Wawasan Al-Qur'an

oleh Dr. M. Quraish Shihab, M.A.

Indeks Islam | Indeks Quraish Shihab | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

UKHUWAH                                                  (1/2)
 
Ukhuwah    (ukhuwwah)    yang    biasa    diartikan    sebagai
"persaudaraan",  terambil  dari  akar  kata  yang pada mulanya
berarti "memperhatikan". Makna asal ini  memberi  kesan  bahwa
persaudaraan  mengharuskan  adanya  perhatian semua pihak yang
merasa bersaudara.
 
Boleh jadi, perhatian itu pada  mulanya  lahir  karena  adanya
persamaan  di  antara  pihak-pihak  yang  bersaudara, sehingga
makna tersebut kemudian berkembang, dan pada akhirnya  ukhuwah
diartikan  sebagai  "setiap  persamaan  dan  keserasian dengan
pihak lain, baik persamaan keturunan, dari  segi  ibu,  bapak,
atau keduanya, maupun dari segi persusuan". Secara majazi kata
ukhuwah (persaudaraan) mencakup  persamaan  salah  satu  unsur
seperti  suku, agama, profesi, dan perasaan. Dalam kamus-kamus
bahasa Arab ditemukan  bahwa  kata  akh  yang  membentuk  kata
ukhuwah digunakan juga dengan arti teman akrab atau sahabat.
 
Masyarakat   Muslim   mengenal  istilah  ukhuwmah  Islamiyyah.
Istilah ini  perlu  didudukkan  maknanya,  agar  bahasan  kita
tentang  ukhuwah tidak mengalami kerancuan. Untuk itu terlebih
dahulu perlu dilakukan tinjauan  kebahasaan  untuk  menetapkan
kedudukan  kata Islamiah dalam istilah di atas. Selama ini ada
kesan  bahwa  istilah  tersebut  bermakna  "persaudaraan  yang
dijalin   oleh   sesama   Muslim",   atau  dengan  kata  lain,
"persaudaraan antar sesama Muslim", sehingga dengan  demikian,
kata "Islamiah" dijadikan pelaku ukhuwah itu.
 
Pemahaman  ini  kurang  tepat. Kata Islamiah yang dirangkaikan
dengan kata ukhuwah lebih tepat  dipahami  sebagai  adjektifa,
sehingga  ukhuwah Islamiah berarti "persaudaraan yang bersifat
Islami atau yang diajarkan oleh Islam." Paling tidak, ada  dua
alasan untuk mendukung pendapat ini.
 
Pertama,  Al-Quran  dan  hadis  memperkenalkan  bermacam-macam
persaudaraan, seperti yang akan diuraikan selanjutnya.
 
Kedua, karena alasan kebahasaan. Di dalam  bahasa  Arab,  kata
sifat  selalu  harus disesuaikan dengan yang disifatinya. Jika
yang  disifati  berbentuk  indefinitif  maupun  feminin,  kata
sifatnya  pun  harus  demikian. Ini terlihat secara jelas pada
saat  kita  berkata  ukhuwwah   Islamiyyah   dan   Al-Ukhuwwah
Al-Islamiyyah.
 
UKHUWAH DALAM AL-QURAN
 
Dalam  Al-Quran,  kata  akh  (saudara)  dalam  bentuk  tunggal
ditemukan sebanyak 52 kali. Kata ini dapat berarti.
 
1. Saudara kandung atau saudara seketurunan, seperti pada ayat
yang  berbicara  tentang  kewarisan,  atau keharaman mengawini
orang-orang tertentu, misalnya,
 
     Diharamkan kepada kamu (mengawini) ibu-ibumu,
     anak-anak perempuanmu, saudara-saudara perempuanmu,
     saudara-saudara perempuan bapakmu, saudara-saudara
     perempuan ibumu, (dan) anak-anak perempuan dari
     saudara-saudaramu yang laki-laki ... (QS Al-Nisa [4]:
     23)
 
2. Saudara yang dijalin oleh ikatan  keluarga,  seperti  bunyi
doa Nabi Musa a.s. yang diabadikan Al-Quran,
 
     Dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari
     keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku (QS Thaha [20]:
     29-30).
 
3. Saudara dalam arti sebangsa, walaupun tidak seagama seperti
dalam firman-Nya,
 
     Dan kepada suku 'Ad, (kami utus) saudara mereka Hud
     (QS Al-A'raf [7]: 65).
 
Seperti telah diketahui kaum 'Ad membangkang  terhadap  ajaran
yang  dibawa  oleh Nabi Hud, sehingga Allah memusnahkan mereka
(baca antara lain QS Al-Haqqah [69]: 6-7).
 
4. Saudara semasyarakat, walaupun berselisih paham.
 
     Sesungguhnya saudaraku ini mempunyai 99 ekor kambing
     betina, dan aku mempunyai seekor saja, maka dia
     berkata kepadaku, "Serahkan kambingmu itu kepadaku";
     dan dia mengalahkan aku di dalam perdebatan (QS Shad
     [38]: 23).
 
Dalam sebuah hadis, Nabi Saw. bersabda.
 
     Belalah saudaramu, baik ia berlaku aniaya, maupun
     teraniaya.
 
Ketika beliau ditanya seseorang, bagaimana cara membantu orang
yang menganiaya, beliau menjawab,
 
     Engkau halangi dia agar tidak berbuat aniaya. Yang
     demikian itulah pembelaan baginya. (HR Bukhari melalui
     Anas bin Malik)
 
5. Persaudaraan seagama.
 
Ini ditunjukkan oleh firman Allah dalam surat Al-Hujurat  ayat
10
 
     Sesungguhnya orang-orang Mukmin itu bersaudara.
 
Di atas telah dikemukakan bahwa dari segi bahasa, kata ukhuwah
dapat  mencakup  berbagai  persamaan. Dari sini 1ahir lagi dua
macam persaudaraan, yang walaupun secara tegas  tidak  disebut
oleh   Al-Quran  sebagai  "persaudaraan",  namun  substansinya
adalah persaudaraan. Kedua hal tersebut adalah:
 
1. Saudara sekemanusiaan (ukhuwah insaniah).
 
Al-Quran menyatakan bahwa semua manusia diciptakan oleh  Allah
dari  seorang lelaki dan seorang perempuan (Adam dan Hawa) (QS
Al-Hujurat [49]: 13). Ini berarti bahwa semua  manusia  adalah
seketurunan dan dengan demikian bersaudara.
 
2. Saudara semakhluk dan seketundukan kepada Allah.
 
Di  atas  telah  dijelaskan  bahwa  dari  segi bahasa kata akh
(saudara) digunakan pada berbagai bentuk persamaan. Dari  sini
1ahir   persaudaraan   kesemakhlukan.  Al-Quran  secara  tegas
menyatakan bahwa:
 
     Dan tidaklah (jenis binatang yang ada di bumi dan
     burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya)
     kecuali umat-umat juga seperti kamu (QS Al-An'am [6):
     38).
 
MACAM-MACAM UKHUWAH ISLAMIAH
 
Di atas telah dikemukakan arti ukhuwah Islamiah, yakni ukhuwah
yang  bersifat  Islami  atau  yang diajarkan oleh Islam. Telah
dikemukakan pula beberapa ayat yang mengisyaratkan bentuk atau
jenis  "persaudaraan"  yang disinggung oleh Al-Quran. Semuanya
dapat disimpulkan bahwa kitab suci ini  memperkenalkan  paling
tidak empat macam persaudaraan:
 
1.  Ukhuwwah  'ubudiyyah  atau   saudara   kesemakhlukan   dan
kesetundukan kepada Allah.
 
2.  Ukhuwwah  insaniyyah (basyariyyah) dalam arti seluruh umat
manusia adalah bersaudara, karena mereka  semua  berasal  dari
seorang  ayah  dan  ibu. Rasulullah Saw. juga menekankan lewat
sabda beliau,
 
     Jadilah kalian hamba Allah yang bersaudara.
     
     Hamba-hamba Allah semuanya bersaudara.
 
3. Ukhuwwah wathaniyyah wa an-nasab, yaitu persaudaraan  dalam
keturunan dan kebangsaan.
 
4. Ukhuwwah fi din Al-Islam, persaudaraan antar sesama Muslim.
Rasulullah Saw. bersabda,
 
     Kalian adalah sahabat-sahabatku, saudara-saudara kita
     adalah yang datang sesudah (wafat)-ku.
 
Makna dan macam-macam persaudaraan  tersebut  di  atas  adalah
berdasarkan   pemahaman   terhadap  teks  ayat-ayat  Al-Quran.
Ukhuwah yang secara  jelas  dinyatakan  oleh  Al-Quran  adalah
persaudaraan  seagama  Islam, dan persaudaraan yang jalinannya
bukan karena agama. Ini tecermin dengan jelas dari  pengamatan
terhadap penggunaan bentuk jamak kata tersebut dalam Al-Quran,
yang menunjukkan dua arti kata akh' yaitu:
 
Pertama, ikhwan, yang biasanya  digunakan  untuk  persaudaraan
tidak  sekandung. Kata ini ditemukan sebanyak 22 kali sebagian
disertakan dengan kata  ad-din  (agama)  seperti  dalan  surat
At-Taubah ayat 11.
 
     Apabila mereka bertobat, melaksanakan shalat, dan
     menunaikan zakat, mereka adalah saudara-saudara kamu
     seagama.
 
Sedangkan sebagian lain tidak dirangkaikan dengan kata  ad-din
(agama) seperti:
 
     Jika kamu menggauli mereka (anak-anak yatim), mereka
     adalah saudara-saudaramu (QS Al-Baqarah [2]: 220).
 
Teks ayat-ayat tersebut secara  tegas  dan  nyata  menunjukkan
bahwa Al-Quran memperkenalkan persaudaraan seagama dan persaud
araan tidak seagama.
 
Bentuk jamak kedua yang digunakan oleh Al-Quran adalah ikhwat,
terdapat   sebanyak  tujuh  kali  dan  digunakan  untuk  makna
persaudaraan seketurunan, kecuali satu ayat, yaitu,
 
     Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara (QS
     A1-Hujurat [49]: 10).
     
Menarik untuk dipertanyakan, mengapa Al-Quran menggunakan kata
ikhwah  dalam  arti  persaudaraan seketurunan ketika berbicara
tentang persaudaraan sesama Muslim,  atau  dengan  kata  lain,
mengapa  Al-Quran  tidak menggunakan kata ikhwan, padahal kata
ini digunakan  untuk  makna  persaudaraan  tidak  seketurunan?
Bukankah  lebih  tepat menggunakan kata terakhir, jika melihat
kenyataan bahwa saudara-saudara  seiman  terdiri  dari  banyak
bangsa dan suku, yang tentunya tidak seketurunan?
 
Menurut  penulis,  hal  ini  bertujuan  untuk  mempertegas dan
mempererat jalinan hubungan antar  sesama-Muslim,  seakan-akan
hubungan  tersebut  bukan  saja dijalin oleh keimanan (yang di
dalam ayat itu ditunjukkan oleh kata  al-mu'minun),  melainkan
juga "seakan-akan" dijalin oleh persaudaraan seketurunan (yang
ditunjukkan oleh kata ikhwah).  Sehingga  merupakan  kewajiban
ganda   bagi   umat  beriman  agar  selalu  menjalin  hubungan
persaudaraan yang harmonis di antara mereka, dan tidak satupun
yang   dapat   dijadikan   dalih  untuk  melahirkan  keretakan
hubungan.
 
FAKTOR PENUNJANG PERSAUDARAAN
 
Faktor penunjang lahirnya persaudaraan dalam arti luas ataupun
sempit adalah persamaan. Semakin banyak persamaan akan semakin
kokoh pula persaudaraan. Persamaan  rasa  dan  cita  merupakan
faktor  dominan  yang mendahului lahirnya persaudaraan hakiki,
dan  pada  akhirnya  menjadikan  seseorang  merasakan   derita
saudaranya,   mengulurkan   tangan   sebelum   diminta,  serta
memperlakukan saudaranya bukan atas  dasar  "take  and  give,"
tetapi justru
 
     Mengutamakan orang lain atas diri mereka, walau diri
     mereka sendiri kekurangan (QS Al-Hasyr [59]: 9).
 
Keberadaan manusia sebagai makhluk sosial, perasaan tenang dan
nyaman  pada  saat  berada  di  antara sesamanya, dan dorongan
kebutuhan ekonomi merupakan faktor-faktor penunjang yang  akan
melahirkan rasa persaudaraan.
 
Islam  datang  menekankan  hal-hal  tersebut, dan menganjurkan
mencari titik singgung dan titik temu persaudaraan.  Jangankan
terhadap  sesama  Muslim, terhadap non-Muslim pun demikian (QS
Ali 'Imran [3]: 64) dan Saba [34): 24-25).
 
PETUNJUK AL-QURAN UNTUK MEMANTAPKAN UKHUWAH
 
Guna  memantapkan  ukhuwah  tersebut,  pertama  kali  Al-Quran
menggarisbawahi  bahwa  perbedaan  adalah  hukum  yang berlaku
dalam  kehidupan  ini.  Selain  perbedaan  tersebut  merupakan
kehendak  Ilahi,  juga  demi kelestarian hidup, sekaligus demi
mencapai tujuan kehidupan makhluk di pentas bumi.
 
     Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan
     aturan dan jalan. Seandainya Allah menghendaki,
     niscaya Dia menjadikan kamu satu umat, tetapi Allah
     hendak menguji kamu mengenai pemberian-Nya kepadamu,
     maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan (QS
     Al-Ma-idah [5]: 48).
 
Seandainya  Tuhan  menghendaki  kesatuan   pendapat,   niscaya
diciptakan-Nya  manusia  tanpa akal budi seperti binatang atau
benda-benda tak bernyawa yang tidak memiliki kemampuan memilah
dan  memilih,  karena  hanya  dengan  demikian seluruhnya akan
menjadi satu pendapat.
 
Dari sini, seorang Muslim dapat memahami adanya pandangan atau
bahkan pendapat yang berbeda dengan pandangan agamanya, karena
semua  itu  tidak  mungkin  berada  di  luar  kehendak  Ilahi.
Kalaupun  nalarnya  tidak  dapat memahami kenapa Tuhan berbuat
demikian,  kenyataan  yang  diakui  Tuhan   itu   tidak   akan
menggelisahkan atau mengantarkannya "mati", atau memaksa orang
lain  secara  halus  maupun  kasar  agar  menganut   pandangan
agamanya,
 
     Sungguh kasihan jika kamu akan membunuh dirimu karena
     sedih akibat mereka tidak beriman kepada keterangan
     ini (Islam) (QS Al-Kahf [18]: 6).
     
     Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman
     semua orang yang ada di muka bumi seluruhnya. Maka
     apakah kamu akan memaksa semua manusia agar menjadi
     orang-orang yang beriman? (QS Yunus [10]: 99).
 
----------------                              (bersambung 2/2)
WAWASAN AL-QURAN
Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat
Dr. M. Quraish Shihab, M.A.
Penerbit Mizan
Jln. Yodkali No.16, Bandung 40124
Telp. (022) 700931  Fax. (022) 707038
mailto:mizan@ibm.net

Indeks Islam | Indeks Quraish Shihab | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team