Jurnal Pemikiran Islam

PARAMADINA

Indeks Islam | Indeks Paramadina | Indeks Artikel | Tentang Yayasan
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

V. Perspektif Jender Dalam Islam (1/4)

oleh Nasaruddin Umar
Dosen IAIN Jakarta
Redaktur Pelaksana Jurnal Pemikiran Islam Paramadina

A. Pendahuluan

Isu jender akhir-akhir ini semakin ramai dibicarakan, walaupun jender itu sendiri tidak jarang diartikan secara keliru. Jender adalah suatu istilah yang relatif masih baru. Menurut Shorwalter, wacana jender mulai ramai dibicarakan pada awal tahun 1977, ketika sekelompok feminis di London tidak lagi memakai isu-isu lama seperti patriarchal atau sexist, tetapi menggantinya dengan isu Jender (gender discourse).99 Sebelumnya istilah sex dan gender digunakan secara rancu.

Dimensi teologi jender masih belum banyak dibicarakan, padahal persepsi masyarakat terhadap jender banyak bersumber dari tradisi keagamaan. Ketimpangan peran sosial berdasarkan jender (gender inequality) dianggap sebagai divine creation, segalanya bersumber dari Tuhan. Berbeda dengan persepsi para feminis yang menganggap ketimpangan itu semata-mata sebagai konstruksi masyarakat (social construction).

Menurut penelitian para antropolog, masyarakat pra-primitif, yang biasa juga disebut dengan masyarakat liar (savage society) sekitar sejuta tahun lalu, menganut pola keibuan (maternal system). Perempuan lebih dominan dari pada laki-laki di dalam pembentukan suku dan ikatan kekeluargaan. Pada masa ini terjadi keadilan sosial dan kesetaraan jender.100

Proses peralihan masyarakat dari matriarchal dan ke patriarchal family telah dijelaskan oleh beberapa teori. Satu di antara teori itu ialah teori Marxis yang dilanjutkan oleh Engels yang mengemukakan bahwa perkembangan masyarakat yang beralih dari collective production ke private property dan sistem exchange yang semakin berkembang, menyebabkan perempuan tergeser, karena fungsi reproduksi perempuan diperhadapkan dengan faktor produksi.101

Ada suatu pendekatan lain yang menganggap agama, khususnya agama-agama Ibrahimiah (Abrahamic religions) sebagai salah satu faktor menancapnya faham patriarki di dalam masyarakat, karena agama-agama itu memberikan justifikasi terhadap faham patriarki. Lebih dari itu, agama Yahudi dan Kristen dianggap mentolerir faham misogyny, suatu faham yang menganggap perempuan sebagai sumber malapetaka, bermula ketika Adam jatuh dari sorga karena rayuan Hawa. Pendapat lain mengatakan bahwa peralihan masyarakat matriarki ke masyarakat patriarki erat kaitannya dengan proses peralihan The Mother God ke The Father God di dalam mitologi Yunani.

Kajian-kajian tentang jender memang tidak bisa dilepaskan dari kajian teologis. Hampir semua agama mempunyai perlakuan-perlakuan khusus terhadap kaum perempuan. Posisi perempuan di dalam beberapa agama dan kepercayaan ditempatkan sebagai the second sex, dan kalau agama mempersepsikan sesuatu biasanya dianggap sebagai "as it should be" (keadaan sebenarnya), bukannya "as it is" (apa adanya).

Ketimpangan peran sosial berdasarkan jender masih tetap dipertahankan dengan dalih doktrin agama. Agama dilibatkan untuk melestarikan kondisi di mana kaum perempuan tidak menganggap dirinya sejajar dengan laki-laki. Tidak mustahil di balik "kesadaran" teologis ini terjadi manipulasi antropologis bertujuan untuk memapankan struktur patriarki, yang secara umum merugikan kaum perempuan dan hanya menguntungkan kelas-kelas tertentu dalam masyarakat.

Pandangan di sekitar teologi jender berkisar pada tiga hal pokok: pertama, asal-usul kejadian laki-laki dan perempuan, kedua, fungsi keberadaan laki-laki dan perempuan, ketiga, persoalan perempuan dan dosa warisan. Ketiga hal ini memang dibahas secara panjang lebar dalam Kitab Suci beberapa agama. Mitos-mitos tentang asal-usul kejadian perempuan yang berkembang dalam sejarah umat manusia sejalan dengan apa yang tertera di dalam Kitab Suci tersebut. Mungkin itulah sebabnya kaum perempuan kebanyakan menerima kenyataan dirinya sebagai given dari Tuhan. Bahkan tidak sedikit dari mereka merasa happy jika mengabdi sepenuhnya tanpa reserve kepada suami.

Tidaklah heran jika para feminis --sebagaimana dapat dilihat dalam buku-buku yang bercorak feminis-- memulai pembahasan dan kajiannya dengan menyorot aspek-aspek teologi, seperti cerita tentang tulang rusuk, perempuan sebagai helper Adam, dan pelanggaran Hawa dihubungkan dengan dosa warisan (original sin).

1. Pengertian Gender

Kata gender berasal dari bahasa Inggris berarti "jenis kelamin".102 Dalam Webster's New World Dictionary, gender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku.103

Di dalam Women's Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.104

Hilary M. Lips dalam bukunya yang terkenal Sex & Gender: an Introduction mengartikan gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan (cultural expectations for women and men).105 Pendapat ini sejalan dengan pendapat kaum feminis, seperti Lindsey yang menganggap semua ketetapan masyarakat perihal penentuan seseorang sebagai laki-laki atau perempuan adalah termasuk bidang kajian gender (What a given society defines as masculine or feminin is a component of gender).106

H. T. Wilson dalam Sex and Gender mengartikan gender sebagai suatu dasar untuk menentukan pengaruh faktor budaya dan kehidupan kolektif dalam membedakan laki-laki dan perempuan.107 Agak sejalan dengan pendapat yang dikutip Showalter yang mengartikan gender lebih dari sekedar pembedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari konstruksi sosial budaya, tetapi menekankan gender sebagai konsep analisa dalam mana kita dapat menggunakannya untuk menjelaskan sesuatu (Gender is an analityc concept whose meanings we work to elucidate, and a subject matter we proceed to study as we try to define it).108

Kata gender belum masuk dalam perbendaharaan Kamus Besar Bahasa Indonesia, tetapi istilah tersebut sudah lazim digunakan, khususnya di Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita dengan istilah "jender". Jender diartikan sebagai "interpretasi mental dan kultural terhadap perbedaan kelamin yakni laki-laki dan perempuan. Jender biasanya dipergunakan untuk menunjukkan pembagian kerja yang dianggap tepat bagi laki-laki dan perempuan".109

Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi pengaruh sosial budaya. Gender dalam arti ini adalah suatu bentuk rekayasa masyarakat (social constructions), bukannya sesuatu yang bersifat kodrati.

2. Perbedaan Sex dengan Gender

Kalau gender secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi sosial budaya, maka sex secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi biologi.

Istilah sex (dalam kamus bahasa Indonesia juga berarti "jenis kelamin") lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek biologi seseorang, meliputi perbedaan komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi, dan karakteristik biologis lainnya. Sedangkan gender lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek sosial, budaya, psikologis, dan aspek-aspek non biologis lainnya.

Studi gender lebih menekankan pada aspek maskulinitas (masculinity) atau feminitas (femininity) seseorang. Berbeda dengan studi sex yang lebih menekankan kepada aspek anatomi biologi dan komposisi kimia dalam tubuh laki-laki (maleness) dan perempuan (femaleness). Proses pertumbuhan anak (child) menjadi seorang laki-laki (being a man) atau menjadi seorang perempuan (being a woman), lebih banyak digunakan istilah gender dari pada istilah sex. Istilah sex umumnya digunakan untuk merujuk kepada persoalan reproduksi dan aktivitas seksual (love-making activities), selebihnya digunakan istilah gender.

B. Pangkal Stereotip Jender: Asal-usul Kejadian Manusia

Hampir semua agama dan kepercayaan membedakan asal-usul kejadian laki-laki dan perempuan. Agama-agama yang termasuk di dalam kelompok Abrahamic religions, yaitu Agama Yahudi, Agama Kristen, dan Agama Islam menyatakan bahwa laki-laki (Adam) diciptakan lebih awal dari pada perempuan. Di Dalam Bibel ditegaskan bahwa perempuan (Hawwa/Eva)110 diciptakan dari tulang rusuk Adam,111 seperti dapat dilihat pada Kitab Kejadian (Genesis) 1:26-27, 2:18-24, Tradisi Imamat 2:7, 5:1-2. Tradisi Yahwis 2:18-24. Di antaranya yang paling jelas ialah Kitab Kejadian 2:21-23:

"21 Lalu Tuhan Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika tidur, Tuhan Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. 22 Dan dari rusuk yang diambil Tuhan Allah dari manusia itu, dibangunNyalah seorang perempuan, lalu dibawaNya kepada manusia itu".112

Berbeda dengan Bibel, al-Qur'an menerangkan asal-usul kejadian tersebut di dalam satu ayat pendek (Q., s. al-Nisa'/4: 1) sebagaimana akan diuraikan lebih lanjut. Cerita tentang asal-usul kejadian itu hanya ditemukan di dalam beberapa hadits.

Keterangan dari Bibel dan hadits-hadits mengilhami para exegesist, mufassir, penyair, dan novelis menerbitkan berbagai karya. Karya-karya tersebut dapat mengalihkan pandangan bahwa seolah-olah manusia, terutama laki-laki, secara biologis adalah makhluk supernatural, terlepas sama sekali dengan makhluk biologis lainnya, seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan. Tidak heran kalau Darwin dengan teori evolusinya dianggap "murtad" di kalangan kaum agamawan, karena mengembangkan faham yang bertentangan dengan teks Kitab Suci.

1. Hawa dan Lillith

Ada informasi menarik dalam literatur Yahudi bahwa Hawwa (Eva) adalah pasangan kedua (the second wive). Pasangan pertama Adam ialah Lillith.113 Ia diciptakan dari tanah bersama-sama dengan Adam dalam waktu bersamaan. Lillith tidak mau menjadi pelayan (helper) Adam lalu ia meninggalkan Adam. Adam kemudian merasa sepi di sorga lalu Tuhan menciptakan pasangan barunya, Hawa dari tulang rusuknya sebagai pelayan baru (the new helper).114

Makhluk misterius Lillith juga dihubungkan dengan salah satu pasal dalam Kitab Perjanjian Lama (Issalah/34:14).115

Dalam literatur klasik Islam, Lillith atau nama-nama lainnya tidak pernah dikenal. Dalam hadits hanya dikenal nama Hawa sebagai satu-satunya isteri Adam. Dari pasangan Adam dan Hawa lahir beberapa putra-putri yang kemudian dikawinkan secara silang. Dari pasangan-pasangan baru inilah populasi manusia menjadi berkembang.

Dalam al-Qur'an memang diisyaratkan kemungkinan adanya makhluk sebangsa manusia pra Adam, sebagaimana yang akan diuraikan nanti, tetapi makhluk itu tidak dihubungkan dengan pribadi Adam, melainkan Adam sebagai species manusia. Lagi pula, kalau makhluk yang bernama Lillith itu diciptakan untuk menjadi pelayan Adam lalu menolak untuk menjalankan tugasnya, berarti ada makhluk pembangkang lain selain Iblis. Padahal dikenal sebagai pembangkang selama ini hanya Iblis.

(sesudah)


Jurnal Pemikiran Islam PARAMADINA
Penerbit Yayasan Paramadina
Jln. Metro Pondok Indah
Pondok Indah Plaza I Kav. UA 20-21
Jakarta Selatan
Telp. (021) 7501969, 7501983, 7507173
Fax. (021) 7507174

Indeks Islam | Indeks Paramadina | Indeks Artikel | Tentang Yayasan
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team