Fatwa-fatwa Kontemporer

Indeks Islam | Indeks Qardhawi | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

HUKUM BEKERJA DI BANK                     Dr. Yusuf Qardhawi
 
PERTANYAAN
 
Saya tamatan sebuah akademi perdagangan yang telah  berusaha
mencari  pekerjaan  tetapi  tidak  mendapatkannya kecuali di
salah satu bank. Padahal, saya  tahu  bahwa  bank  melakukan
praktek  riba.  Saya  juga tahu bahwa agama melaknat penulis
riba. Bagaimanakah sikap  saya  terhadap  tawaran  pekerjaan
ini?
 
JAWABAN
 
Sistem ekonomi dalam Islam ditegakkan  pada  asas  memerangi
riba   dan  menganggapnya  sebagai  dosa  besar  yang  dapat
menghapuskan berkah dari  individu  dan  masyarakat,  bahkan
dapat mendatangkan bencana di dunia dan di akhirat.
 
Hal  ini  telah  disinyalir di dalam Al Qur'an dan As Sunnah
serta telah disepakati oleh umat. Cukuplah kiranya jika Anda
membaca firman Allah Ta'ala berikut ini:
 
     "Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah.
     Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap
     dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa." (Al
     Baqarah: 276)
     
     "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
     Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum
     dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka
     jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa
     riba) maka ketabuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya
     akan memerangimu ..." (Al Baqarah: 278-279)
     
Mengenai hal ini Rasulullah saw. bersabda
     
     "Apabila zina dan riba telah merajalela di suatu
     negeri, berarti mereka telah menyediakan diri
     mereka untuk disiksa oleh Allah." (HR Hakim)1
 
Dalam peraturan dan tuntunannya Islam menyuruh umatnya  agar
memerangi  kemaksiatan.  Apabila  tidak  sanggup, minimal ia
harus menahan diri agar perkataan maupun perbuatannya  tidak
terlibat   dalam   kemaksiatan   itu.   Karena   itu   Islam
mengharamkan  semua  bentuk  kerja  sama   atas   dosa   dan
permusuhan,   dan  menganggap  setiap  orang  yang  membantu
kemaksiatan bersekutu dalam dosanya bersama pelakunya,  baik
pertolongan   itu   dalam  bentuk  moril  ataupun  materiil,
perbuatan ataupun  perkataan.  Dalam  sebuah  hadits  hasan,
Rasulullah saw. bersabda mengenai kejahatan pembunuhan:
 
     "Kalau penduduk langit dan penduduk bumi bersekutu
     dalam membunuh seorang mukmin, niscaya Allah akan
     membenamkan mereka dalam neraka." (HR Tirmidzi)
 
Sedangkan tentang khamar beliau saw. bersabda:
 
     "Allah melaknat khamar, peminumnya, penuangnya,
     pemerahnya, yang meminta diperahkan, pembawanya,
     dan yang dibawakannya." (HR Abu Daud dan Ibnu
     Majah)
 
Demikian juga terhadap praktek suap-menyuap:
 
     "Rasulullah saw. melaknat orang yang menyuap, yang
     menerima suap, dan yang menjadi perantaranya." (HR
     Ibnu Hibban dan Hakim)
 
Kemudian mengenai riba, Jabir bin Abdillah r.a. meriwayatkan:
 
     "Rasulullah melaknat pemakan riba, yang memberi
     makan dengan hasil riba, dan dua orangyang menjadi
     saksinya." Dan beliau bersabda: "Mereka itu sama."
     (HR Muslim)
 
Ibnu Mas'ud meriwayatkan:
 
     "Rasulullah saw. melaknat orang yang makan riba
     dan yang memberi makan dari hasil riba, dua orang
     saksinya, dan penulisnya." (HR Ahmad, Abu Daud,
     Ibnu Majah, dan Tirmidzi)2
 
Sementara itu, dalam riwayat lain disebutkan:
 
     "Orang yang makan riba, orang yang memben makan
     dengan riba, dan dua orang saksinya --jika mereka
     mengetahui hal itu-- maka mereka itu dilaknat
     lewat lisan Nabi Muhammad saw. hingga han kiamat."
     (HR Nasa'i)
 
Hadits-hadits sahih yang sharih itulah  yang  menyiksa  hati
orang-orang  Islam  yang  bekerja  di bank-bank atau syirkah
(persekutuan)   yang   aktivitasnya   tidak    lepas    dari
tulis-menulis dan bunga riba. Namun perlu diperhatikan bahwa
masalah riba ini tidak hanya berkaitan dengan  pegawai  bank
atau  penulisnya pada berbagai syirkah, tetapi hal ini sudah
menyusup ke dalam sistem ekonomi  kita  dan  semua  kegiatan
yang berhubungan dengan keuangan, sehingga merupakan bencana
umum sebagaimana yang diperingatkan Rasulullah saw.:
 
     "Sungguh akan datang pada manusia suatu masa yang
     pada waktu itu tidak tersisa seorangpun melainkan
     akan makan riba; barangsiapa yang tidak memakannya
     maka ia akan terkena debunya." (HR Abu Daud dan
     Ibnu Majah)
 
Kondisi seperti ini tidak dapat diubah dan diperbaiki  hanya
dengan  melarang  seseorang  bekerja di bank atau perusahaan
yang mempraktekkan riba.  Tetapi  kerusakan  sistem  ekonomi
yang  disebabkan  ulah  golongan  kapitalis  ini hanya dapat
diubah oleh  sikap  seluruh  bangsa  dan  masyarakat  Islam.
Perubahan  itu  tentu  saja harus diusahakan secara bertahap
dan  perlahan-lahan  sehingga  tidak  menimbulkan  guncangan
perekonomian  yang dapat menimbulkan bencana pada negara dan
bangsa. Islam sendiri tidak melarang umatnya untuk melakukan
perubahan    secara   bertahap   dalam   memecahkan   setiap
permasalahan yang pelik.  Cara  ini  pernah  ditempuh  Islam
ketika  mulai  mengharamkan riba, khamar, dan lainnya. Dalam
hal ini yang terpenting adalah tekad  dan  kemauan  bersama,
apabila  tekad  itu  telah bulat maka jalan pun akan terbuka
lebar.
 
Setiap  muslim  yang  mempunyai  kepedulian  akan  hal   ini
hendaklah  bekerja  dengan  hatinya,  lisannya,  dan segenap
kemampuannya melalui berbagai wasilah  (sarana)  yang  tepat
untuk   mengembangkan   sistem  perekonomian  kita  sendiri,
sehingga  sesuai  dengan  ajaran   Islam.   Sebagai   contoh
perbandingan,  di  dunia  ini  terdapat beberapa negara yang
tidak memberlakukan sistem riba, yaitu mereka yang  berpaham
sosialis.
 
Di  sisi lain, apabila kita melarang semua muslim bekerja di
bank, maka dunia perbankan dan sejenisnya akan dikuasai oleh
orang-orang  nonmuslim  seperti  Yahudi dan sebagainya. Pada
akhirnya, negara-negara Islam akan dikuasai mereka.
 
Terlepas dari semua itu,  perlu  juga  diingat  bahwa  tidak
semua  pekerjaan  yang  berhubungan  dengan  dunia perbankan
tergolong riba. Ada diantaranya yang halal dan baik, seperti
kegiatan  perpialangan,  penitipan,  dan  sebagainya; bahkan
sedikit pekerjaan di sana yang termasuk haram.  Oleh  karena
itu,  tidak  mengapalah  seorang  muslim  menerima pekerjaan
tersebut --meskipun hatinya tidak rela-- dengan harapan tata
perekonomian  akan  mengalami  perubahan menuju kondisi yang
diridhai agama  dan  hatinya.  Hanya  saja,  dalam  hal  ini
hendaklah  ia  rnelaksanakan tugasnya dengan baik, hendaklah
menunaikan kewajiban terhadap dirinya dan  Rabb-nya  beserta
umatnya sambil menantikan pahala atas kebaikan niatnya:
 
     "Sesungguhnya setiap orang memperoleh apa yang ia
     niatkan." (HR Bukhari)
 
Sebelum  saya  tutup  fatwa  ini  janganlah  kita  melupakan
kebutuhan  hidup  yang  oleh  para fuqaha diistilahkan telah
mencapai tingkatan darurat. Kondisi inilah yang mengharuskan
saudara  penanya  untuk  menerima pekerjaan tersebut sebagai
sarana mencari penghidupan dan  rezeki,  sebagaimana  firman
Allah SWT:
 
     "... Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa
     (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan
     tidak (pula) melampaui batas maka tidak ada dosa
     baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
     Maha Penyayang." (Al Baqarah: 173}
 
Catatan kaki:
1 Hakim mengatakan bahwa hadits ini sahih isnadnya.
2 Tirmidzi mensahihkannya. Hadits ini diriwayatkan pula
  oleh Ibnu Hibban dan Hakim, dan mereka mensahihkannya.
 
-----------------------
Fatwa-fatwa Kontemporer
Dr. Yusuf Qardhawi
Gema Insani Press
Jln. Kalibata Utara II No. 84 Jakarta 12740
Telp. (021) 7984391-7984392-7988593
Fax. (021) 7984388
ISBN 979-561-276-X
 

Indeks Islam | Indeks Qardhawi | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team