Artikel Yayasan Paramadina

Indeks Islam | Indeks Paramadina | Indeks Artikel | Tentang Yayasan
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

II.8. KONSEP-KONSEP HUKUM                                (1/3)
oleh KH. Ali Yafie
 
Hukum  yang  diperkenalkan  al-Qur'an  bukanlah  sesuatu  yang
berdiri  sendiri,  tapi merupakan bagian integral dari akidah.
Akidah  tentang   Allah   yang   menciptakan   alam   semesta,
mengaturnya,  memeliharanya  dan  menjaganya  sehingga  segala
makhluk itu menjalani kehidupannya masing-masing  dengan  baik
dan  melakukan  fungsinya  masing-masing  dengan tertib. Hukum
Allah meliputi segenap makhluk (alam semesta). [1]
 
Melalui suatu pengamatan yang cermat atas segala alam  sekitar
kita, dapat disaksikan betapa teraturnya alam raya ini. Betapa
teraturnya  gerakan   bintang-bintang   pada   garis   edarnya
masing-masing.  Bumi  tempat  kita  hidup  yang  berputar pada
sumbunya dan beredar  pada  orbitnya  di  sekeliling  matahari
dalam  jangka  waktu  tertentu  dan  pasti  menyebabkan  silih
bergantinya siang dan malam  dan  bertukarnya  satu  musim  ke
musim  lain  secara  teratur. Lewat ilmu pengetahuan alam kita
diperkenalkan  dengan  hukum-hukum  fisika  dan  kimia   serta
biologi,  seperti  hukum  proporsi,  hukum  konservasi,  hukum
gerak, hukum gravitasi, hukum relativitas, hukum Pascal,  kode
genetik, hukum reproduksi dan embriologi. Penemuan hukum-hukum
alam (natuurwet) sebagaimana disinggung  di  atas,  memberikan
informasi yang jelas pada kita betapa alam raya ini mulai dari
bagian-bagiannya yang terkecil seperti partikel-partikel dalam
inti  atom  yang  sukar  dibayangkan  kecilnya,  sampai kepada
galaksi-galaksi  yang  tak  terbayangkan  besar  dan  luasnya,
semuanya  bergerak menurut ketentuan-ketentuan hukum alam yang
mengaturnya. Dan yang lebih dekat kita renungkan ialah keadaan
tubuh  jasmani  kita  sendiri. Ilmu pengetahuan mengungkapkan,
tubuh  manusia  terdiri  dari  50  juta  sel,  jumlah  panjang
jaringan pembuluh darahnya sampai 100 ribu kilometer dan lebih
dari 500 macam proses kimiawi terjadi  di  dalam  hati.  Tubuh
manusia  jauh  lebih  rumit  dan  menakjubkan daripada pesawat
komputer. Prestasi atletik  seringkali  memperlihatkan  tenaga
tubuh    yang   bersifat   melar.   Sedangkan   ketangguhannya
menunjukkan staminanya. Meskipun demikian fungsi-fungsi  tubuh
yang  tidak tampak, lebih mengesankan lagi. Tanpa kita sadari,
tubuh mengatur suhu badan kita, tekanan darah kita, pencernaan
dan  tugas-tugas  lain  yang  tidak terbilang banyaknya. Pusat
pengatur tubuh, yakni  otak  memiliki  kemampuan  merekam  dan
menyimpan  lebih  banyak informasi dibandingkan dengan pesawat
apapun. [2]
 
Dalam hubungan ini,  dapat  kita  renungkan  salah  satu  ayat
al-Qur'an  yang  berbunyi,  Kami  akan  memperlihatkan  kepada
mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami segenap ufuk dan pada diri
mereka  sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bakwa al-Qur'an
itu adalah benar. [3]
 
Pesan untuk mengamati, meneliti,  memikirkan  dan  mempelajari
alam   semesta,   sangatlah   jelas  dan  berulang-ulang  kali
disampaikan  dalam  sekian  banyaknya   ayat-ayat   al-Qur'an.
Katakanlah!  Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi.
Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan Rasul-rasul yang
memberi  peringatan  bagi  orang-orang yang tidak beriman. [4]
... Dan apakah mereka tidak memperhatikan kekuasaan langit dan
bumi   dan  segala  sesuatu  yang  diciptakan  Allah  ...  [5]
...Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan  bumi,  dan  silih
bergantinya   malam   dan   siang  terdapat  tanda-tanda  bagi
orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang  yang  mengingat
Allah  sambil  berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring
dan mereka memikirkan tentang Engkau  menciptakan  langit  dan
bumi   (seraya   berkata)   ya  Tuhan  kami,  tiadalah  Engkau
menciptakan  ini  dengan  sia-sia.  Maha  Suci  Engkau,   maka
peliharalah  kami  dari  siksaan  neraka.  [6] Rasulullah saw.
mengomentari ayat-ayat ini dengan  sabdanya,  Celakalah  orang
yang membaca ayat ini lalu tidak berfikir. [7]
 
Petunjuk-petunjuk  al-Qur'an  yang  mengarahkan  manusia untuk
berfikir,  menalar,   mengamati   dan   meneliti   sebagaimana
disinggung  di  atas  yang  sifatnya global, dilengkapi dengan
petunjuk-petunjuk lain yang bersifat detail  dimana  terbayang
isyarat-isyarat yang mengacu pada pokok-pokok ilmu pengetahuan
tentang alam dan hukum-hukum yang  berlaku  atasnya.  Misalnya
ayat  yang  berbunyi, Dialah yang menjadikan matahari bersinar
dan  bulan   bercahaya,   dan   ditetapkan   manzilah-manzilah
(mansion)  bagi peredarannya supaya kalian mengetahui bilangan
tahun-tahun dan perhitungannya. Allah tidak  menciptakan  yang
demikian itu melainkan dengan hak. Dia menguraikan tanda-tanda
(kekuasaannya) kepada orang-orang yang  mengetahui  (berilmu)"
[8]   ...Dan   matahari  itu  berjalan  di  tempatnya,  itulah
ketentuan dari Yang Maha Perkasa  lagi  Maha  Mengetahui.  Dan
telah  Kami  tetapkan  bagi bulan manzilah-manzilah perjalanan
sehingga (setelah ia sampai ke manzilah  terakhir)  kembalilah
ia  sebagai  bentuk  tandan  yang  tua.  Tidaklah mungkin bagi
matahari mencapai bulan dan malampun  tidak  dapat  mendahului
siang.  Dan  masing-masing di dalam orbitnya pada beredar. [9]
Kedua ayat  ini  cukup  jelas  isyarat-isyaratnya  yang  dapat
ditangkap   ilmu   astronomi.   Demikian  pula  halnya  dengan
ilmu-ilmu lain yang dapat menangkap  isyarat-isyarat  berbagai
ayat  al-Qur'an yang berbicara tentang hewan, tumbuh-tumbuhan,
air, awan, kilat, dan tentang manusia sendiri dan  kejadiannya
serta   segala   macam   permasalahannya.   Upaya  pengamatan,
penelitian dan  penalaran  lewat  ilmu-ilmu  yang  mempelajari
perilaku  dan  sifat-sifat  makhluk-makhluk, baik berupa benda
mati maupun makhluk hidup, telah mengungkapkan banyak penemuan
yang  memperkenalkan  kepada  kita  hukum-hukum  yang  berlaku
dengan pasti atas alam ini.
 
Kehadiran  ayat-ayat  yang  mengandung  isyarat-isyarat   yang
mengacu  pada  pengungkapan  misteri alam, mendorong minat dan
membangkitkan semangat kaum Muslim  angkatan-angkatan  pertama
--yang dapat menghayati ayat-ayat al-Qur'an ini-- untuk terjun
menggali  ilmu  pengetahuan  yang  luas  dan  khazanah  ilmiah
bangsa-bangsa  Yunani, Romawi, Parsi, India dan Cina di bidang
pengetahuan   filsafat   dan   alam,   sehingga   menghasilkan
ilmuwan-ilmuwan  besar seperti Ibn Sina, Ibn Rusyd, al-Farabi,
al-Ghazali dan serentetan nama besar  yang  tidak  asing  bagi
dunia ilmu pengetahuan di Timur dan di Barat.
 
Adanya sejumlah ketentuan yang pasti dan berlaku sebagai hukum
yang mengatur segala makhluk di alam raya ini, biasanya  dalam
bahasa  ilmu-pengetahuan disebut natuurwet atau hukum alam, di
dalam bahasa al-Qur'an kadangkala disebut  sunnatullah.  Salah
satu  ayatnya  mengatakan,  Maka  sekali-kali  kamu tidak akan
mendapat pergantian  bagi  sunnatullah  itu,  dan  sekali-kali
tidak  (pula)  akan menemni penyimpangan dari sunnatullah itu.
[10] Dalam terminologi teologis hal semacam itu termasuk dalam
kategori  qadar dan qadla, namun istilah ini lebih mendominasi
hal-hal yang bersangkut  paut  dengan  perilaku  manusia,  dan
sering  kali  --secara  kurang  hati-hati--  dianggap  identik
dengan determinisme.
 
Ayat yang secara jelas  merangkaikan  sunnatullah  itu  dengan
qadar,  berbunyi  ...(Allah  telah  menetaphan  yang demikian)
sebagai sunnatullah pada mereka yang telah berlaku dahulu, dan
adalah  ketetapan  Allah  itu  suatu qadar yang pasti berlaku.
[11]
 
Penjelasan lebih jauh tentang qadar itu dapat kita simak  dari
beberapa  ayat,  diantaranya,  Sesungguhaya  Kami  menciptakan
segala sesuatu dengan qadar.    [12]  Kata  bi  qadar  (dengan
qadar)  di  sini ditafsirkan, menurut ukuran. Isyarat yang ada
dibalik kalimat ini dapat ditangkap lebih jelas dengan bantuan
ilmu   fisika   yang   membahas   tentang  materi  dan  unsur.
Benda-benda  yang  ada  disekeliling  kita,   yang   merupakan
bahan-bahan  kebutuhan  dalam  hidup  kita seperti kayu, besi,
seng, perak, emas, hewan, tumbuh-tumbuhan, air dan sebagainya,
semuanya  itu termasuk dalam kategori materi. Sebahagian besar
dari materi-materi yang kita kenal terdiri  dari  unsur-unsur.
Tergabungnya  dua  unsur  atau lebih melalui pola persenyawaan
atau  pola  percampuran  membentuk  suatu   materi   tertentu.
Misalnya  unsur  oksigen  bergabung  dengan hidrogen membentuk
senyawa cair, dan  disebut  air.  Unsur-unsur  yang  tergabung
dalam  suatu  senyawa  selalu mempunyai proporsi tertentu. Air
murni selalu mempunyai  proporsi  oksigen  dan  hidrogen  yang
sudah  tertentu  dan  tetap,  demikian  pula  dengan  proporsi
nitrogen dan hidrogen dalam amoniak. Dalam kasus-kasus seperti
ini,  unsur-unsur  telah  bergabung  membentuk  suatu senyawa,
mengikuti suatu aturan yang dikenal hakam proporsi yang  sudah
tertentu.
 
Isyarat  serupa  yang  kita peroleh dari informasi ilmu fisika
sebagaimana disinggung di atas, dapat  pula  kita  temui  dari
informasi  ilmu kimia yang membahas unsur-unsur itu. Misalnya,
unsur  Al  (aluminium),  jumlah  proton  yang  terkandung   di
dalamnya 13; unsur Cu (tembaga), jumlah protonnya 29; unsur Au
(emas),  jumlah  protonnya  79;  unsur  Ag   (perak),   jumlah
protonnya  47;  unsur Pt (platina), jumlah protonnya 78; unsur
Ni (nikel), jumlah  protonnya  28;  unsur  Fe  (besi),  jumlah
protonnya  26;  unsur Hg (air raksa), jumlah protonnya 80; dan
seterusnya. [13]
 
Secara sepintas dari dua informasi  yang  disajikan  di  atas,
memperlihatkan  kepada  kita adanya kadar ukuran tertentu yang
menjadi ketentuan-ketentuan  yang  pasti  yang  dapat  diamati
dalam  diri setiap makhluk. Semuanya ini merupakan bagian dari
hukum  yang  mengatur  dan  memelihara  alam  semesta.   Dalam
hubungan  ini  dapat  kita  hayati  ungkapan  sebuah ayat yang
berbunyi, ... Dan Dia (Allah) telah menciptakan segala sesuatu
dan  Dia-lah  yang  menetapkan  qadar/ukurannya  secara  pasti
serapi-rapinya. [14]
 
Pembahasan teologis  dalam  bidang  qada  dan  qadar  (masalah
takdir)  kurang  menyentuh  apa  yang  kami  singgung di atas.
Padahal  ayat-ayat  yang   berbicara   tentang   qudrat-iradat
Allah/kekuasaan dan keagungan Allah, sebagian besar mengaitkan
bermacam-macam fenomena alam yang dimintakan perhatian  supaya
manusia  mengamatinya  dan  melakukan penalarannya untuk dapat
membaca tulisan Ilahi yang tersirat di  dalamnya.  Juga  untuk
menemukan  sunnatullah  atau  hukum-hukum  kauniyah  yang akan
menopang tegaknya hukum-hukum syar'iyyah. Mungkin itulah  yang
disindir  Imam  Ghazali  dengan  ungkapannya:.".. mereka tidak
mampu  membaca   tulisan   Ilahi   yang   tergurat   di   atas
lembaran-lembaran alam semesta; tulisan tanpa aksara dan bunyi
itu pasti tidak dapat diraih dengan mata telanjang, tapi harus
dengan mata hati. [15]
 
--------------------------------------------  (bersambung 2/3)
Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah
Editor: Budhy Munawar-Rachman
Penerbit Yayasan Paramadina
Jln. Metro Pondok Indah
Pondok Indah Plaza I Kav. UA 20-21
Jakarta Selatan
Telp. (021) 7501969, 7501983, 7507173
Fax. (021) 7507174

Indeks Islam | Indeks Paramadina | Indeks Artikel | Tentang Yayasan
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team