Hukum-hukum Zakat

oleh Dr. Yusuf Qardhawi

Indeks Islam | Indeks Qardhawi | Indeks Zakat | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

BESAR ZAKAT PENGHASILAN DAN SEJENISNYA
 
Berapakah besar zakat yang ditetapkan  atas  berbagai  macam
penghasilan  dan  pendapatan?  Masalah  yang  diundang  oleh
Muhammad Ghazali agar para  ulama  dan  ilmuwan  bekerjasama
membahasnya,  maka  kita  setelah  mengadakan penelitian dan
pengkajian, sampai pada satu  pendapat  yang  kita  paparkan
sebagai berikut:
 
Penghasilan  yang  diperoleh dari modal saja atau dari modal
kerja seperti penghasilan pabrik, gedung, percetakan, hotel,
mobil, kapal terbang dan sebangsanya-besar zakatnya adalah
sepersepuluh dari pendapatan bersih setelah  biaya,  hutang,
kebutuhan-kebutuhan   pokok  dan  lain-lainnya  dikeluarkan,
berdasarkan qias kepada  penghasilan  dari  hasil  pertanian
yang diairi tanpa ongkos tambahan.
 
Diatas  kita  sudah  bertemu  dengan pendapat Abu Zahrah dan
teman-temannya mengenai zakat gedung dan pabrik bahwa  bila
mungkin  diketahui  pendapatan  bersih  setelah  dikeluarkan
ongkos-ongkos  dan  biaya-biaya,  seperti  keadaan   dalam
perusahaan  industri,  maka zakatnya diambil dari pendapatan
bersih  sebesar  sepersepuluh,  dan   jika   tidak   mungkin
diketahui  pendapatan  bersih  seperti berbagai macam gedung
dan  sejenisnya,  maka  zakatnya  diambil  dari   pendapatan
tersebut  sebesar  sepersepuluh.  Klasifikasinya  itu  dapat
diterima.
 
Yang kita maksudkan dengan modal disini  adalah  modal  yang
dikembangkan  di  luar  sektor  perdagangan. Sedangkan modal
yang tersebar dalam sektor perdagangan maka zakatnya diambil
dari  modal  beserta keuntungannya sebesar seperempat puluh,
sebagaimana sudah dijelaskan dalam pembahasan  mengenai  hal
itu.
 
Tetapi pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan saja seperti
pendapatan pegawai dan golongan profesi yang mereka  peroleh
dari   pekerjaan   mereka,   maka  besar  zakat  yang  wajib
dikeluarkan adalah seperempat puluh, sesuai dengan  keumuman
nash  yang  mewajibkan zakat uang sebanyak seperempat puluh,
baik harta penghasilan maupun yang harta yang bermasa tempo,
dan   sesuai  dengan  kaedah  Islam  yang  menegaskan  bahwa
kesukaran dapat meringankan besar kewajiban serta  mengikuti
tindakan  Ibnu  Mas'ud  dan  Mu'awiyah  yang  telah memotong
sebesar tertentu, berupa zakat, dari gaji para  tentara  dan
para   penerima   gaji  lainnya  langsung  di  dalam  kantor
pembayaran gaji, juga sesuai dengan apa yang diterapkan oleh
khalifah  Umar bin Abdul Aziz. Pengqiasan penghasilan kepada
pemberian atau gaji  yang  diberikan  oleh  khalifah  kepada
tentara  itu  lebih  kuat  dari  pengqiasannya  kepada hasil
pertanian.  Sedang  yang  lebih   tepat   diqiaskan   kepada
pendapatan    hasil   pertanian   adalah   pendapatan   dari
gedung-gedung,   pabrik-pabrik,   dan   sejenisnya    berupa
modal-modal  yang  memberikan  penghasilan  sedangkan  modal
tersebut tetap utuh.
 
Ini berarti bahwa besar zakat pendapatan kerja lebih  ringan
dari  besar  zakat pendapatan modal atau modal kerja. Inilah
yang diterapkan oleh sistem perpajakan modern yang oleh para
ahli  moneter  dihimbau  agar  keadilan  diterapkan  melalui
penetapan  pajak  berdasarkan  kuat  atau  lemahnya   sumber
pendapatan   tersebut   sehingga  salah  satu  ciri  penting
kepribadian pajak pendapatan adalah perhitungan atas  sumber
pendapatan  tersebut.  Dan  karena  sumber  pendapatan  pada
pokoknya tidak keluar dari tiga hal, yaitu modal, kerja, dan
gabungan  antara modal dan kerja, maka ketentuan dalam dunia
perpajakan adalah bahwa besar pajak  pendapatan  atas  modal
tetap  atau  yang  berkembang  mempunyai urutan lebih tinggi
daripada besar pajak yang dikenakan  atas  penghasilan  dari
kerja.  Karena  modal merupakan sumber yang lebih stabil dan
mantap, sedangkan kerja merupakan sumber yang  paling  tidak
stabil.  Mereka  menegaskan  bahwa perhatian terhadap sumber
pendapatan  seharusnya  menyebabkan  pajak  yang  ditetapkan
dapat  mengurangi  beban  pajak, orang-orang yang memperoleh
pendapatan dari sumber yang lemah, dan itu berarti  berperan
aktif mewujudkan keadilan dalam distribusi pendapatan.
 
Bahkan  sebagian  orang-orang  sosialis  lebih ekstrim lagi,
yang menghimbau agar penghasilan dari kerja dapat dibebaskan
dari segala macam pajak untuk mendorong kerja tersebut.
 
Namun  pandangan  Islam  mengenai  zakat  adalah bahwa zakat
merupakan  lambang  pensyukuran  nikmat,  pembersihan  jiwa,
pembersihan  harta, dan pemberian hak Allah, hak masyarakat,
dan hak orang yang lemah.  Pandangan  itu  menegaskan  bahwa
zakat wajib dipungut dari hasil kerja sebagaimana juga wujud
dipungut  dari  pendapatan-pendapatan  yang  lain,  meskipun
besar zakat masing-masing berbeda-beda.
 
Catatan kaki:
 
 1 Halqa   ad-Dirasa al-Ijtima'iyya: 248.
 2 Ibid.
 3 Penentangan yang paling jelas adalah keluhan kebanyakan
   pegawai bahwa mereka sudah membelanjakan gaji mereka
   beberapa hari setelah diterima sampai meminjam lagi. Dalam
   hal ini secara ijmak waktu setahun tidak terpenuhi.
 4 Lihat Ibnu Hazm, al-Mahalla, jilid 4:3
   dan Nashb ar-Rayah, jilid 2: 28-329.
 5 Sunan Turmizi, kitab zakat, bab zakat emas dan uang.
 6 Mukhtashar as-Sunan, jilid 2: 191.
 7 Mizan al-I'tidal, jilid 2: 352-353. Terjemah no. 4052.
 8 Ibid: 182.
 9 Lihat riwayatnya dalam al-Mizan, no. 1918, jilid 1: 513-515.
10 At-Talkhish: 175.
11 Ibid, 175.
12 Nushbu ar-Riwayah, jilid 2: 330.
13 At-Talkhis, 175.
14 Tahdhib Sunan Abi Daud, jilid 2: 189.
15 Al-Mizan, jilid 1: 445-446, terjemah no. 1659.
16 Turmizi bisyarhi Ibni al-Arabi, jilid 3: 125-126.
17 Lihat as-Sunan al-Kubra. jilid 4: 95 dan at-Takhsish; 175.
18 Ibnu Hazm meriwayatkan hadis-hadis tersebut dengan sanadnya
   di dalam al-Muhalla, jilid 5: 276.
19 Al-Muhalla, jilid 4: 83; diriwayatkan oleh Abu Ubaid
   dalam al-Amwal: 413-414 dan menafsirkannya terlalu jauh.
20 Ibid, hal 84-85 dan terdapat perbedaan riwayat dari
   Umar bin Abdul Aziz dan Hasan.
21 Al-Amwal; 413 dan diriwayatkan dari sumber.
22 Al-Mushannif, jilid 3: 160, cetakan Hyderabad.
23 Al-Amwal, hal. 412.
24 Al-Mushannif, jilid 3: 114, cetakan Hyderabad.
25 Ia berbicara dalam Mujma' az-Zawaid, jilid 3: 68 dan
   orang-orangnya adalah shahih kecuali Hubairah yang adalah
   thiqah.
26 Ia juga telah membantu Abu Ubaid dalam penafsiran versi
   lain dari yang telah ditafsirkan oleh orang lain. Ia
   berkata, bahwa mereka meriwayatkan dari Sufyan dari Khushaif
   dari Abu Ubaidah dari Abdullah, "Barangsiapa memperoleh
   harta benda, maka tidak ada zakat didalamnya sehingga lewat
   setahun." Tetapi hadis tersebut lemah karena dua sebab:
   a. Bahwa Abu Ubaid berkata: "Mereka meriwayatkan dari
      Sufyan. Sedang dia sendiri tidak menyebutkan penyambung
      dia dan Sufyan.
   b. Bahwa Khushaif-meskipun ia banyak benarnya dituduh
      salah, hafalan jelek dan banyak dugaan serta banyak ragu,
      yang tidak bisa dijadikan landasan hukum. Barangkali yang
      paling benar adalah apa yang dikatakan oleh Ibnu Hiban.
      "Ia adalah seorang tua yang shaleh, ahli fikih, selalu
      tekun beribadah, tapi dia sering salah meriwayatkan hadis,
      selalu lain daripada hadis-hadis masyhur. Dia banyak
      benarnya dalam riwayatnya tetapi yang diragukan adalah
      untuk menerima ia benar dan mau menghindari yang tidak
      sesuai dengannya, tetapi ia adalah di antara orang yang
      dipilih Allah tentang hal tersebut (lihat Tahdhib
      at-Tahdhib, jilid 3: 143-144). Di sini kita melihat
      riwayat-riwayat yang shahih dari Ibnu Mas'ud bertentangan
      dengan riwayat Khushaif, yang membuat kita tidak boleh
      menganggap tidak benar.
27 Al-Muwaththa ma'a al-Muntaqa, jilid 2: 95.
28 Al-Amwal; 432.
29 Al-Mushannif; 85.
30 Lihat al-Mughni jilid 2: 626 dan jilid 3: 29 dan 47.
31 Ar-Raudh an-Nadhir, jilid 2: 411 dan Nail al-Authar,
   jilid 4: 148.
32 Ar-Raudh an-Nadhir, jilid 2: 411.
33 Ibnu Hazm, al-Muhalla, jilid 4: 84.
34 Ibid.
35 Ibid.
36 Ibnu Hazm, al-Muhalla, jilid 6: 84.
37 Ia berkata dalam Majma' az-Zawaid "orang-orangnya adalah
   orang-orang shahih kecuali Hubairah yang tidak dipercaya"
   (jilid 3: 68).
38 Ibnu Syaibah, Mushannif, jilid 4: 42-44, penerbit Maltan.
39 Ibid.
40 Lihat Syarh al-Muntwqa 'ala al-Muwaththa, jilid 2: 95.
   penerbit as-Sa'adah.
41 Bukhari, Shahih al-Bukhari, kitab zakat dalam bab "Setiap
   Muslim Wajib Sedekah," jilid 2: 143, penerbit asy-Syaib.
42 Menurut saya bahkan juga atas petani penyewa yang tidak
   memiliki kurang satu qirat tanah pun jika tanahnya
   menghasilkan lima puluh kail jagung atau gandum sebagaimana
   pendapat Jumhur.
43 Muhammad Ghazali. al-Islam wa al-Audza al-Iqtishadiyyah;
   166-168. cet. kelima.
44 Perhatikan kembali apa yang kami tulis dalam pendahuluan
   tentang kaidah-kaidah yang kita pergunakan dalam memilih dan
   mentarjih pendapat-pendapat.
45 Ini berdasarkan ukuran nisab dua puluh misqal emas.
   Adapun jika berdasarkan ukuran perak, jarang sekali terjadi
   bahwa gaji tidak mencapai nisab.
46 Lihat Syarh Ghayah al-Muntaha, jilid 2: 59.
47 Ibnu Abi Syaibah, al-Mushannif; jilid 4: 30.
48 Al-Mughni, jilid 2: 626, cet. al-Mannar ketiga.
49 Al-Mushannif; jilid 4: 30.
50 Lihat ketentuan "Lebih dari Kebutuhan Pokok" dalam fasal
   pertama bab ini, dan didalam fasal dari bab ini juga.
51 Lihat Dr. Muhammad Fuad Ibrahim, Mabadi' 'ilm al-Maliyah
   al-'Ammah, jilid 1: 284.
 
                                       (sebelum, Daftar Isi)

 
---------------------------------------------------
HUKUM ZAKAT
Studi Komparatif Mengenai Status dan Filsafat Zakat
Berdasarkan Qur'an dan Hadis
Dr. Yusuf Qardawi
Litera AntarNusa dan Mizan, Jakarta Pusat
Cetakan Keempat 1996, ISBN 979-8100-34-4

Indeks Islam | Indeks Qardhawi | Indeks Zakat | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team