Hukum-hukum Zakat

oleh Dr. Yusuf Qardhawi

Indeks Islam | Indeks Qardhawi | Indeks Zakat | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

PARA ULAMA FIKIH LAIN DAN KALANGAN TABI'IN DAN LAINNYA
 
1. Mengenai pemungutan zakat dari "harta penghasilan" yang
   bersumber dari Zuhri dan Hasan adalah seperti yang
   diutarakan Ibnu Hazm. (Kita akan mengulas sedikit hal
   tersebut waktu membicarakan cara pengeluaran zakat "harta
   penghasilan"). Sebelum itu sudah terdapat pendapat serupa
   dari al-Auza'i. Bahkan Ahmad bin Hanbal diriwayatkan
   berpendapat yang mirip hal itu. Dan kita telah menerangkan
   dalam fasal sebelum ini pendapat tentang seseorang yang
   mengambil sewa dari penyewaan rumahnya bahwa ia harus
   mengeluarkan zakat hasil sewaan tersebut ketika menerimanya,
   sebagaimana disebutkan dalam al- Mughni. Ahmad berpendapat,
   dari sumber beberapa orang, bahwa orang itu mengeluarkan
   zakatnya ketika menerimanya. Ibnu Mas'ud meriwayatkan dengan
   sanad ia sendiri apa yang telah kita terangkan diatas
   tentang zakat pemberian.
   
2. Hal tersebut juga merupakan pendapat Nashir, Shadiq dan
   Baqir dari kalangan ulama-ulama Makkah sebagaimana juga
   mazhab Daud; bahwa barangsiapa yang memperoleh sejumlah
   senisab, ia harus mengeluarkan zakatnya langsung.
   
   Alasan mereka  adalah  keumuman  nash-nash  yang  mewajibkan
   zakat, seperti sabda Rasulullah s.a.w.: "Uang perak zakatnya
   1/40." (Muttafaq 'alaihi).
 
Berdasarkan hadis itu masa setahun tidak  merupakan  syarat,
tetapi  hanya  merupakan  tempo antara dua pengeluaran zakat
dan tidak disyaratkan terpenuhinya nisab selain  hanya  pada
saat   harus  dikeluarkan  yaitu  akhir  tahun,  sebagaimana
dicontohkan Nabi yang memungut zakat pada akhir tahun, tanpa
melihat  keadaan  harta  tersebut  pada  awal  tahun:  cukup
senisab atau tidak.
 
PERBEDAAN MAZHAB EMPAT DALAM MASALAH HARTA PENGHASILAN
 
Para imam mazhab empat berbeda pendapat  yang  cukup  kisruh
tentang  harta penghasilan, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu
Hazm dalam al- Muhalla. Ibnu Hazm berkata, bahwa Abu Hanifah
berpendapat bahwa harta penghasilan itu dikeluarkan zakatnya
bila mencapai masa setahun penuh  pada  pemiliknya,  kecuali
jika   pemiliknya   mempunyai   harta   sejenis  yang  harus
dikeluarkan zakatnya yang untuk itu zakat harta  penghasilan
itu  dikeluarkan  pada  permulaan  tahun dengan syarat sudah
mencapai  nisab.  Dengan   demikian   bila   ia   memperoleh
penghasilan   sedikit   ataupun  banyak - meski  satu  jam
menjelang waktu setahun dari harta  yang  sejenis  tiba,  ia
wajib mengeluarkan zakat penghasilannya itu bersamaan dengan
pokok harta yang sejenis  tersebut,  meskipun  berupa  emas,
perak,  binatang  piaraan,  atau  anak-anak binatang piaraan
atau lainnya.
 
Tetapi  Malik  berpendapat  bahwa  harta  penghasilan  tidak
dikeluarkan  zakatnya sampai penuh waktu setahun, baik harta
tersebut sejenis dengan jenis harta  pemiliknya  atau  tidak
sejenis,  kecuali  jenis  binatang piaraan. Karena itu orang
yang memperoleh penghasilan berupa  binatang  piaraan  bukan
anaknya  sedang  ia  memiliki  binatang piaraan yang sejenis
dengan yang  diperolehnya,  zakatnya  dikeluarkan  bersamaan
pada  waktu  penuhnya  batas  satu  tahun  binatang  piaraan
miliknya itu bila sudah mencapai  nisab.  Kalau  tidak  atau
belum  mencapai  nisab  maka  tidak  wajib zakat Tetapi bila
binatang  piaraan  penghasilan  itu  berupa  anaknya,   maka
anaknya  itu  dikeluarkan  zakatnya berdasarkan masa setahun
induknya baik induk tersebut sudah  mencapai  nisab  ataupun
belum mencapai nisab.
 
Syafi'i  mengatakan  bahwa harta penghasilan itu dikeluarkan
zakatnya bila mencapai waktu setahun  meskipun  ia  memiliki
harta sejenis yang sudah cukup nisab. Tetapi zakat anak-anak
binatang piaraan dikeluarkan bersamaan dengan zakat induknya
yang  sudah  mencapai  nisab,  dan bila tidak mencapai nisab
maka tidak wajib zakatnya.
 
Ibnu Hazm tampil - dengan  caranya  yang  menggebu-gebu  -
dengan  pendapat  bahwa  pendapat-pendapat  di  atas  adalah
salah.   Ia    mengatakan    bahwa    salah    satu    bukti
pendapat-pendapat  itu  salah  adalah  cukup  dengan melihat
kekisruhan semua pendapat itu, semuanya hanya  dugaan-dugaan
belaka dan merupakan bagian-bagian yang saling bertentangan,
yang tidak ada landasan salah satu pun dari  semuanya,  baik
dari  Quran  atau  hadis  shahih  ataupun  dari riwayat yang
bercacat sekalipun, tidak perlu dari  Ijmak  dan  Qias,  dan
tidak  pula dari pemikiran dan pendapat yang dapat diterima.
Dan Ibnu Hazm membuang semua perbedaan dan bagian yang salah
tersebut  dengan berpendapat bahwa ketentuan setahun berlaku
bagi seluruh  harta  benda,  uang  penghasilan  atau  bukan,
bahkan   termasuk   anak-anak   binatang  piaraan.  Hal  itu
bertentangan dengan temannya yaitu Daud Zahiri  yang  keluar
dari  pertentangan  itu  dengan pendapat bahwa seluruh harta
penghasilan wajib zakat tanpa persyaratan setahun. Tetapi ia
sendiri tidak bebas dari kesalahan serupa yang diderita oleh
orang-orang lain di atas.
                                          (sebelum, sesudah)

 
---------------------------------------------------
HUKUM ZAKAT
Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat
Berdasarkan Qur'an dan Hadis
Dr. Yusuf Qardawi
Litera AntarNusa dan Mizan, Jakarta Pusat
Cetakan Keempat 1996, ISBN 979-8100-34-4

Indeks Islam | Indeks Qardhawi | Indeks Zakat | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team