Artikel Yayasan Paramadina

Indeks Islam | Indeks Paramadina | Indeks Artikel | Tentang Yayasan
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

II.6. KONSEP-KONSEP KOSMOLOGIS                           (2/2)
oleh Achmad Baiquni
 
Para  pakar  berpendapat  bahwa  alam  semesta  tercipta  dari
ketiadaan sebagai goncangan vakum yang  membuatnya  mengandung
energi  yang  sangat tinggi dalam singularitas yang tekanannya
menjadi negatif. Vakum yang mempunyai  kandungan  energi  yang
luarbiasa  besarnya  serta  tekanan gravitasi yang negatif ini
menimbulkan suatu dorongan eksplosif keluar dari singularitas.
Tatkala  alam  mendingin, karena ekspansinya, sehingga suhunya
merendah melewati 1.000  trilyun-trilyun  derajat,  pada  umur
10-35  sekon,  terjadilah  gejala  "lewat  dingin".  Pada saat
pengembunan tersentak, keluarlah energi yang memanaskan kosmos
kembali  menjadi  1.000  trilyun-trilyun  derajat, dan selurnh
kosmos terdorong membesar dengan kecepatan luar  biasa  selama
waktu  10-32  sekon.  Ekspansi  yang  luar  biasa cepataya ini
menimbulkan kesan-kesan alam kita digelembungkan dengan tiupan
dahsyat sehingga ia dikenal sebagai gejala inflasi.
 
Selama  proses  inflasi ini, ada kemungkinan bahwa tidak hanya
satu alam saja yang  muncul,  tetapi  beberapa  alam;  berapa?
duakah?  tigakah?  atau  berapa?  para ilmuwan tidak tahu. Dan
masing-masing alam  dapat  mempunyai  hukum-hukumnya  sendiri;
tidak  perlu  aturannya  sama dengan apa yang ada di alam kita
ini. Karena materialisasi  dari  energi  yang  tersedia,  yang
berakibat  terhentinya inflasi, tidak terjadi secara serentak,
maka di lokasi-lokasi  tertentu  terdapat  konsentrasi  materi
yang  merupakan benih galaksi-galaksi yang tersebar di seluruh
kosmos. Jenis materi apa yang muncul pertama-tama di alam  ini
tidak  seorang  pun  tahu;  namun  tatkala umur alam mendekati
seper-seratus  sekon,  isinya   terdiri   atas   radiasi   dan
partikel-partikel sub-nuklir. Pada saat itu suhu kosmos adalah
sekitar 100 milyar derajat dan campuran partikel  dan  radiasi
yang  sangat  rapat  tetapi  bersuhu  sangat  tinggi itu lebih
menyerupai zat-alir daripada zat padat sehingga  para  ilmuwan
memberikan  nama "sop kosmos" kepadanya Antara umur satu sekon
dan tiga menit terjadi proses yang  dinamakan  nukleosintesis;
dalam  periode  ini  atom-atom  ringan terbentuk sebagai hasil
reaksi fusi-nuklir. Baru setelah umur  alam  mencapai  700.000
tahun  elektron-elektron masuk dalam orbit mereka sekitar inti
dan membentuk atom sambil melepaskan radiasi;  pada  saat  itu
seluruh  langit  bercahaya  terang  benderang  dan hingga kini
"cahaya" ini masih dapat diobservasi sebagai radiasi gelombang
mikro.
 
Menurut  perhitungan  kami, alam semesta mempunyai dimensi 10;
yaitu 4 buah dimensi  ruang-waktu  yang  kita  hayati,  dan  6
lainnya  yang  tidak  kita  sadari,  karena "tergulung" dengan
jarij-ari 10-32 sentimeter yang bermanifestasi sebagai  muatan
listrik  dan  muatan  nuklir.  Dimensi yang kita hayati adalah
dimensi yang, katakan  saja,  "terbentang"  dan  mengejawantah
sebagai  ruang-waktu.  Kalau  semua yang telah dirintis secara
matematis  ini  mendapatkan  pembenaran  dari  eksprimen  atau
observasi  di  alam luas, maka ada kemungkinan bahwa alam yang
kita  huni  ini  mempunyai  kembaran   (shadow   world)   yang
sebenarnya  berada  di  sekeliling  kita,  tapi tak dapat kita
lihat; ia hanya dapat kita hubungi lewat medan gaya  gravitasi
sedangkan  hukum  alamnya tidak perlu sama dengan yang berlaku
di dunia ini.
 
Begitulah kira-kira uraian fisikawan itu. Sudah tentu apa yang
dikatakan  itu  adalah  hasil mutakhir kegiatan penelitian dan
saling kaji antara para pakar dan merupakan konsensus.  Selama
perjalanan  mencari  kebenaran  itu,  sebenarnya  sains  telah
mengalami penyelewengan-penyelewengan yang akhirnya terbongkar
kesalahannya,   karena   tak   cocok   dengan  kenyataan,  dan
mendapatkan pembetulan. Saya akan mengungkapkan beberapa  saja
yang relevan, sebagai contoh.
 
Pertama,  ketika persamaan matematis Einstein, yang dirumuskan
untuk melukiskan alam semesta, dinyatakan oleh Friedman  bahwa
ia  memberi  gambaran kosmos yang mengembang, ia segera diubah
oleh si-perumus agar sesuai dengan konsep kosmologi pada waktu
itu;  yaitu  kosmos  yang  statis. Tapi langkah pembetulan itu
mendapat  tamparan,  karena   Hubble   mengobservasi   justeru
jagad-raya  ini  berekspansi. Einstein mengalah dan kembali ke
perumusannya yang semula yang melukiskan alam yang tak statis,
tapi berekspansi.
 
Kedua,  ketika  gagasan  Gamow  tentang  dentuman  besar  yang
menjurus pada konsep alam semesta yang berawal  dikumandangkan
beberapa  kosmolog  yang dipelopori Hoyle mengajukan tandingan
yang  dikenal  sebagai  kosmos  yang  mantap   (steady   state
universe)  yang  menyatakan bahwa alam semesta ajeg sejak dulu
sampai sekarang dan hingga nanti tanpa awal dan  tanpa  akhir.
Namun  terungkapnya keberadaan gelombang mikro yang mendatangi
bumi dari segala penjuru alam secara uniform, oleh Wilson  dan
Penzias  pada  1964,  telah  mendorong  para pakar mengakuinya
sebagai kilatan dalam alam semesta yang tersisa dari peristiwa
dentuman  besar.  Dengan  demikian  maka konsepsi yang berawal
lebih dikukuhkan.
 
Ketiga, ketika dentuman besar tak  dapat  disangkal,  beberapa
ilmuwan   mencoba   mengembalikan   keabadian   kosmos  dengan
mengatakan, alam semesta  ini  berkembang-kempis  (oscillating
universe). Namun Weinberg menunjukkan kepalsuannya. Sebab alam
yang berkelakuan seperti itu, meledak dan  masuk  kembali  tak
henti-hentinya   tak  berawal  dan  tak  berakhir,  entropinya
besarnya tidak terhingga; suatu asumsi yang konsekuensinya tak
didukung  kenyataan.  Kita  lihat  bahwa hasrat mempertahankan
konsepsi alam semesta yang tak berawal (tak diciptakan) selalu
menemui  kegagalan,  karena  tak  sesuai dengan kenyataan yang
terobservasi.
 
Bagaimana para fisikawan-kosmolog  dapat  mengatakan  semuanya
itu  tanpa  melihat  sendiri  kejadiannya?  Sebenarnya  mereka
melihat dua gejala, yaitu ekspansi alam  semesta  dan  radiasi
gelombang  mikro,  yang  mereka  pergunakan  untuk  menelusuri
kembali peristiwanya yang  terjadi  sekitar  15  milyar  tahun
lalu,  seperti  layaknya  tim  detektif  yang ingin memecahkan
sebuah misteri dengan  menggunakan  sekelumit  abu  rokok  dan
pecahan-pecahan   gelas  yang  berserakan  di  sekitar  tempat
kejadian. Kalau para  detektif  itu  cukup  memakai  penalaran
logis   saja,   maka   para   pakar,  di  samping  menggunakan
pertimbanganpertimbangan  rasional,  harus  melandasinya  juga
dengan  pengetahuan  sunnatullah,  segenap peraturan Allah swt
yang mengendalikan tingkah laku alam, yang dalam ayat 23 surah
al-Fath   dinyatakan  memiliki  stabilitas,  sebagai  sunnat-u
'l-lah yang berlaku sejak  dulu,  sekali-kali  kamu  tak  akan
menemukan perubahan pada sunnatullah itu.
 
Apakah  para fisikawan-kosmolog mengetahui nasib alam itu pada
akhirnya? Ada dua pandangan yang  dianut  dalam  sains  yaitu,
pertama,   alam   semesta  ini  "terbuka,"  sehingga  ia  akan
berekspansi selamanya, dan kedua jagad  raya  ini  "tertutup,"
sehingga  pada  suatu  saat ekspansinya akan berhenti dan alam
kembali mengecil untuk akhirnya  seluruhnya  mencebur  kembali
dalam  singularitas, tempat ia keluar dulu kala. Kapan? Mereka
tak  tahu.  Sebab  mereka  tak  mempunyai   informasi   berapa
sebenarnya  massa  yang  terkandung  dalam  alam ini; sebagian
massa itu bercahaya, sebagian gelap, sedangkan  sebagian  lagi
dibawa zarah-zarah yang disebut neutrino.
 
Qaul yang pertama didasarkan pada kenyataan bahwa masa seluruh
alam ini tak cukup besar untuk menarik kembali  semua  galaksi
yang  bertebaran,  karena  bintang-bintang  yang bercahaya dan
materi antar bintang,  yang  terobservasi  pengaruhnya,  hanya
dapat  menyajikan  sekitar  20  persen  saja  dari  gaya  yang
diperlukan, yaitu yang dinamakan gaya kritis.  Sedangkan  qaul
yang  kedua  mendasari  pernyataannya  dengan adanya neutrino-
neutrino yang mereka  percayai  membawa  sebagian  besar  dari
massa alam ini sehingga sebagai totalitas kekuatan gaya kritis
itu akan terlampaui.
 
Sekarang  marilah  kita  gali  konsep-konsep  kosmologi  dalam
al-Qur'an, tidak dengan pengetahuan orang abad ke 9 atau ke 19
melainkan dengan pengetahuan seseorang dari abad 20. Saya akan
menafsirkan ayat-ayat yang telah dicantumkan di atas, dan yang
saya pilih  di  antara  sekian  banyak  ayat  yang  mengandung
konsep- konsep tersebut, sebagai berikut,
 
Dan tidakkah orang yang kafir itu mengetahui bahwa ruang waktu
dan  energi-materi  itu  dulu   sesuatu   yang   padu   (dalam
singularitas),   kemudian  kami  pisahkan  keduanya  itu  (QS.
al-Anbiya': 30)
 
Dan ruang  waktu  itu  Kami  bangun  dengan  kekuatan  (ketika
dentuman  besar  dan inflasi melandanya sehingga beberapa dari
dimensinya menjadi terbentang) dan sesungguhnya Kamilah yang m
eluaskannya    (sebagai    kosmos   yang   berekspansi)   (QS.
al-Dzariyat: 47)
 
Dalam pada itu Dia mengarah pada penciptaan ruang-waktu dan ia
penuh  "embunan" (dari materialisasi energi), lalu Dia berkata
kepadanya  dan  kepada  materi:  Datanglah   kalian   mematuhi
(peraturan)-Ku  dengan  suka atau terpaksa; keduanya menjawab:
Kami datang dengan kepatuhan. (QS. Fushshilat: 11).
 
Maka dia menjadikannya tujuh ruang-waktu (alam semesta)  dalam
dua  hari,  dan  Dia mewahyukan kepada tiap alam itu peraturan
(hukum alam)-nya masing-masing;  dan  kami  hiasi  ruang-waktu
(alam)  dunia  dengan  pelita-pelita,  dan Kami memeliharanya;
demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi  Maha  Mengetahui
(QS. Fushshilat: 12)
 
Allah-lah  yang  menciptakan tujuh ruang-waktu (alam semesta),
dan materinya seperti itu pula. (QS. al-Thalaq: 12)
 
Allah-lah yang menciptakan ruang-waktu dan materi dan apa yang
ada di antara keduanya dalam enam hari, dan pada saat itu pula
menegakkan   pemerintahan-Nya    (yang    seluruh    perangkat
peraturannya ditaati oleh segenap mahluk-Nya dengan suka hati)
(QS. al-Sajadah: 4)
 
Dan Dia-lah yang  telah  menciptakan  ruang-waktu  dan  materi
dalam enam hari, sedang pemerintahan-Nya telah tegak pada fase
zat alir (yaitu sop kosmos) untuk menguji siapakah  di  antara
kalian yang lebih baik amalannya (QS. Hud: 7)
 
Sesungguhnya  Allah  menahan  ruang-waktu  (alam  semesta) dan
materi di dalamnya agar jangan lenyap (sebagai jagad-raya yang
terbuka),  dan  sungguh  jika keduanya akan lenyap tiada siapa
pun yang dapat menahan keduanya selain Allah; sesungguhnya Dia
adalah Maha Penyantun dan Maha Pengampun (QS. al-Fathir: 41)
 
Pada  hari  Kami  gulung  ruang-waktu  (alam  semesta) laksana
menggulung lembaran tulis; sebagaimana Kami telah  mulai  awal
penciptaan, begitulah Kami akan mengembalikannya; itulah janji
yang  akan  kami  tepati;  sesungguhnya  Kamilah   yang   akan
melaksanakannya (QS. al-Anbiya': 104).
 
Demikian   konsep-konsep  kosmologi  yang  dapat  digali  dari
al-Qur'an  sebagaimana  saya  melihatnya  selaku  orang   yang
berkecimpung  dalam  bidang  sains.  Mengatakan bahwa apa yang
telah saya lakukan ini sebagai usaha  menarik-narik  al-Qur'an
agar  sejalan  atau  cocok  dengan  sains,  hasil  karya pikir
manusia, adalah suatu tuduhan  yang  tak  berdasar.  Apa  yang
telah saya lakukan di sini bukanlah pembenaran (justification)
sains dengan al-Qur'an; karena  ada  beberapa  konsepsi  sains
yang  telah  saya tolak, karena tidak sesuai dengan al-Qur'an.
Dan tidak pula  saya  menarik  al-Qur'an  agar  sesuai  dengan
sains.  Patokan  saya  adalah kebenaran kitab suci umat Islam,
dan apa yang bertentangan dengannya saya tolak.  Dan  bukankah
justeru  Allah  swt  sendiri  yang mengungkapkan adanya gejala
ekspansi  kosmos  dan  radiasi  gelombang  mikro  kepada  para
ilmuwan, untuk membimbing mereka dari kesesatan dalam memahami
ciptaanNya, hingga para ilmuwan yang setia kepada tradisi umat
Islam,  yang salaf, memeriksa ruang-waktu (alam semesta) serta
materi di dalamnya  sesuai  dengan  perintah-Nya  dalam  surah
Yunus  101 itu mendapatkan petunjuk ke arah yang benar seperti
tercantum dalam surah Fushshilat  53,  Akan  Kami  perlihatkan
kepada mereka ayat-ayat Kami di segenap penjuru dan dalam diri
mereka sendiri sehingga jelaslah bagi mereka  itu  bahwa    ia
(al-Qur'an) adalah yang benar.
 
Dalam  awal  uraian  saya  telah  dikatakan  bahwa  penggalian
konsep-konsep kosmologi dalam  al-Qur'an  merupakan  pekerjaan
yang  tak  kunjung  henti.  Memang begitulah karena sains akan
terus berkembang dan akan senantiasa  menemukan  hal-hal  yang
baru  yang  dapat  lebih melengkapi pengetahuan manusia hingga
dapat lebih memahami ayat-ayat Allah.
 
CATATAN
 
Di bawah ini disajikan pertimbangan yang saya pergunakan untuk
memilih kata-kata dalam penafsiran.
 
 1. Sama', kini tak lagi diartikan sebagai bola super-raksasa
    yang dindingnya ditempeli bintang-bintang, melainkan ruang
    alam yang di dalamnya terdapat bintang-bintang,
    galaksi-galaksi dan lain-lainnya. Karena secara eksprimental
    dapat dibuktikan bahwa ruang serta waktu merupakan satu
    kesatuan, maka saya gunakan istilah ruang-waktu sebagai ganti
    "ruang".
    
 2. Ardh, bumi atau tanah; karena bumi baru terbentuk sekitar
    4,5 milyar tahun lalu di sekitar matahari, dan tanah di bumi
    kita ini baru terjadi sekitar 3 milyar tahun lalu sebagai
    kerak di atas magma. Maka saya condong mengartikan kata-kata
    ardh dengan istilah "materi," yakni bakal-bumi, yang sudah ada
    sesaat setelah Allah menciptakan jagad-raya. Dan karena telah
    terbukti bahwa materi dan energi setara dan dapat berubah dari
    yang satu menjadi yang lain, maka saya akan mencakup keduanya
    dalam istilah energi-materi.
    
 3. Qalam, pena; karena orang dapat menulis sesuatu tak hanya
    dengan pena, misalnya dengan lidi-aren, dengan pangkal bulu,
    dengan bolpen, dengan vulpen, dengan kuas, dengan mesin ketik
    dan lain-lain sebagainya, maka saya condong untuk menggunakan
    istilah sarana tulis sebagai ganti "pena". Malahan saya lebih
    suka mengartikan sebagai "karya tulis".
    
 4. Dukhan asap atau uap; pada saat awal penciptaan, atom-atom
    yang belum berbentuk karena suhu alam masih sangat tinggi dan
    elektron-elektron belum dapat ditangkap oleh inti-inti atom,
    bahkan inti atom pun pada saat itu belum terbentuk! Oleh
    karenanya, maka saya condong menggunakan istilah embunan, yang
    kecuali terkandung dalam asap dan uap juga lebih mengena bila
    dipergunakan melukiskan gejala yang ditemukan pada suatu
    sistem yang mendingin dari suhu yang sangat tinggi (dalam
    kasus ini bertrilyun-trilyun derajat).
    
 5. Arsy, singgasana atau tahta; karena melukiskan Tuhan duduk
    di singgasana adalah syirik, saya condong untuk menafsirkan
    sebagai pemerintahan lengkap dengan sarana, aparatur dan
    peraturannya. Sebab jika kita mengatakan: itu keputusan Bina
    Graha, hal ini tidak berarti bahwa gedung itulah yang
    mengambil keputusan, melainkan pemerintah Indonesia yang
    bertindak. Karenanya, maka saya lebih suka mempergunakan
    katakata "Pemerintahan" (Allah) untuk mengartikan kata-kata
    arsy.
    
 6. Ma', air atau zat alir; karena dalam fase penciptaan alam
    itu air yang terdiri dari atom oksigen dan atom-atom hidrogen
    belum dapat berbentuk, maka saya memilih maknanya sebagai zat
    alir. Dan karena pada saat itu isi alam semesta yakni radiasi
    dan materi pada suhu yang sangat tinggi itu wujudnya lain
    daripada yang kita dapat temui di dunia sekarang ini, maka
    penggunaan istilah "sop kosmos" sebagai keterangan melukiskan
    zat yang sangat rapat tapi dapat mengalir pada suhu yang amat
    tinggi, tidaklah terlalu aneh.
 
--------------------------------------------
Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah
Editor: Budhy Munawar-Rachman
Penerbit Yayasan Paramadina
Jln. Metro Pondok Indah
Pondok Indah Plaza I Kav. UA 20-21
Jakarta Selatan
Telp. (021) 7501969, 7501983, 7507173
Fax. (021) 7507174

Indeks Islam | Indeks Paramadina | Indeks Artikel | Tentang Yayasan
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team