Artikel Yayasan Paramadina

Indeks Islam | Indeks Paramadina | Indeks Artikel | Tentang Yayasan
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

VI.50. HAK MILIK DAN KETIMPANGAN SOSIAL                  (8/8)
       Telaah Sejarah dan Kerasulan
 
Oleh Masdar F. Mas'udi
 
12) Paul Johnson, sejarawan Inggris yang menulis Modern
    Time; A History from 1920 to the 1980s dengan gigih
    mencoba meyakinkan kita semua bahwa kapitalisme pun bisa
    menjadi kekuatan moral. Katanya, orang bisa saja beriman
    dan menjadi kapitalis sekaligus. Tapi, anehnya, pada
    saat yang sama, ia pun menegaskan bahwa tenaga dinamis
    paling utama dari kapitalisme tetaplah yang namanya
    ketamakan, nafsu mengumpul kekayaan materi
    sebanyak-banyaknya. (Lihat Kapitalisme sebagai Kekuatan
    Moral, dalam Titian, United States Information Service,
    No. 3/1990).
 
13) Dr. Abdulmun'im an-Namry, Al-Ijtihad, Kairo, 1987,
    hal. 98. Sahabat Ali, khalifat Rasul IV, dikutip sebagai
    mengatakan: 'Ajibtu liman la yajidu 'l-quta fi baitih,
    kaifa la yakh ruj 'ala 'l-nas-i syahir-an saifah - Saya
    heran kepada orang yang tidak punya sesuatu untuk
    diutamakan tapi tidak mau keluar menggertak orang-orang
    (yang punya kelebihan) sambil menghunuskan pedangnya."
    Dalam suatu riwayat Nabi pernah mengatakan: Barang siapa
    punya harta lebih hendaklah mengembalikannya kepada
    orang lain yang tuna rumah; barang siapa yang memiliki
    kendaraan lebih hendaklah mengembalikannya kepada orang
    lain yang tidak punya kendaraan (Dikutip dari
    al-'Uqubat-u 'l-Syar'tiyyah oleh DR. Sadek al-Mardi,
    1983).
    
14) Dialog Iblis dengan Tuhan ini dapat dibaca, antara
    lain, dalam surat Shad ayat 71 s/d 85. Dialog itu
    berakhir keputusan Tuhan untuk menggiring Iblis dan
    segenap pengikutnya ke dalam neraka jahanam, nanti. Yang
    menarik, bahwa murka Tuhan kepada Iblis menjadi begitu
    memuncak bukan setelah Iblis menyatakan penolakannya
    untuk sujud kepada Adam, sebagaimana Dia perintahkan,
    melainkan justru setelah Iblis menyatakan pandangannya
    tentan g manusia yang materialistis itu. Perhatikan
    dialog berikut:
    
    - Apa yang  menyebabkan  kamu  tidak  bersujud  kepada Adam,
    makhluk yang Aku ciptakan dengan tanganKu  sendiri,
    tanya Tuhan. Apakah kamu menyombongkan diri, atau merasa
    lebih tinggi?
    
    + Aku lebih baik daripada Adam, jawab Iblis. Engkau
    ciptakan aku dari api, sedang Engkau ciptakan Adam dari
    tanah.
    
    Mendengar jawaban Iblis itu, Tuhan segera berfirman:
    Keluarlah kamu, dari sorga ini, sebagai makhluk
    terkutuk.
    
15) Dalam surat al-Baqarah ayat 196 Allah berfirman:
    "anfiqu fi sabil-i 'l-Lah-i wala tulqu bi-aidikum ila
    'l-tahlukah, wa ahsinu, inna 'l-Lah-a yuhibb-u
    'l-muhsinin - Dermakanlah hartamu di jalan Allah, tapi
    jangan sengsarakan dirimu (dengan berpantang materi yang
    menjadi haknya, seperti makan, minum dan sebagainya).
    Tegakkanlah kebajikan (untuk dirimu sendiri dan orang
    lain). Sungguh Allah sangat mencintai orang-orang yang
    berbuat kebajikan.
    
16) Selama ini orang cenderung mempertentangkan secara
    dikotomis antara kepentingan pribadi dan kepentingan
    umum. Sebagian orang berpendapat bahwa kepentingan
    pribadi berada di atas kepentingan umum; sementara
    sebagian yang lain berpendapat sebaliknya, kepentingan
    umum berada di atas kepentingan pribadi. Dikotomi yang
    simplistis ini sangat tidak memadai. Menurut hemat saya,
    sejauh kepentingan pribadi itu bersifat dasariyah,
    menyangkut apa yang disepakati sebagai hak asasi,
    kepentingan umum berada di bawahnya. Bahkan secara
    moral, keabsahan lembaga kepentingan umum (termasuk
    negara) justru ditentukan oleh sejauh mana ia dapat
    melindungi dan menjamin terpenuhinya hak-hak dasar
    individu yang jadi pendukunguya. Baru untuk kepentingan
    individu yang bukan dasariyah, yang tidak menyangkut
    kelangsungan eksistensi dan pertumbuhannya secara wajar
    baik fisikal maupun mental, kepentingan umum boleh
    diletakkan di atas kepentingan pribadi tadi.
    
    Dengan prinsip ini, aksi penggusuran tanah atau rumah
    rakyat yang sering terjadi dalam era pembangunan,
    diletakkan pada proporsinya. Jika yang menggusur itu
    orang/pihak lain yang tidak punya klaim kemaslahatan
    umum, secara mutlak pemilik berhak untuk menolaknya.
    Sekalipun kepadanya dijanjikan ganti rugi yang
    sebesar-besarnya. Akan tetapi jika melakukan penggusuran
    itu pemerintah atas nama kepentingan umum, yang bisa
    dibuktikan kebenarannya dan tidak ada jalan lain yang
    tersedia, maka seyogyanyalah kepentingan umum yang
    dimenangkan. Dengan syarat, hak si tergusur untuk
    memperoleh ganti rugi, minimal sepadan dengan nilai
    (ekonomis dan sosio-psikologis) diri, milik yang
    tergusur, dijamin sekuat-kuatnya. Tanpa jaminan ganti
    rugi yang demikian, negara sekalipun, tidak berhak
    memaksakan kehendaknya.
    
17) Di kalangan pemikir muslim lebih dari 10 abad yang
    lalu, hak-hak dasar manusia dirumuskan ke dalam lima
    hal: i) hak untuk hidup, ii) hak berkeyakinan, iii) hak
    berpikir berpendapat, iv) hak pemilikan materi, v) hak
    berketurunan. Imam al-Ghazali menambahkan satu lagi, hak
    untuk tidak dirusak kehormatannya. Baca: Syathibiy,
    al-Muwafaqat, Mesir, juz I, hal. 14; Dr. Sa'id Ramadhan,
    Dlawabithul Mashlahah, Damaskus, hal. 199.
    
18) Dalam surat al-An'am ayat 70 Allah berfirman, yang
    artinya: "Tinggalkanlah orang-orang yang mempermainkan
    agama dan tertipu oleh kehidupan dunia." Kata-kata dunya
    disebut lebih dari 100 kali dalam Al-Qur'an, hampir
    kesemuanya dalam kontek mengecam, minimal melecehkan,
    orang yang menganggap kenikmatan dan prestasi duniawi
    sebagai kenikmatan dan prestasi sejati. Dan semakna
    dengan kata-kata dunya, kata-kata mal atau amwal
    terdapat dalam al-Qur'an sekitar 78 kali. Hanya dengan
    kata-kata mal/amwal, al-Qur'an lebih banyak memberikan
    peringatan (warning) di satu pihak dan dorongan kekayaan
    di lain pihak. Peringatan agar manusia tidak sampai
    tertipu dengan memandang kekayaan materi di akhirat.
    Caranya, seperti ditunjukkan Tuhan dalam surat as-Shaff,
    10, 11: "Wahai orang-orang yang beriman, maukah Aku
    tunjukkan kamu suatu perdagangan yang dapat
    menyelamatkan dirimu dari siksaan nan pedih? Berimanlah
    kepada Allah, utusan-Nya, dan berjuanglah di Jalan
    Kebaikan dengan harta dan potensi pribadimu. Itulah yang
    lebih baik bagimu, sekiranya engkau tahu." Perihal harta
    yang ditaklukkan untuk jalan kebaikan karena Allah,
    dinyatakan dalam al-Baqarah, ayat 261, "... ibarat
    sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, di dalam
    setiap tangkai terdapat seratus biji. Allah menggandakan
    pahala bagi siapa saja yang menghendaki. Dan Allah maha
    luas (karunia-Nya) lagi maha tahu."
    
19) Perlu dipertanyakan motivasi orang-orang yang
    mempopulerkan hadits dla'if yang berbunyi, "Kada
    'l-faqru an yakuna kufra- Nyaris kefakiran itu menjelma
    menjadi kekufuran." Bahwa kefakiran itu perlu diatasi,
    karena akibatnya pada mentalitas yang buruk, memang
    benar. Tapi bukan kemudian lari pada pola kehidupan yang
    rakus dan penuh kemewahan. Kecurigaan saya, pandangan
    yang bias kekayaan ini sengaja dipompakan secara timpang
    oleh kalangan muslim kapitalis dan borjuis untuk
    menjustifikasi nafsu duniawiyahnya karena silau dengan
    kehidupan masyarakat Barat, idola mereka, yang
    berkelimpahan. Dalam pandangan Islam, tingkat kehidupan
    (ekonomi) yang digarisbawahi memang bukan kefakiran yang
    serba kekurangan, tapi samasekali juga bukan kekayaan
    yang serba berkelimpahan. Yang digarisbawahi itu
    kesahajaan antara keduanya.
    
20) Dalam konteks kehidupan umat manusia yang semakin
    menjadi satu keluarga, di mana planet bumi sudah bisa
    dijelajah dalam tempo 24 jam dan apa yang terjadi di
    pelosok bumi Barat dapat diketahui oleh manusia di
    pelosok bumi Timur pada hari yang sama, maka term
    "tetangga" yang dipakai Nabi dalam hadits ini tentunya
    ikut mengalami perubahan. Tidak lagi semata mata
    terbatas pada orang atau keluarga yang tinggal di
    samping kita.
    
21) Di sini saya ingin keluar dari perdebatan antara
    Muktazilah yang mengatakan bahwa keberadaan negara
    (imamah) keadilan sebagai wajib menurut akal ('aql) di
    satu pihak, dan Ahl al-Sunnah yang mengatakan keberadaan
    negara (imamah) keadilan sebagai wajib menurut ajaran
    agama (syar'iy), di pihak lain. Kalau saja masing-masing
    kubu mau memperjelas lebih dahulu bahwa yang dimaksud
    dengan pertimbangan akal adalah "logika", penalaran
    sehat, dan syara' adalah kemestian moral, niscaya debat
    mereka tidak perlu berkepanjangan. Dalam pengertian
    seperti itu, pendirian Ahl al-Sunnah lebih bisa
    dipertanggungjawabkan. Karena, jelas, apa yang
    dibenarkan oleh nalar, logika, memang belum tentu
    dibenarkan oleh pertimbangan moral. Tapi apa yang
    dibenarkan oleh pertimbangan moral (akal budi), mesti
    dibenarkan, sekurangnya tidak dibantah, oleh nalar (akal
    pikiran). Dengan nalar, kita mengatakan 2x2 = 4.
    Sementara, moralitas kita tidak punya kepentingan untuk
    meng-iya-kan atau men-tidak-kannya. Tapi, apabila
    moralitas kita mengatakan keberadaan negara (imamah)
    merupakan prasyarat bagi tegaknya keadilan, dan keadilan
    tentu pertama-tama merupakan tema moral, maka sebenarnya
    nalar pun demikian. Pembenaran moral (di sinilah
    substansi agama berbicara) memang lebih sublim dari
    sekedar pembenaran logika atau nalar.
    
22) Lihat catatan kaki nomor 17
    
23) Apa yang diperlihatkan oleh negara-negara
    kapitalis-imperialis seperti Amerika Serikat, Inggris,
    dan Perancis, merupakan contoh yang baik. Sejak tahun
    1945, sesudah membumi-hanguskan Hiroshima dan Nagasaki
    dan membunuh jutaan manusia yang tak berdosa, AS
    tercatat telah melakukan intervensi militer, secara
    terbuka atau di balik tirai, sekali dalam setiap 18
    bulan. Intervensi itu antara lain ke Iran (1963),
    Guatemala (1954), Libanon (1958), Thailand (1959), Cuba
    (1961), British Guinana (1963), Vietnam Selatan (sejak
    1964), Brazil (1964), Dominika (1965), Cambodia (1968),
    Laos (1968), Chile (1973), Jamaica (1975), Iran (1980),
    Panama, Grenada, Guatemala (1988/1989). Intervensi yang
    dilakukan Inggris: Malaysia (1948), Egypt (1955), Aden
    (1963), Brunei (1966-1978). Intervensi Perancis: Indo
    Cina (1964), Aljazair (1956), dan Senegal, Pantai
    Gading, Mauritania, Afrika Tengah, Chad dan Zaire, mulai
    penjajahan dunia sampai dengan era kemerdekaannya. Dan
    sekarang, 1991, ketiga negara imperialis dunia ini,
    dengan memperalat lembaga PBB, berkomplot untuk
    melumpuhkan kekuatan bangsa dan rakyat negara-negara di
    Timur Tengah, dengan sasaran yang jelas: taklukkan
    rakyatnya dan keruk kekayaan alamnya. (Ted Trainer,
    ibid, hal. 153).
    
    Memang, dengan konstitusinya yang sarat jargon
    kemanusiaan, negara-negara imperialis telah bersikap
    hormat pada rakyatnya sendiri. Tapi, terhadap rakyat
    bangsa di negeri-negeri lain, sikap mereka tetap
    jahiliah adanya. Dengan Amerika sebagai komandannya,
    mereka harus tetap yang terkuat. Kalau perlu, bom atom
    dan senjata nuklir pun bisa digelarkan untuk melindungi
    dominasinya.
    
24) Dan sebenarnya bunga pinjaman yang hanya sebatas
    laju inflasi bukan bunga namanya Karena hal itu sekedar
    dimaksud agar yang memberi pinjaman tidak dirugikan
    orang dan juga tidak merugikan orang, sesuai ayat: Ya
    ayyuha 'l-ladziina amanu ittaqu 'l-Laha wa dzaru ma
    baqiya min al-riba in kun-tum mu'min-in. Fa in-lam
    taf'alu fa-dzanu bi harbin min al-Lahi wa rusulih. Wa in
    tub-tum fa la-kum ru'usu amwalikum, la tadhlimuna wa la
    tudhlamun - Wahai orang-orang yang beriman, takwalah
    kamu kepada Tuhanmu dan tinggalkanlah segala sisa riba
    (yang belum sempat dipungut), apabila kamu benar
    beriman. Jika kamu tetap memungutnya, Allah dan
    rasul-Nya menyatakan perang kepadamu. Tapi jika kamu mau
    bertobat, hakmu untuk memperoleh kembali hartamu secara
    utuh, dijamin. Dengan begitu, kamu tidak berbuat dzalim
    kepada orang lain, juga tidak didzalimi oleh orang lain.
    
25) Beban yang harus ditanggung oleh masyarakat nasabah
    bank, bisa disamaratakan atau dibedakan antara nasabah
    kreditur dengan debitur. Misalnya, jika rata-rata bank
    seperti yang berjalan sekarang ini memerlukan kira-kira
    6% untuk beaya operasionalnya, maka atas debitur bisa 3%
    sedang kreditur 2%; atau menurut peraturan
    perundang-undangan yang berlaku. Dengan mengacu pada
    tingkat inflasi rupiah tahun 1990 yang mencapai angka
    9%, maka disamping debitur wajib mengembalikan
    pinjamamnya plus 'bunga' (baca: "anti inflasi") sehesar
    9%, juga dikenai pungutan beaya operasional bank 3%.
    Sementara itu, pihak kreditur (yang menitipkan uang di
    bank), di samping berhak menerima kembali jumlah rupiah
    yang disimpannya plus 9% "bunga" (baca: "anti inflasi")
    yang diterimanya selama setahun, juga dikenai beaya
    operasional bank sebesar 2%.
 
--------------------------------------------
Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah
Editor: Budhy Munawar-Rachman
Penerbit Yayasan Paramadina
Jln. Metro Pondok Indah
Pondok Indah Plaza I Kav. UA 20-21
Jakarta Selatan
Telp. (021) 7501969, 7501983, 7507173
Fax. (021) 7507174

Indeks Islam | Indeks Paramadina | Indeks Artikel | Tentang Yayasan
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team