Sistem Masyarakat Islam dalam
Al Qur'an & Sunnah

oleh Dr. Yusuf Qardhawi

Indeks Islam | Indeks Qardhawi | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

MENGEMBANGKAN HARTA DENGAN SESUATU YANG TIDAK MEMBAHAYAKAN AKHLAQ DAN KEPENTlNGAN UMUM

Islam mengajak kepada para pemilik harta untuk mengembangkan harta mereka dan menginvestasikannya, sebaliknya melarang mereka untuk membekukan dan tidak memfungsikannya. Maka tidak boleh bagi pemilik tanah menelantarkan tanahnya dari pertanian, apabila masyarakat memerlukan apa yang dikeluarkan oleh bumi berupa tanaman-tanaman dan buah-buahan. Demikian juga pemilik pabrik di mana manusia memerlukan produknya, karena ini bertentangan dengan prinsip "Istikhlaf" (amanah peminjaman dari Allah).

Demikian juga tidak diperbolehkan bagi pemilik uang untuk menimbun dan menahannya dari peredaran, sedangkan ummat dalam keadaan membutuhkan untuk memfungsikan uang itu untuk proyek-proyek yang bermanfaat dan dapat membawa dampak berupa terbukanya lapangan kerja bagi para pengangguran dan menggairahkan aktivitas perekonomian. Tidak heran jika Al Qur'an memberi peringatan kepada orang-orang yang menyimpan harta dan yang bersikap egois dengan ancaman yang berat. Allah SWT berfirman:

"Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkan pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, pada hari dipanaskan emas dan perak itu dalam neraka Jahanam, lalu dibakar dengannnya dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka, "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (At Taubah: 34-35)

Akan tetapi Islam memberikan batasan pemilikan harta dalam pengembangan dan investasinya dengan cara-cara yang benar (syar'i) yang tidak bertentangan dengan akhlaq, norma dan nilai-nilai kemuliaan. Tidak pula bertentangan dengan kemaslahatan sosial karena dalam Islam tidak terpisah antara ekonomi dan akhlaq. Oleh karenanya, bukanlah pihak pemodal itu bebas sebagaimana dalam teori materialistis. Seperti yang pernah diyakini oleh kaum Syu'aib dahulu, bahwa mereka bebas untuk mempergunakan harta mereka sesuai dengan keinginan mereka. Al Qur'an mengungkapkan hal itu sebagai berikut:

"Hai Syu 'aib, apakah agamamu menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang kami memperbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami." (Huud: 87)

Karena itulah Islam mengharamkan cara-cara berikut ini dalam mengembangkan harta

1. Riba

Di dalam riba itu seseorang berusaha memenuhi kebutuhan orang yang ingin meminjam harta, tetapi di saat yang sama ia mengharuskan kepada orang yang meminjam itu untuk memberi tambahan yang nanti akan diambilnya, tanpa ada imbalan darinya berupa kerja dan tidak pula saling memikirkan. Sehingga di sini yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Pelaku riba bagaikan segumpal darah yang menyerap darah orang-orang yang bekerja keras, sedangkan ia tidak bekerja apa-apa, tetapi ia tetap memperoleh keuntungan yang melimpah ruah. Dengan demikian semakin lebar jurang pemisah di bidang sosial ekonomi antara kelompok-kelompok yang ada, dan api permusuhan pun semakin berkobar.

Oleh karena itu Islam sangat keras dalam mengharamkan riba dan memasukkannya di antara dosa besar yang merusak, serta mengancam orang yang berbuat demikian dengan ancaman yang sangat berat. Allah SWT berfirman:

"Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya." (Al Baqarah: 278-279)

Rasulullah SAW melaknati orang yang memakan riba, yang diberi makan, sekretarisnya dan kedua saksinya.

2. Ihtikar (menimbun di saat orang membutahkan)

Di dalam hadits shahih disebutkan:

"Tidak ada yang menimbun (barang ketika dibutuhkan) kecuali orang yang berdosa." (HR. Muslim, Abu Dawud dan Tirmidzi)

"Barangsiapa yang menimbun makanan selama empat puluh hari, maka ia telah terlepas dari Allah dan Allah pun terlepas dari padanya." (HR. Ahmad)

Ancaman itu datang karena orang yang menyimpan itu ingin membangun dirinya di atas penderitaan orang lain dan dia tidak peduli apakah manusia kelaparan atau telanjang, yang penting dia mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Semakin masyarakat memerlukan barang itu semakin dia menyembunyikannya, dan semakin senang dengan naiknya harga barang tersebut, oleh karena itu Rasulullah SAW bersabda:

"Seburuk-buruk hamba (Allah) adalah yang menimbun, apabila mendengar harga barang menurun ia merasa susah, dan apabila ia mendengar harga barang naik ia merasa gembira." (Disebutkan oleh Razin di dalam Jami'nya)

Para fuqaha' berselisih mengenai batas menyimpan barang yang diharamkan, apakah hanya makanan pokok atau segala sesuatu yang diperlukan oleh masyarakat. Yang benar adalah pendapat yang dikatakan oleh Imam Abu Yusuf. "yaitu segala sesuatu yang berbahaya bagi manusia bila disimpan maka itu ihtikar (menimbun)"

3. Penipuan

Ini berlaku dalam segala macam bentuknya, Rasulullah SAW bersabda:

"Barangsiapa menipu (melakukan kecurangan) maka bukan termasuk ummatku." (HR. Muslim)

"Dua orang yang melakukan jual beli itu boleh memilih selama belum berpisah, jika keduanya jujur dan saling menjelaskan maka keduanya mendapat berkah dalam jual belinya, tetapi jika kedua-duanya saling mengumpat dan berdusta maka berkah jual belinya akan hilang." (HR. Muttafaqun'Alaih)

Di antara contoh penipuan adalah mengurangi takaran dan timbangan, sebagaimana disebutkan oleh Al Qur'an Al Karim sebagai berikut:

"Celakalah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dan orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi." (Al Muthaffifiin: 1-3)

Al Qur'an telah menceritakan kisah Syu'aib beberapa kali, beliau mengajak kaumnya dengan ikhlas dan secara terus menerus:

"Penuhilah takaran dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang merugikan; dan timbanglah dengan timbangan yang lurus (benar)." (Asy Syu'ara: 181-182)

4. Berdagang barang-barang yang diharamkan

Seperti khamr (arak) atau minuman keras lainnya, narkotik, daging babi, perkakas (alat-alat) yang diharamkan, seperti bejana dari emas dan perak, berhala dan patung-patung, serta bahan makanan yang membahayakan. Karena apabila Allah mengharamkan sesuatu maka Allah juga mengharamkan nilai dan harganya.

5. Segala sesuatu yang bertentangan dengan akhlaq

Segala sesuatu yang bertentangan dengan akhlaq yang mulia, atau dapat menjauhkan manusia dari agama yang benar atau membahayakan kepentingan masyarakat, maka itu termasuk mungkar yang diperangi oleh Islam dan ditolak oleh sistem ekonomi Islam.


Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah (Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh) oleh Dr. Yusuf Qardhawi Cetakan Pertama Januari 1997 Citra Islami Press Jl. Kol. Sutarto 88 (lama) Telp.(0271) 632990 Solo 57126

 

Indeks Islam | Indeks Qardhawi | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team