Faham Mahdi Syi'ah dan
Ahmadiyah dalam Perspektif

oleh Drs. Muslih Fathoni, M.A.

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 
PAHAM KEWAHYUAN MAHDI SYI'AH DAN AHMADIYAH             (1/4)
oleh Drs. Muslih Fathoni, M.A.
 
Pada dasarnya spiritual manusia  menghendaki  petunjuk  yang
dapat memenuhi tuntutan batiniahnya. Tuntutan tersebut tidak
lain adalah berupa ide-ide eskatologis  yang  transendental,
yang  tidak  mungkin  dipecahkan  secara  rasional. Tentunya
pemecahan kebutuhan tersebut haruslah melalui  berita-berita
langit  yang  dikenal sebagai wahyu. Dalam kaitan ini, G. G.
Anawati, seorang spesialis terkenal dalam  bidang  pemikiran
Islam, dari Kairo menjelaskan:
 
Pada  hakikatnya agama itu terdiri dari wahyu dan tafsirnya.
Wahyu adalah pasti dan tetap, karena ia merupakan pernyataan
kehendak  Ilahi  yang mengandung kebenaran mutlak. Sedangkan
tafsir yang  merupakan  tanggapan  nurani  manusia  terhadap
wahyu. Berabad-abad wahyu bertahan tanpa mengalami perubahan
sedikit pun, sedangkan tafsir dalam perjalanan  masa  sering
mendapat  tekanan baik dari luar maupun dari dalam, dan pada
setiap tahapan sejarah memberikan cirinya pada masyarakat.1
 
Dalam al-Quran, memang banyak digunakan kata  "wahyu"  dalam
bentuk  kata  benda  atau  dalam  bentuk  kata  kerja  untuk
berbagai pernyataan. Apabila  term  wahyu  ini  dikembalikan
kepada  pengertian teologi Islam, tentunya dapat diambil dua
pengertian dasar  yaitu:  Wahyu  Syari'ah  dan  wahyu  bukan
Syari'ah atau identik dengan istilah ilham. Pengertian wahyu
yang kedua inilah sering oleh sementara kelompok dalam Islam
menganggapnya  sebagai  wahyu  yang  masih tetap akan turun,
walau sepeninggal Nabi  Muhammad.  Anggapan  tersebut  tidak
hanya  sampai di situ saja, akan tetapi, mereka memfungsikan
ilham tersebut dan meyakininya sebagai wahyu Syari'ah.
 
A. AL-QURAN DAN PAHAM KEWAHYUAN UMMAT ISLAM
 
Mayoritas ummat Islam  sepakat  bahwa  wahyu  Syari'ah  yang
diturunkan oleh Tuhan hanya untuk para rasul, agar diajarkan
kepada ummat mereka  masing-masing.  Apabila  kerasulan  itu
sudah  diakhiri  dengan  kerasulan  Nabi Muhammad SAW., maka
tentunya setiap Muslim harus yakin bahwa wahyu Syari'ah  itu
tidak  akan  turun  lagi.  Dan yang bisa berkembang bukanlah
wahyu itu, tetapi interpretasi atau  tafsirnya,  wahyu  yang
masih    bersifat   global   itu   perlu   ditafsirkan   dan
diaktualisasikan penafsirannya sesuai  dengan  tuntutan  dan
perkembangan zaman.
 
Mengenai  al-Quran,  ummat  Islam  pada  prinsipnya menerima
Kitab Suci tersebut  untuk  dijadikan  pedoman  dan  rujukan
dalam  pelbagai persoalan keagamaan dan ilmu pengetahuan dan
disamping itu,  ia  diyakini  sebagai  yang  memiliki  nilai
kebenaran  normatif  mutlak, sedangkan hadis Nabi, menduduki
ranking  kedua  sesudah  al-Quran.   Golongan   Sunni   yang
merupakan  mayoritas  ummat  Islam, telah menerima konsensus
para sahabat di zaman Khalifah Usman,  yang  telah  berhasil
mendewakan  kembali  al-Quran dalam bentuk yang seragam yang
dikenal  dengan  Mushaf  al-Quran.  Mushaf  ini,   dijadikan
standar  bagi  penulisan al-Quran selanjutnya, sesudah ummat
Islam dihadapkan pada  tantangan  besar  yang  akan  membawa
mereka  pada  perpecahan karena persengketaan mengenai Kitab
Sucinya,  sebagai  yang  dialami  oleh  ummat-ummat  sebelum
Islam.
 
Barangkali  perlu  dipahami,  bahwa  sebelum pekerjaan besar
tersebut dimulai oleh Khalifah  'Usman,  pada  umumnya  para
sahabat   Nabi  telah  memiliki  mushaf  yang  mereka  tulis
sendiri.  Kadang-kadang  pada  mushaf  mereka   itu   banyak
dijumpai kalimat dalam ayat-ayat tertentu terdapat perbedaan
antara satu dengan lainnya.  Seperti  mushaf  'Ali  ibn  Abi
Talib,  mushaf  Ibn  Mas'ud,  mushaf  Ibn  'Abbas,  dan lain
sebagainya. Dr.  Subhi  Salih  menjelaskan  dalam  kitabnya,
Mabahis  fi  'Ulumil-Quran,  bahwa  Ibn  Mas'ud adalah salah
seorang  sahabat   yang   paling   segan   membakar   mushaf
pribadinya,  sesudah  Mushaf 'Usmani diterima sebagai mushaf
standar oleh ummat Islam saat itu, sampai Allah mengilhamkan
kepadanya   untuk   kembali   kepada  pendapat  'Usman  yang
hakikatnya merupakan pendapat ummat, di mana Mushaf  standar
tersebut,  ditulis  oleh sebuah team ahli yang ditunjuk oleh
Khalifah  dapat  memperkokoh   persatuan   dan   melenyapkan
sebab-sebab  perselisihan.2  Untuk itu, terlebih dahulu akan
dibahas mengenai:
 
1. AL-QURAN SEBAGAI MUJIZAT NABI MUHAMMAD
 
Al-Quran sebagai firman atau wahyu  Allah,  yang  diturunkan
kepada  Nabi  Muhammad  dengan  perantaraan Malaikat Jibril.
Kata "wahyu" adalah kata benda,  dan  bentuk  kata  kerjanya
adalah  auha-yuhi,  arti  kata  wahyu  adalah  pemberitahuan
secara tersembunyi dan cepat.3 Selanjutnya dijelaskan  bahwa
pengertian   wahyu   sebagai  ilham,  banyak  dipakai  dalam
al-Qur-an dengan berbagai ungkapan seperti contoh-contoh  di
bawah ini:
 
a. Kata "wahyu" dapat bermakna ilham secara fitri atau
   kodrati, sebagaimana Allah mengilhamkan kepada Nabi Musa
   a.s., sebagaimana juga Allah mengilhamkan kepada kaum
   Hawari, lihat S. al-Qasas: 7; dan S. Al-Ma'idah: 111.
   
b. Kata "wahyu" bermakna ilham yang bersifat instinktif
   untuk binatang, sebagaimana Allah mengilhamkan kepada
   sejenis lebah, lihat S. an-Nahl: 68.
   
c. Juga bisa bermakna perintah Allah kepada Malaikat Jibril,
   untuk mengerjakan perintah itu dengan cepat seperti dalam
   firman-Nya S. al-Anfal: 12, dan S. an-Najm: 10.
   
d. Arti wahyu bisa berupa isyarat cepat atau dengan jalan
   memberi tanda disertai dengan isyarat seperti apa yang
   dilakukan oleh Nabi Zakariyya kepada kaumnya, lihat S.
   Maryam: 11.
   
e. Bisa berarti pula ilham syaitan yang berupa perintah
   melakukan tipu daya, atau untuk melakukan sesuatu perbuatan
   yang bertentangan dengan kehendak Allah atau agama, seperti
   dalam firman Allah S. al-An'am: 112, 121.4
 
Demikian arti kata wahyu yang  dipergunakan  dalam  berbagai
risalah yang berupa syari'at, seperti yang biasa kita pahami
selama ini, juga memiliki arti yang  lain  sebagaimana  yang
dijelaskan  diatas.  Dalam  hubungan  ini,  Muhammad  'Abduh
berpendapat  bahwa  pengertian  wahyu  dalam  istilah  mesti
berbeda  dengan  ilham.  Wahyu,  demikian  Muhammad  'Abduh,
adalah pengetahuan yang  diperoleh  seseorang  dari  hadapan
Allah, baik dengan perantara maupun tidak, baik dengan suara
atau tidak, tetapi ia yakin bahwa ia (wahyu) itu datang dari
Allah.  Berbeda  dengan  ilham, yaitu perasaan yang diyakini
oleh jiwa yang menggerakkannya kepada sesuatu  yang  dicari,
tanpa  disadari  dari  mana  datangnya.5  Tentunya  Muhammad
'Abduh, sepaham dengan golongan Sunni, bahwa  wahyu  sebagai
yang  dimaksudkan diatas, tidak akan turun lagi sesudah Nabi
Muhammad wafat.
 
Penjelasan diatas, secara  tegas  menunjukkan  kepada  kita,
bahwa  pengertian wahyu haruslah dibedakan dengan pengertian
ilham, demikian umumnya paham  kewahyuan  kaum  Sunni.  Bagi
mereka,  wahyu  itu,  hanya untuk para nabi dan rasul Allah,
dan tidak mungkin lagi  turun  sesudah  Rasulullah  Muhammad
SAW.  Dan  untuk  manusia  biasa, hanyalah diberi ilham atau
kasysyaf dalam teori kaum Sufi,  dimana  seseorang,  apabila
dia  telah  mencapai kebersihan jiwa, maka dia dapat melihat
apa yang tak terlihat oleh  orang  biasa.  Oleh  sebab  itu,
kiranya  dapat  disimpulkan bahwa ilham atau kasysyaf, tidak
sampai ke derajat wahyu atau  ke  tingkat  kenabian.  Dengan
demikian, untuk memahami al-Quran guna memimpin ummat, tidak
diperlukan  lagi  wahyu   sebagaimana   paham   Syi'ah   dan
Ahmadiyah. Sebab Allah telah menegaskan dalam firman-Nya, S.
al-Qiyamah:   19.   "Kemudian   menjadi    kewajiban    Kami
(menerangkan)  penjelasannya."  Maksudnya, jika al-Quran itu
dibaca dengan sungguh-sungguh dan direnungkan maknanya, maka
Allah  akan  mengilhamkan  maksud  ayat  yang dibacanya itu,
sekiranya Allah menghendakinya.
 
Adapun  kemukjizatan  al-Quran,  para  ahli  teologi   Islam
sepakat bahwa al-Quran adalah merupakan mukjizat yang paling
besar dan abadi  bagi  Nabi  Muhammad  SAW.  Sebab  terbukti
sampai  hari  ini  belum ada seorang pun yang mampu menjawab
tantangan al-Quran  baik  secara  keseluruhan  maupun  hanya
sepuluh  surah,  bahkan  diturunkan menjadi satu surah saja.
Dengan demikian,  kenyataan  seperti  itu  membuktikan  akan
kebenaran risalah dan pengakuan Nabi Muhammad sebagai utusan
Allah.
 
Memang al-Quran disamping susunan ayat-ayatnya yang  puitis,
gaya  bahasa  dan paramasastranya yang tinggi, juga ungkapan
kalimatnya yang padat dan berisi yang mengungkapkan berbagai
informasi  bagi  ketentuan-ketentuan Allah yang berlaku atas
semua  ciptaan-Nya.  Kenyataan  yang  demikian  ini,   tidak
mungkin  bisa dicipta oleh manusia yang ummi (tidak mengenal
tulis-baca) sebagai yang dialami oleh Rasulullah.
 
Dalam kaitan  kemukjizatan  ini,  an-Nazzam,  seorang  tokoh
Muktazilah, sebagaimana pula halnya al-Murtada dari golongan
Syi'ah sependapat, bahwa kemukjizatan  al-Quran  itu  adalah
bis-Sarfah.  Arti  sarfah  disini  menurut  an-Nazzam  yaitu
Allahtelah  memalingkan  orang-orang  Arab  untuk  menentang
al-Quran sekalipun mereka mampu melakukannya. Dan sarfah ini
terjadi  secara  luar  biasa.  Akan  tetapi,  sarfah   dalam
pengertian    al-Murtada   adalah   Allah   telah   mencabut
pengetahuan   mereka   untuk   menentang   al-Quran   dengan
mendatangkan al-Quran tandingan.6 Tampaknya pendapat diatas,
oleh  sementara  pakar  Muslim  ditolak,  sedangkan  argumen
sarfah  tersebut  tertolak  pula  oleh pemyataan al-Quran S.
al-Isra': 88, yaitu bahwa yang ditentang  itu  adalah  untuk
mencipta  karya  semisal  al-Quran,  tidak hanya pada bangsa
manusia saja, tetapi juga dari bangsa jin, sekalipun  mereka
harus bekerja sama dalam menjawab tantangan itu.
 
                                            (bersambung 2/4)
 
-------------------------------------------------
Faham Mahdi Syi'ah dan Ahmadiyah dalam Perspektif
Drs. Muslih Fathoni, M.A.
Edisi 1 Cetakan 1 (1994)
PT. RajaGrafindo Persada
Jln. Pelepah Hijau IV TN.I No.14-15
Telp. (021) 4520951 Kelapa Gading Permai
Jakarta Utara 14240

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team