Halal dan Haram dalam Islam

oleh Yusuf Qardhawi

Indeks Islam | Indeks Qardhawi | Indeks Artikel | Tentang Pengarang


ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

4.3.6 Undian, Salah Satu Macam Judi

Apa yang dinamakan undian (yaa nashib), adalah salah satu macam dari macam-macam judi yang ada. Oleh karena itu tidak patut dipermudah dan dibolehkan permainan tersebut dengan dalih bantuan sosial atau tujuan kemanusiaan.

Orang-orang yang membolehkan undian untuk maksud-maksud di atas, tak ubahnya dengan orang-orang yang mengumpulkan dana untuk tujuan di atas dengan jalan mengadakan tarian haram dan seni haram. Untuk mana kepada mereka kami sampaikan sebuah hadis yang disabdakan Nabi s.a.w.:

"Sesungguhnya Allah itu baik, Ia tidak mau menerima kecuali yang baik." (Riwayat Muslim dan Tarmizi)

Mereka yang berbuat demikian menganggap seolah-olah masyarakat Islam telah kehilangan jiwa sosial, perasaan kasih-sayang dan nilai-nilai kebajikan. Sehingga tidak ada jalan lain untuk mengumpulkan dana, kecuali dengan berjudi dan permainan haram. Islam tidak yakin, bahwa ummatnya akan bersikap demikian. Bahkan lebih yakin akan segi sosialnya terhadap kepada orang lain. Oleh karena itu Islam tidak memakai, melainkan cara yang suci untuk tujuan yang suci. Jalan yang suci itu berupa ajakan untuk berbuat kebajikan, membangkitkan nilai kemanusiaan dan beriman kepada Allah dan hari akhir.

4.3.7 Nonton Film

Banyak kaum muslimin yang bertanya-tanya tentang pandangan Islam terhadap bioskop, tonil/sandiwara dan sebagainya. Apakah orang Islam dibolehkan menonton ataukah diharamkannya?

Satu hal yang tidak diragukan lagi, bahwa film, atau bioskop, adalah alat yang sangat vital untuk mengarahkan dan memberikan hiburan. Kedudukannya sama dengan kedudukan alat-alat yang lain, dapat dipergunakan untuk lial-hal yang baik dan yang tidak baik. Oleh karena itu bioskop itu sendiri tidak apa-apa. Status hukumnya tergantung pada penggunaannya.

Dengan demikian, kami berpendapat bioskop adalah halal dan baik, bahkan kadang-kadang masuk sunnat dan diperlukan apabila dipenuhinya syarat-syarat sebagai berikut:

1. Bahwa subjek-subjeknya yang diketengahkan itu bersih dari kegila-gilaan, kefasikan dan semua hal yang dapat mensirnakan aqidah, syariat dan kesopanan Islam. Adapun semua pertunjukan yang dapat membangkitkan nafsu dan mencenderungkan orang kepada perbuatan dosa atau yang dapat membawa kepada perbuatan kriminal atau mengajak kepada fikiran-fikiran untuk berbuat serong, atau menjurus hukumnya adalah haram yang tidak halal bagi seorang muslim untuk menyaksikannya, atau mendukungnya.

2. Tidak melupakan kewajiban agama atau duniawi. Diantara kewajiban-kewajiban itu ialah sembahyang lima waktu. Oleh karena itu tidak halal seorang muslim meninggalkan sembahyang maghrib misalnya, karena akan pergi nonton bioskop.

Firman Allah:

"Celakalah orang-orang yang sembahyang, yaitu mereka yang lalai terhadap sembahyangnya." (al-Ma'un: 4-5)

Sahun ditafsirkan dengan mengabaikan sembahyang sehingga habis waktunya. Dan al-Quran menjadikan sejumlah sebab diharamkannya arak dan judi ialah karena arak dan judi itu dapat menghalang berzikrullah dan sembahyang.

3. Jangan sampai terjadi persentuhan dan percampuran antara laki-laki dan perempuan lain, demi menjaga fitnah dan menolak syubhat. Lebih-lebih pertunjukan ini tidak dapat dilakukan, kecuali di tempat yang gelap. Sedang hadis Nabi mengatakan:

"Sungguh kepala salah seorang di antara kamu ditusuk dengan jarum dari besi, lebih baik baginya daripada menyentuh perempuan yang tidak halal baginya." (Riwayat Baihaqi, Thabarani; dan rawi-rawinya adalah rawi-rawi Bukhari)

4.4 Hubungan Masyarakat

ISLAM dalam menegakkan hubungan antara anggota masyarakat mempunyai dua landasan yang prinsipal, yaitu:

  1. Demi melindungi persaudaraan, sebagai suatu ikatan yang kuat antara satu dengan lainnya,
  2. Demi menjaga hak dan kehormatan yang selalu dilindungi oleh Islam terhadap setiap anggota masyarakat, baik darah, harga diri maupun hartanya.

Oleh karena itu setiap perkataan, perbuatan atau tindakan yang pertentangan dengan dua prinsip di atas, adalah diharamkan oleh Islam menurut tingkatan bahaya yang tampak, dilihat dari segi moral maupun material.

Dalam beberapa ayat berikut ini, ada beberapa larangan yang sangat membahayakan jalinan ukhuwah dan kehormatan manusia.

Firman Allah:

"Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah bersaudara, oleh karena itu adakanlah perdamaian di antara saudara-saudaramu, dan takutlah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat. Hai orang-orang yang beriman! Jangan ada satupun kaum merendahkan kaum lain, sebab barangkali mereka (yang direndahkan) itu justru lebih baik dari mereka (yang merendahkan); dan janganlah ada perempuan merendahkan perempuan lainnya, sebab barangkali mereka (yang direndahkan) itu lebih baik dari mereka (yang merendahkan); dan jangan kamu mencela diri-diri kamu; dan jangan kamu memberi gelar dengan gelar-gelar (yang tidak baik) --misalnya fasik-- sebab seburuk-buruk nama ialah fasik sesudah dia itu beriman, dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim. Hai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak sangka, karena sesungguhnya sebagian sangkaan itu berdosa; dan jangan kamu mengintai (menyelidiki cacat orang lain); dan jangan sebagian kamu mengumpat sebagiannya, apakah salah seorang di antara kamu suka makan daging bangkai saudaramu padahal kamu tidak menyukainya? Takutlah kepada Allah, karena sesungguhnya Allah maha menerima taubat dan belas-kasih." (al-Hujurat: 10-12)

Allah Ta'ala telah menetapkan dalam permulaan ayat-ayat ini, bahwa orang mu'min pada hakikatnya adalah bersaudara yang meliputi saudara seagama dan saudara sesama manusia. Maka demi kelangsungan persaudaraan ini harus ada saling kenal-mengenal; dan jangan saling mengingkari, bahkan harus saling berhubungan dan jangan saling memutuskan, saling merapat dan jangan berjauhan, saling menyintai dan jangan saling membenci; dan harus bersatu, jangan berselisih.

Dan dalam hadis Nabi s.a.w. dikatakan:

"Jangan kamu saling hasut-menghasut, dan jangan saling bertolak belakang, dan jangan saling membenci. tetapi jadilah kamu hamba Allah bersaudara." (Riwayat Bukhari dan lain-lain)

4.4.1 Tidak Halal Seorang Muslim Menjauhi Kawannya

Dan dari situlah, maka Islam mengharamkan seorang muslim berlaku kasar terhadap kawannya, memutuskan hubungan dan menjauhinya. Islam tidak memperkenankan seorang muslim menjauhi kawannya, kecuali dalam batas tiga hari, sehingga tenanglah kemarahan kedua belah pihak. Kemudian mereka berdua harus berusaha untuk memperbaiki, menjernihkan suasana dan mengatasi perasaan-perasaan congkak, benci dan permusuhan. Sebab di antara sifat-sifat yang terpuji dalam al-Quran ialah:

"Merendah diri terhadap orang-orang mu'min." (al-Maidah: 54)

Sabda Rasulullah s.a.w.:

"Tidak halal seorang muslim menjauhi kawannya lebih dari tiga hari. Jika telah lewat waktu tiga hari itu, maka berbicaralah dengan dia dan berilah salam, jika dia telah menjawab salam, maka keduanya bersama-sama mendapat pahala, dan jika dia tidak membalasnya, maka sungguh dia kembali dengan membawa dosa, sedang orang yang memberi salam telah keluar dari dosa karena menjauhi itu." (Riwayat Abu Daud)

Lebih hebat lagi haramnya memutuskan silaturrahmi ini apabila terhadap keluarga yang oleh Islam diwajibkan untuk menyambungnya dan melindungi kehormatannya.

Firman Allah:

"Dan takutlah kamu kepada Allah yang padaNya Kamu meminta dan jagalah keluarga karena sesungguhnya Allah maha mengawasi atas kamu." (an-Nisa': 1)

Rasulullah s.a.w. menggambarkan silaturrahmi ini dan nilainya, dalam salah satu sabdanya sebagai berikut:

"Kekeluargaan bergantung di Arsy, ia akan berkata: barangsiapa menghubungi aku, maka Allah pun akan menghubunginya; dan barangsiapa memutus aku, maka Allah pun akan memutusnya." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Dan sabdanya pula:

"Tidak masuk syorga orang yang memutus." (Riwayat Bukhari)

Sebagian ulama ada yang menafsirkan kata-kata memutus itu yakni: memutuskan silaturrahmi. Dan lainnya menafsirkan dengan: memotong jalan (penyamun). Jadi seolah-olah kedua-duanya berada dalam satu kedudukan.

Bukanlah yang dimaksud silaturrahmi yang wajib itu sekedar seorang kerabat menghubungi dan berbuat baik kepada yang lain, sebab ini adalah satu hal yang biasa dan yang mesti demikian. Tetapi apa yang dimaksud silaturrahmi yang wajib ialah tetap menghubungi keluarga-keluarganya sekalipun mereka itu menjauhinya. Seperti sabda Nabi:

"Bukanlah orang yang menghubungi keluarga itu ialah orang yang menjamin, tetapi yang dinamakan orang yang menyambung kekeluargaan ialah apabila keluarganya itu memutuskan dia, maka dia tetap menghubunginya." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Ini semua tidak berlaku terhadap hal yang dibenarkan Allah dan dalam masalah yang hak. Sebab teguhnya ikatan iman ialah: Cinta karena Allah, dan benci pun karena Allah.

Rasulullah s.a.w. pernah menjauhi ketiga orang sahabatnya yang tidak mau turut dalam peperangan Tabuk selama 50 hari, sehingga bumi ini layaknya sempit dan hatinya merasa kebingungan, dan tidak ada seorang pun yang mau bergaul dengan mereka, atau berbicara dan memberi salam. Begitulah sehingga Allah menurunkan ayat tentang diterimanya taubat mereka itu.28

Dan pernah juga Rasulullah s.a.w. menjauhi sebagian isterinya selama 40 hari.28

Ibnu Umar pernah menjauhi anaknya sampai ia meninggal dunia, karena anaknya tidak mau mengoreksi hadis yang diterimanya dari ayahnya dari Rasulullah s.a.w. tentang dilarangnya laki-laki menghalang-halangi isterinya pergi ke masjid.29

Adapun menjauhi kawan lantaran kepentingan duniawi, maka sesungguhnya duniawi harus lebih dikesampingkan dalam hubungannya dengan Allah dan seorang muslim, daripada membawa kepada sikap berjauhan dan memutuskan tali persahabatan antara seorang muslim dengan saudaranya. Sebab memutuskan hubungan itu akan dapat menghalangi pengampunan dosa dan rahmat Allah. Seperti diterangkan oleh hadis Rasulullah s.a.w.:

"Pintu-pintu sorga akan dibuka pada hari Isnin dan Khamis, kemudian Allah akan memberi ampunan kepada setiap orang yang tidak menyekutukan Allah sedikitpun; kecuali seorang laki-laki yang ada perpisahan antara dia dengan saudaranya. Maka berkatalah Allah: tangguhkanlah kedua orang ini sehingga mereka berdamai, tangguhkanlah kedua orang ini sehingga mereka berdamai, tangguhkanlah kedua orang ini sehingga mereka berdamai." (Riwayat Muslim)

Kalau dia yang berada di pihak yang benar, maka cukup kiranya pihak yang bersalah datang dan minta maaf, dan dia pun harus memberi maaf. Dengan demikian maka selesailah persengketaan, dan haram hukumnya dia menolak permintaan maaf saudaranya itu.

Terhadap orang yang berbuat demikian, Rasulullah s.a.w. mernberikan ancaman, bahwa kelak di hari kiamat tidak akan masuk sorga.30

(sebelum, sesudah)


Halal dan Haram dalam Islam
Oleh Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi
Alih bahasa: H. Mu'ammal Hamidy
Penerbit: PT. Bina Ilmu, 1993

Indeks Islam | Indeks Qardhawi | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team