Ahmadiyah Telanjang Bulat
di Panggung Sejarah

oleh Abdullah Hasan Alhadar

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

JERITAN GOLGOTTA TERULANG
 
Kali ini Mirza Ghulam Ahmad menjabat  sebagai  nabi  Ibrahim
India  dengan  mu'jizat  yang  terkenal,  memadamkan api. Ia
sendiri dengan bangga berkata:
 
  "Zaman Nabi Ibrahim a.s. sudah lampau. Aku atas
   perintah Allah Ta'ala mewakili beliau diabad ini. Boleh
   lihat kalau ada musuh yang mencampakkan aku ke dalam
   api, dengan karunia Allah Ta'ala api itu akan menjadi
   dingin untukku."1
 
Kemudian tuhan Mirza menyatakan padanya:
 
  "Aku selalu menjaga keselamatanmu dan memerintahkan:
   wahai api (mereka yang menentangmu) dinginlah engkau
   pada Ibrahim ini dan damailah padanya."2
 
Demikian jaminan  tuhan  pada  Mirza  Ghulam  Ahmad  sebagai
Ibrahim  abad  19  masehi.  Pada suatu hari nabi Ibrahim ini
telah  mempraktekkan  mujizatnya  dengan  hasil   memuaskan.
Diceritakan  oleh  cucunya,  Mirza  Mubarak Ahmad, bagaimana
kakeknya  Ibrahim  Mirza  itu  telah  berhasil  menyembuhkan
penyakit  t.b.c.  seorang pemuda yang hampir mati. Ceritanya
begini, kata si cucu: "Pada sekali peristiwa Lala  Malawamal
ini  diserang  penyakit  t.b.c.;  keadaannya  sangat  payah,
bahkan tidak ada harapan sama-sekali.  Pada  suatu  hari  ia
menghadap   Hazrat  Masih  Mau'ud  Mirza  Ghulam  Ahmad  dan
menceritakan     penyakitnya     sambil      menangis-nangis
tersedu-sedu.  Ia  minta  dengan kerendahan hati agar hazrat
Mau'ud mendoakannya.  Pemuda  Malawamal  itu  seorang  musuh
Islam  juga  tetapi  hatinya  mengakui  kesucian beliau a.s.
Melihat keadaan Malawamal demikian beliau merasa kasihan dan
terus  mendoakannya  dengan  tawajuh  yang  khusus, sehingga
turun kepada beliau ilham: 'qul  ya  naaru  kuni  bardan  wa
salaaman.'"3
 
Ilham tersebut oleh Ahmadiyah diterjemahkan menjadi:
 
  "Wahai api penyakit, dinginlah engkau bagi anak muda
   ini, jadilah engkau sebagai penjaga dan keselamatan
   baginya."4 Karena ilham itulah maka pemuda Malawamal
   menjadi sembuh. Bahkan menurut Ahmadiyah ia mencapai
   usia 100 tahun. Maknanya jika usia setua itu
   dihubungkan dengan tahun-tahun masehi sekarang ini
   mungkin sang pemuda itu masih hidup saat ini. Sayang
   sekali bahwa Ahmadiyah tidak mengambil foto pemuda
   Malawamal itu. Apakah ia sudah tidak memusuhi Islam
   lagi, apakah ia sudah Ahmadiyah? Soal-soal itu tidak
   penting bagi kita untuk mengetahui maupun menyelidiki
   kebenarannya. Yang penting sebenarnya terletak pada
   diri "sang penyembuh" itu sendiri, yakni Mirza Ghulam
   Ahmad.
 
Sungguh suatu surprise bahwa hanya dengan  do'a  semata-mata
penyakit  t.b.c.  yang  hampir merenggut nyawa anak muda itu
dapat  dilenyapkan  oleh   Mirza.   Padahal   jika   sejarah
memperhatikan jalan hidup Mirza Ghulam Ahmad, akan diketahui
secara menyolok  bahwa  sang  penyembuh  Mirza  itu  sendiri
ternyata  tidak  pernah  sembuh  dari sakit. Bahkan kematian
yang merenggut Mirza Ghulam Ahmad dikarenakan  ia  menderita
sakit berak-berak yang kronis (diarrea)
 
Latar-belakang   kehidupannya   merupakan   rangkaian   dari
penyakit-penyakit  berat  yang  menahun sehingga meruntuhkan
seluruh kekuatan tubuh maupun jiwanya. Ia ternyata  mengidap
penyakit  penyakit  "diabetes"  dan  "vertigo"  di mana-mana
kedua  penyakit  itu  benar-benar   menerkam   hidup   Mirza
sepanjang  hayatnya.  Mengapa  tidak  disembuhkan  penyakit-
penyakitnya  itu  oleh  doktor  pribadinya   Nuruddin   sang
Khalifah?  mungkin  obatnya  tidak  ada  atau mungkin karena
jabatan-jabatan  Mirza  yang  kelewat  batas   itu   membawa
effek-effek yang berat bagi penyembuhannya.
 
Kedua  kemungkinan  itu  ternyata  tidak   dibenarkan   oleh
Ahmadiyah    baik   oleh   anaknya   cucunya   maupun   oleh
pengikut-pengikutnya. Mereka mempunyai alasan  kuat  mengapa
penyakit-penyakit Mirza Ghulam itu tidak sampai disembuhkan.
Mereka  tidak  kehilangan  langkah  untuk  membela   situasi
nabinya   itu.  Bashiruddin  Mahmud  Ahmad  berkata  membela
ayahnya.
 
  "Penyakit-penyakit yang diderita Mirza Ghulam Ahmad itu
   sudah termaktub, artinya bahwa Al-Masih Al Mau'ud akan
   menderita dua penyakit. Separoh dari bagian tubuhnya ke
   bawah mengidap penyakit diabetes dan separoh dari
   bagian tubuhnya ke atas mengidap penyakit vertigo."5
 
Demikianlah penyakit-penyakit itu  sudah  termaktub  sebagai
hiasan hidup Al Masih Mirza Ghulam Ahmad Qadiani. Jadi sudah
takdir  baginya  untuk   menerima   penyakit-penyakit   itu.
Usaha-usaha   untuk  menyembuhkannya  hanya  akan  menentang
takdir  Allah  saja.  Bukankah  Mirza  Ghulam   Ahmad   pada
saat-saat  itu  sedang  memangku  jabatan  Nabi  Ayyub a.s.?
Bedanya, kalau nabi Ayyub tidak kena diabetes  dan  vertigo.
Andaikata  kena  seperti  Mirza  Ghulam mungkin beliau tidak
akan sanggup  memangku  jabatan  kenabiannya.  Justru  Mirza
Ghulam   adalah   sebaliknya,   ia  sanggup;  sanggup  untuk
mempertontonkan seluruh karier hidupnya menjadi berantakan.
 
Mirza  Ghulam  Ahmad  sebenarnya  sangat  menderita   karena
penyakit-penyakitnya  itu.  Rasanya  ia  tidak bisa menerima
kalau penyakit-penyakitnya  itu  adalah  takdir  Allah  yang
harus   ia  rasakan  sepanjang  hidupnya.  Jangankan  dengan
diabetes dan vertigo, dengan sakit-sakitan yang sangat tidak
berarti  saja,  Mirza  Ghulam  Ahmad  sudah mengeluh merana.
Buktinya pada suatu hari Mirza Ghulam  pada  salahsatu  jari
tangannya sakit, mungkin bengkak nanah (cantengan) atau kena
sayat pisau.  Ia  sudah  mengaduh-aduh  dan  tidurnya  tidak
nyenyak   lagi.6  Dalam  keadaan  sakit  yang  demikian  itu
ternyata tuhannya menaruh rasa kasih pada  Mirza.  Bagaimana
sembuhnya? Cukup dengan kabar wahyu dari Tuhan:
 
   "Sejuklah tanganmu wahai Mirza dan relaxlah engkau"7
 
Maka dengan wahyu Tuhan di  atas  sakit  jari  Mirza  Ghulam
ternyata sembuh samasekali. Sungguh enak baginya bahwa hanya
dengan wahyu saja ia segar kembali.
 
Pernah pada suatu hari Mirza Ghulam Ahmad kena sakit  demam.
Inipun  Tuhannya sangat menaruh kasih padanya. Maka turunlah
kabar wahyu kepadanya:
 
  "Assalamu alaikum wahai Mirza, semoga damai engkau
   serta"8
   
Dengan wahyu itupun Mirza Ghulam waras dari sakit  demamnya.
Kita  ingin  bertanya,  jika dengan penderitaan "sakit salah
satu jarinya dan sakit demam" saja Mirza Ghulam Ahmad  sudah
mengeluh  merana, maka bagaimana dengan sakit-sakit beratnya
itu? Ahmadiyah dalam hal ini  tidak  pernah  mempertontonkan
penderitaan  nabinya  karena  penyakit-penyakit diabetes dan
vertigo itu. Mereka  tidak  mau  bicara  tentang  itu.  Akan
tetapi  ilmu  pengetahuan  tentang  kesehatan  mau  dan bisa
berbicara tentang pasien yang menderita penyakit sakit  gula
(diabetes)  dan  sakit  bingung  (vertigo)  itu. Ensiklopedi
kesehatan  mengatakan  bahwa  penderita  sakit  gula   dalam
beberapa  hal dan keadaan mengalami: kebingungan serta mudah
tersinggung hatinya tanpa  ada  sebab;  sakit  bagian  saraf
kepala,  radang  saraf;  kerabunan  pada  mata,  sangat sayu
pandangannya, akhirnya sering tak sadarkan diri.9
 
Adapun pada penderita sakit bingung (vertigo) dalam beberapa
hal  dan  keadaan  mengalami:  tingkah  laku  yang abnormal,
gejolak emosi meluap-luap, depressi yang memilukan, perasaan
rendah   diri,   jeritan   putus-asa,  bahkan  sering  jatuh
pingsan.10
 
Mirza Ghulam Ahmad dengan diagnosa sebagai "pasien penderita
sakit  gula  dan  sakit  bingung" yang diakui dan dinyatakan
sendiri oleh  Ahmadiyah  serta  oleh  puteranya  Bashiruddin
Mahmud      Ahmad11,     dengan     sendirinya     mengalami
komplikasi-komplikasi di  atas  yang  sangat  parah.  Bahkan
sialnya  ia  mengidap penyakit-penyakit itu secara kontinyu.
Bagaimana dalam keadaan yang parah itu ia  bisa  mengimbangi
ambisinya yang meluap-luap? Tentu saja ia berbuat bertingkah
berpose sebagai tokoh  yang  abnormal.  Gagal  dalam  cinta,
gagal  dalam  karier,  gagal dalam akhlak dan gagal menjaga
stamina tubuh serta jiwanya.
 
Bashiruddin Mahmud Ahmad khalifah  kedua  Ahmadiyah,  putera
penerus  Mirza  Ghulam  Ahmad  berkata  tentang ayahnya yang
bergelar nabi, rasul, almahdi dan  almasih  yang  dijanjikan
itu:
 
  "Keadaan kesehatan badannya Hazrat Masih Mau'ud a.s.,
   ada begitu lemah, sampai sering ketika penyakit datang
   kepada orang-orang yang di sekitarnya menganggap bahwa
   beliau telah wafat."12
 
Dengan anggapan bahwa beliau telah wafat,  sebenarnya  Mirza
Ghulam  Ahmad  telah  jatuh  pingsan  yang  lama.  Pandangan
matanya akan sayu bahkan redup menyusul  keadaan  tak  sadar
diri.  Mungkin  dalam situasi di alam tak sadar itulah Mirza
Ghulam mencetuskan segala gagasan-gagasannya  yang  bernama:
Ahmadiyah.  Ia  sering  mengalami  hallucinatie; justru pada
saat-saat itulah lahir segala tingkah  laku  yang  abnormal.
Bagaimana  dengan, "jeritan putus asanya" yang histeris itu?
Sungguh  tidak  terlintas  dalam   pikiran   bahwa   sejarah
mengulangi  dirinya.  Pada  peristiwa  GOLGOTTA kurang lebih
1800 tahun  yang  lalu,  konon  terdengarlah  jeritan  Yesus
Kristus  mengakhiri  hayatnya  pada  kayu  salib13.  Jeritan
itulah yang terulang pada sejarah hidup nabi India  abad  19
masehi.
 
Jauh  dari  Jerusalem  menuju ke timur meliwati gurun gunung
dan  padang  rumput,  melalui   negeri-negeri   Mesopotamia,
Persia, Afghanistan, menerobos lembah subur Kashmir, singgah
di Srinagar kemudian masuk ke anak benua  India,  menuju  ke
Propinsi  Punjab  langsung ke distrik Gurdaspur dan berakhir
pada sebuah desa bernama QADIAN, di situlah  muncul  seorang
laki  laki  bernama MIRZA GHULAM AHMAD, mengaku sebagai Nabi
dan Rasul, Al-Mahdi  dan  Al-Masih  yang  dijanjikan.  Entah
karena  apa,  entah dalam keadaan bagaimana, pada suatu saat
yang  menegangkan,  tiba-tiba  tersembur  dari  mulut  Mirza
Ghulam Ahmad rintihan suara histeris:
 
  "ELI, ELI LAMA SABACHTANI (TUHANKU, TUHANKU, MENGAPA
   ENGKAU TINGGALKAN AKU."14
 
Persis suara rintihan Jesus  Nazareth  di  lembah  Golgotta,
bahkan dalam bahasa yang sama, bahasa: I b r a n i !
 
Itulah  tokoh  Qadian  Mirza  Ghulam  Ahmad,  apa  sebab  ia
menjerit  dengan bahasa Ibrani pula?! Fatal, frustasi, gagal
total,  ataukah  ia  juga  dipaku   salib   oleh   penyakit-
penyakitnya yang berat itu?!
 
Catatan kaki:
 1 Mirza Mubarak Ahmad, Masih Mau'ud a.s., hal.62
 2 Muslim Herald, London, vol. l2 - February l972, no.2
   hal. 21. (we have turned our eyes towards you and have
   ordered: O fire (of opposition) cool down on this
   Abraham and bring peace on him.
 3 Mirza Mubarak Ahmad, Masih Mau'ud a.s., hal.44.
 4 Mirza Mubarak Ahmad,.Masih Mauud, hal. 45.
 5 Bashiruddin Mahmud Ahmad, Ahmadiyya movement, hal.
   45: (Again it was written that the Messiah would suffer
   from two disorders, one affecting the upper half of his
   body and the other affecting the lower half.
   Accordingly the promised Messiah suffered from vertigo
   and diabetes).
 6 The Muslim Herald-London-vol. 12 February 1972 no.
   2, hal. 23: (hazrat Ahmad had once a severe pain in his
   forefinger. He feared its intensity might not allow him
   to have peaceful sleep).
 7 idem hal 23: (he them immediatly had this
   revelation: "cool down and bring peace.")
 8 idem - hal. 26: (the hazrat had fever when it was
   revealed to him "assalamo alaikum, i.e. may peace and
   long life be with you." Shortly afterwards he recovered
   his health.
 9 Randolp Lee Clarks and Russel W. Cumley, The Book of
   Health, a medical encyclopedia for every one, 1962, D.
   Van Nostrand Company, Inc. Princetton New Jersey, hal.
   333: (in some cases, the patient may become nervous and
   irritable without cause, exhaustion, or even fainting
   preceding, cataracts, neuralgias, meuritis ate.
10 idem (emotional strain, generalized or lower
   abdominal distress, abnormality of the bowel habit
   (hal. 418) and nervous or emotional basis sunstrekke
   the patient may become unconscous, may experience
   "crying pell" a feeling of depression, and general
   lislessnes. (hal. 325 dan 653).
11 Bashiruddin M.A., Ahmadiyya Movement, hal. 45/46.
12 Bashiruddin Mahmud Ahmad, Djasa Imam Mahdi a.s., hal. 14.
13 Perjanjian Baru.
14 Mirza Ghulam Ahmad, Tukhfah Bagdad, hal. 29.
 
---------------------------------------------
Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah
Abdullah Hasan Alhadar
PT. Alma'arif, Cetakan Pertama 1980
Jln. Tamblong No.48-50, Bandung
Telp. 50708, 57177, 58332

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team