Artikel Yayasan Paramadina

Indeks Islam | Indeks Paramadina | Indeks Artikel | Tentang Yayasan
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

III.14. TASAWUF                                    (hal. 42)
oleh Harun Nasution                                    (1/4)
 
Tujuan  tasawuf  adalah  mendekatkan  diri  sedekat  mungkin
dengan  Tuhan sehingga ia dapat melihat-Nya dengan mata hati
bahkan rohnya dapat bersatu dengan Roh Tuhan. Filsafat  yang
menjadi  dasar  pendekatan  diri  itu adalah, pertama, Tuhan
bersifat rohani, maka bagian  yang  dapat  mendekatkan  diri
dengan Tuhan adalah roh, bukan jasadnya. Kedua, Tuhan adalah
Maha Suci, maka yang dapat diterima Tuhan untuk mendekatiNya
adalah  roh  yang  suci.  Tasawuf  adalah ilmu yang membahas
masalah  pendekatan  diri  manusia  kepada   Tuhan   melalui
penyucian rohnya.
 
ASAL KATA SUFI
 
Tidak  mengherankan  kalau  kata  sufi dan tasawuf dikaitkan
dengan   kata-kata   Arab   yang   mengandung   arti   suci.
Penulis-penulis banyak mengaitkannya dengan kata:
 
1. Safa dalam arti suci dan sufi adalah orang yang
   disucikan. Dan memang, kaum sufi banyak berusaha menyucikan
   diri mereka melalui banyak melaksanakan ibadat, terutama
   salat dan puasa.
 
2. Saf (baris). Yang dimaksud saf di sini ialah baris
   pertama dalam salat di mesjid. Saf pertama ditempati oleh
   orang-orang yang cepat datang ke mesjid dan banyak membaca
   ayat-ayat al-Qur'an dan berdzikir sebelum waktu salat
   datang. Orang-orang seperti ini adalah yang berusaha
   membersihkan diri dan dekat dengan Tuhan.
 
3. Ahl al-Suffah, yaitu para sahabat yang hijrah bersama
   Nabi ke Madinah dengan meninggalkan harta kekayaannya di
   Mekkah. Di Madinah mereka hidup sebagai orang miskin,
   tinggal di Mesjid Nabi dan tidur di atas bangku batu dengan
   memakai suffah, (pelana) sebagai bantal. Ahl al-Suffah,
   sungguhpun tak mempunyai apa-apa, berhati baik serta mulia
   dan tidak mementingkan dunia. Inilah pula sifat-sifat kaum
   sufi.
 
4. Sophos (bahasa Yunani yang masuk kedalam filsafat Islam)
   yang berarti hikmat, dan kaum sufi pula yang tahu hikmat.
   Pendapat ini memang banyak yang menolak, karena kata sophos
   telah masuk kedalam kata falsafat dalam bahasa Arab, dan
   ditulis dengan sin dan bukan dengan shad seperti yang
   terdapat dalam kata tasawuf.
 
5. Suf (kain wol). Dalam sejarah tasawuf, kalau seseorang
   ingin memasuki jalan tasawuf, ia meninggalkan pakaian mewah
   yang biasa dipakainya dan diganti dengan kain wol kasar yang
   ditenun secara sederhana dari bulu domba. Pakaian ini
   melambangkan kesederhanaan serta kemiskinan dan kejauhan
   dari dunia.
 
Diantara semua pendapat itu, pendapat terakhir  inilah  yang
banyak  diterima  sebagai  asal kata sufi. Jadi, sufi adalah
orang yang memakai wol  kasar  untuk  menjauhkan  diri  dari
dunia  materi  dan  memusatkan  perhatian  pada alam rohani.
Orang yang pertama memakai kata sufi kelihatannya Abu Hasyim
al-Kufi di Irak (w.150 H).
 
ASAL-USUL TASAWUF
 
Karena   tasawuf  timbul  dalam  Islam  sesudah  umat  Islam
mempunyai kontak dengan agama Kristen, filsafat  Yunani  dan
agama  Hindu  dan  Buddha,  muncullah  anggapan bahwa aliran
tasawuf lahir dalam Islam atas pengaruh dari luar.
 
Ada  yang   mengatakan   bahwa   pengaruhnya   datang   dari
rahib-rahib  Kristen  yang mengasingkan diri untuk beribadat
dan mendekatkan diri kepada Tuhan  di  gurun  pasir  Arabia.
Tempat  mereka  menjadi  tujuan  orang yang perlu bantuan di
padang yang gersang. Di siang  hari,  kemah  mereka  menjadi
tempat berteduh bagi orang yang kepanasan; dan di malam hari
lampu  mereka   menjadi   petunjuk   jalan   bagi   musafir.
Rahib-rahib itu berhati baik, dan pemurah dan suka menolong.
Sufi juga mengasingkan diri dari dunia ramai, walaupun untuk
sementara, berhati baik, pemurah dan suka menolong.
 
Pengaruh  filsafat  Yunani  dikatakan berasal dari pemikiran
mistik Pythagoras. Dalam  filsafatnya,  roh  manusia  adalah
suci  dan  berasal dari tempat suci, kemudian turun ke dunia
materi dan masuk ke dalam tubuh manusia yang  bernafsu.  Roh
yang pada mulanya suci itu menjadi tidak suci dan karena itu
tidak dapat kembali ke tempatnya semula yang suci. Untuk itu
ia  harus  menyucikan  diri dengan memusatkan perhatian pada
fllsafat  serta  ilmu  pengetahuan  dan  melakukan  beberapa
pantangan.  Filsafat  sufi  juga demikian. Roh yang masuk ke
dalam janin di kandungan ibu berasal dari alam  rohani  yang
suci,   tapi  kemudian  dipengaruhi  oleh  hawa  nafsu  yang
terdapat dalam  tubuh  manusia.  Maka  untuk  dapat  bertemu
dengan  Tuhan  Yang  Maha  Suci,  roh  yang  telah kotor itu
dibersihkan dulu melalui ibadat yang banyak.
 
Masih dari filsafat Yunani, pengaruh  itu  dikaitkan  dengan
filsafat  emanasi Plotinus. Roh memancar dari diri Tuhan dan
akan kembali ke Tuhan. Tapi,  sama  dengan  Pythagoras,  dia
berpendapat bahwa roh yang masuk ke dalam tubuh manusia juga
kotor, dan tak dapat kembali ke Tuhan. Selama  masih  kotor,
ia  akan  tetap  tinggal  di bumi berusaha membersihkan diri
melalui  reinkarnasi.   Kalau   sudah   bersih,   ia   dapat
mendekatkan  diri  dengan  Tuhan  sampai  ke tingkat bersatu
dengan Dia di bumi ini.
 
Paham penyucian diri melalui reinkarnasi tak terdapat  dalam
ajaran  tasawuf. Paham itu memang bertentangan dengan ajaran
al-Qur'an bahwa roh, sesudah tubuh mati tidak  akan  kembali
ke  hidup serupa di bumi. Sesudah bercerai dengan tubuh, roh
pergi ke alam barzah menunggu  datangnya  hari  perhitungan.
Tapi, konsep Plotinus tentang bersatunya roh dengan Tuhan di
dunia ini, memang terdapat dalam tasawuf Islam.
 
Dari  agama  Buddha,  pengaruhnya  dikatakan   dari   konsep
Nirwana.  Nirwana  dapat  dicapai dengan meninggalkan dunia,
memasuki hidup kontemplasi dan  menghancurkan  diri.  Ajaran
menghancurkan  diri untuk bersatu dengan Tuhan juga terdapat
dalam Islam. Sedangkan pengaruh dari agama  Hindu  dikatakan
datang  dari  ajaran bersatunya Atman dengan Brahman melalui
kontemplasi  dan  menjauhi  dunia  materi.   Dalam   tasawuf
terdapat  pengalaman  ittihad,  yaitu  persatuan roh manusia
dengan roh Tuhan.
 
Kita perlu mencatat, agama Hindu dan Buddha, filsafat Yunani
dan  agama  Kristen  datang  lama  sebelum Islam. Bahwa yang
kemudian  datang  dipengaruhi  oleh  yang  datang  terdahulu
adalah   suatu   kemungkinan.   Tapi   pendapat  serupa  ini
memerlukan bukti-bukti historis.  Dalam  kaitan  ini  timbul
pertanyaan:  sekiranya  ajaran-ajaran  tersebut diatas tidak
ada, tidakkah mungkin tasawuf timbul dari dalam  diri  Islam
sendiri?
 
Hakekat  tasawuf  kita adalah mendekatkan diri kepada Tuhan.
Dalam  ajaran  Islam,  Tuhan  memang  dekat  sekali   dengan
manusia. Dekatnya Tuhan kepada manusia disebut al-Qur'an dan
Hadits. Ayat 186 dari  surat  al-Baqarah  mengatakan,  "Jika
hambaKu  bertanya  kepadamu  tentang Aku, maka Aku dekat dan
mengabulkan seruan orang yang memanggil jika Aku dipanggil."
 
Kaum sufi mengartikan  do'a  disini  bukan  berdo'a,  tetapi
berseru,  agar  Tuhan  mengabulkan  seruannya  untuk melihat
Tuhan dan berada dekat  kepada-Nya.  Dengan  kata  lain,  ia
berseru  agar  Tuhan  membuka hijab dan menampakkan diri-Nya
kepada yang berseru.  Tentang  dekatnya  Tuhan,  digambarkan
oleh  ayat  berikut,  "Timur dan Barat kepunyaan Tuhan, maka
kemana saja kamu berpaling di situ  ada  wajah  Tuhan"  (QS.
al-Baqarah  115). Ayat ini mengandung arti bahwa dimana saja
Tuhan dapat dijumpai. Tuhan dekat dan sufi tak  perlu  pergi
jauh, untuk menjumpainya.
 
Ayat  berikut  menggambarkan  lebih  lanjut  betapa dekatnya
Tuhan dengan manusia, "Telah Kami ciptakan manusia dan  Kami
tahu  apa  yang dibisikkan dirinya kepadanya. Dan Kami lebih
dekat dengan manusia daripada pembuluh  darah  yang  ada  di
lehernya  (QS.  Qaf 16). Ayat ini menggambarkan Tuhan berada
bukan diluar diri manusia,  tetapi  di  dalam  diri  manusia
sendiri. Karena itu hadis mengatakan, "Siapa yang mengetahui
dirinya mengetahui Tuhannya."
 
Untuk mencari Tuhan, sufi tak perlu  pergi  jauh;  cukup  ia
masuk  kedalam  dirinya  dan  Tuhan  yang  dicarinya akan ia
jumpai dalam dirinya  sendiri.  Dalam  konteks  inilah  ayat
berikut  dipahami  kaum  sufi,  "Bukanlah kamu yang membunuh
mereka, tapi Allah-lah yang  membunuh  dan  bukanlah  engkau
yang   melontarkan  ketika  engkau  lontarkan  (pasir)  tapi
Allah-lah yang melontarkannya (QS. al-Anfal 17).
 
Disini,  sufi  melihat  persatuan  manusia   dengan   Tuhan.
Perbuatan  manusia adalah perbuatan Tuhan. Bahwa Tuhan dekat
bukan hanya kepada manusia, tapi juga  kepada  makhluk  lain
sebagaimana  dijelaskan  hadis  berikut,  "Pada  mulanya Aku
adalah harta yang tersembunyi, kemudian Aku  ingin  dikenal.
Maka   Kuciptakan   makhluk,   dan  melalui  mereka  Aku-pun
dikenal."
 
Disini terdapat paham bahwa Tuhan dan makhluk  bersatu,  dan
bukan   manusia   saja  yang  bersatu  dengan  Tuhan.  Kalau
ayat-ayat diatas mengandung arti ittihad, persatuan  manusia
dengan  Tuhan,  hadits terakhir ini mengandung konsep wahdat
al-wujud, kesatuan wujud makhluk dengan Tuhan.
 
Demikianlah   ayat-ayat   al-Qur'an    dan    Hadits    Nabi
menggambarkan  betapa dekatnya Tuhan kepada manusia dan juga
kepada makhluk-Nya yang  lain.  Gambaran  serupa  ini  tidak
memerlukan  pengaruh  dari  luar  agar  seorang muslim dapat
merasakan kedekatan Tuhan  itu.  Dengan  khusuk  dan  banyak
beribadat  ia  akan  merasakan kedekatan Tuhan, lalu melihat
Tuhan dengan mata hatinya dan akhirnya  mengalami  persatuan
rohnya dengan roh Tuhan; dan inilah hakikat tasawuf.
 
JALAN PENDEKATAN DIRI KEPADA TUHAN
 
Jalan  yang  ditempuh  seseorang  untuk  sampai  ke  tingkat
melihat  Tuhan  dengan mata hati dan akhirnya bersatu dengan
Tuhan demikian panjang dan penuh duri. Bertahun-tahun  orang
harus  menempuh  jalan  yang  sulit  itu.  Karena  itu hanya
sedikit sekali orang yang bisa sampai puncak tujuan tasawuf.
Jalan  itu  disebut  tariqah (bahasa Arab), dan dari sinilah
berasal kata tarekat dalam bahasa Indonesia.
 
Jalan itu, yang intinya adalah penyucian diri,  dibagi  kaum
sufi ke dalam stasion-stasion yang dalam bahasa Arab disebut
maqamat -tempat seorang calon sufi menunggu sambil  berusaha
keras   untuk   membersihkan  diri  agar  dapat  melanjutkan
perjalanan ke stasion berikutnya. Sebagaimana telah di sebut
diatas  penyucian  diri  diusahakan melalui ibadat, terutama
puasa, shalat, membaca al-Qur'an dan dzikir.  Maka,  seorang
calon  sufi  banyak melaksanakan ibadat. Tujuan semua ibadat
dalam Islam ialah mendekatkan diri itu, terjadilah penyucian
diri calon sufi secara berangsur.
 
Jelas  kiranya  bahwa  usaha penyucian diri, langkah pertama
yang   harus   dilakukan   seseorang   adalah   tobat   dari
dosa-dosanya.  Karena  itu,  stasion  pertama  dalam tasawuf
adalah tobat. Pada mulanya seorang calon  sufi  harus  tobat
dari  dosa-dosa  besar  yang  dilakukannya  Kalau  ia  telah
berhasil dalam hal ini, ia akan tobat dari dosa-dosa  kecil,
kemudian   dari   perbuatan   makruh  dan  selanjutnya  dari
perbuatan syubhat. Tobat yang dimaksud adalah taubah nasuha,
yaitu tobat yang membuat orangnya menyesal atas dosa-dosanya
yang lampau dan betul-betul tidak berbuat  dosa  lagi  walau
sekecil  apapun.  Jelaslah  bahwa  usaha  ini  memakan waktu
panjang.
                                            (bersambung 2/4)
 
--------------------------------------------
Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah
Editor: Budhy Munawar-Rachman
Penerbit Yayasan Paramadina
Jln. Metro Pondok Indah
Pondok Indah Plaza I Kav. UA 20-21
Jakarta Selatan
Telp. (021) 7501969, 7501983, 7507173
Fax. (021) 7507174

Indeks Islam | Indeks Paramadina | Indeks Artikel | Tentang Yayasan
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team