'ah
Zaidiyyah.
 
Golongan  ketiga  berpendapat  bahwa  jabatan  imam  sesudah
Husain, jatuh pada Muhammad ibn al-Hanafiyyah yaitu  saudara
seayah  dengan  Husain, sekalipun dia bukan dari garis Nabi.
Golongan ketiga ini beralasan, demikian al-Mahdi  lidinillah
Ahmad,  bahwa 'Ali ibn Abi Talib meminta kehadiran Muhammad,
saat   menjelang   wafat   dan   saat    berwasiat    kepada
putera-puteranya. 'Ali meminta kepada Muhammad agar mentaati
Hasan dan Husain, dan sebaliknya agar keduanya berbuat  baik
dan menghormati Muhammad ibn al-Hanafiyyah. Oleh karena itu,
kelompok ini  memandang  kehadiran  Muhammad  bersama  kedua
saudaranya  menerima wasiat 'Ali tersebut, menunjukkan bahwa
dia juga  memperoleh  hak  untuk  diangkat  sebagai  imam.21
Golongan  ketiga ini dikenal dengan nama Syi'ah Kaisaniyyah.
Pendirinya adalah Kaisan bekas budak  'Ali,  ada  pula  yang
mengatakan bahwa dia adalah Mukhtar ibn Abi 'Ubaid, sehingga
golongan ini disebut pula dengan nama Mukhtariyyah.
 
Perpecahan  Syi'ah  tersebut,  berakibat  langsung  terhadap
lahirnya   sekte-sekte  baru  dengan  corak  pemikiran  yang
berbeda-beda. Jika golongan Imamiyyah dalam masalah keimaman
lebih  menitikberatkan  pada keturunan Husain, maka golongan
al-Waqifah yang kemudian dikenal  dengan  Syi'ah  Zaidiyyah,
lebih  memfokuskan perhatiannya pada persyaratan-persyaratan
yang harus dimiliki oleh seorang imam. Mereka tidak perduli,
apakah dia keturunan Hasan atau keturunan Husain asalkan dia
masih berada di jalur  keturunan  Nabi.  Akan  tetapi,  bagi
golongan Kaisaniyyah tidak memandang penting jalur keturunan
itu dari Nabi, namun yang terpenting adalah jalur  keturunan
'Ali ibn Abi Talib.
 
A. SYI'AH KAISANIYYAH
 
Dilihat dari eksistensi dan gerakannya, golongan  ini  dapat
dikatakan   sebagai   sekte   Syi'ah   yang  tertua.  Mereka
mengadakan aksi  militer  terhadap  penguasa  Bani  Umayyah,
dengan   dalih  membela  hak-hak  kaum  tertindas.  Ide  ini
tampaknya didukung oleh kaum Mawali Irak  dan  Persia,  yang
diperlakukan  oleh  pemerintah  Umayyah  sebagai  masyarakat
kelas dua. Sebagai akibatnya penduduk  kedua  kota  tersebut
tidak simpati lagi pada Bani Umayyah.
 
Sekte  ini  mengangkat Muhammad ibn Hanafiyyah sebagai imam,
sedangkan ajarannya bersumber  pada  ajaran  Ibn  Saba'  dan
golongan  Saba'iyyah,  seperti  ajaran  tentang:  al-Gaibah,
'Aqidah ar-Raj'ah (keyakinan akan  kembalinya  seorang  imam
yang  telah wafat), dan Tanasukh. Al-Syahrasrani menyatakan,
bahwa  sesudah  Muhammad  ibn  al-Hanafiyyah  yang   dikenal
sebagai   orang  yang  berpengetahuan  luas  dan  berpikiran
cemerlang mengerti bahwa sekte ini mengajarkan ajaran bohong
dan  sesat, ia pun segera berlepas tangan dari kesesatan dan
kebid'ahan mereka, serta pengkultusan-pengkultusan  pengikut
aliran  ini  terhadap  dirinya. Mereka beranggapan bahwa dia
memiliki         berbagai         keluarbiasaan         atau
al-Makhariqul-Mumawwahah  yakni  keluarbiasaan  yang  mereka
buat-buat untuk Muhammad ibn al-Hanafiyyah.22
 
Sesudah ia wafat, jabatan imam beralih kepada puteranya, Abu
Hasyim,  kemudian lahirlah subsekte baru yang dikenal dengan
al-Hasyimiyyah. Setelah Abu  H-asyim  wafat  timbul  masalah
siapa   pemegang   jabatan   imam  sesudahnya.  Jabatan  ini
tampaknya menjadi rebutan  diantara  kelompok-kelompok  yang
berambisi,  sehingga  timbul  pendapat  yang  kontroversial.
Dalam  hubungan  ini   asy-Syahrastani   menjelaskan   bahwa
kelompok yang berselisih itu ada yang mengatakan, sebenarnya
Abu Hasyim telah mewasiatkan keimanan  itu  kepada  Muhammad
ibn  'Ali  ibn  'Abdullah  ibn  'Abbas, saat ia hendak wafat
dalam perjalanan pulang  dari  Syria.  Selanjutnya  penerima
wasiat  ini  terus  mewasiatkan  keimaman  ini  kepada  anak
keturunannya, sehingga jadilah  kekhilafahan  itu  jatuh  ke
tangan  Bani  'Abbas. Kelompok lain mengatakan bahwa jabatan
imam itu jatuh pada kemenakan Abu Hasyim, Hasan ibn 'Ali ibn
Muhammad   al-Hanafiyyah.   Akan   tetapi,   ada  pula  yang
mengatakan, keimaman  itu  dilimpahkan  kepada  saudara  Abu
Hasyim  sendiri  yaitu 'Ali, baru kemudian, 'Ali mewasiatkan
pada puteranya, Hasan. Adapun kelompok terakhir  mengatakan,
bahwa  keimaman  itu  telah lepas dari Abu Hasyim, karena ia
telah  mewasiatkannya  kepada  'Abdullah  al-Kindi,23   oleh
karenanya   menurut  golongan  ini,  ruh  Abu  Hasyim  telah
berpindah  ke  dalam  diri  'Abdull-ah  al-Kindi,   sehingga
berkembanglah paham Reinkarnasi di kalangan pengikutnya.
 
                                            (bersambung 5/8)
 
-------------------------------------------------
Faham Mahdi Syi'ah dan Ahmadiyah dalam Perspektif
Drs. Muslih Fathoni, M.A.
Edisi 1 Cetakan 1 (1994)
PT. RajaGrafindo Persada
Jln. Pelepah Hijau IV TN.I No.14-15
Telp. (021) 4520951 Kelapa Gading Permai
Jakarta Utara 14240

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team