Ahmadiyah Telanjang Bulat
di Panggung Sejarah

oleh Abdullah Hasan Alhadar

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

MIRZA TARTUFFE (SEORANG MUNAFIK, PENIPU BESAR)
 
Karakter Mirza Ghulam Ahmad gagal total ia  sebagai  pencaci
maki,  penghina,  pengutuk  maupun  sebagai  penyebar  kuman
kematian  pada  sesama  manusia  telah  membawa  effek  pada
tingkah  lakunya,  pada  phisiknya  dan  pada  jiwanya. Atau
mungkin keadaan jiwa dan phisiknya yang membawa  effek  pada
karakternya   yang   tidak  karuan  itu.  Kedua-duanya  dari
kemungkinan itu pasti terjadi pada diri Mirza Ghulam  Ahmad,
sebab   ia   termasuk  dari  contoh  figur  kemunafikan  dan
kepalsuan dalam sejarah kerohanian,  yang  berkedok  sebagai
nabi maupun sebagai Al-Masih Al-Mau'ud.
 
Ahmadiyah  dalam  rangka  mengangkat Mirza Ghulam ke tingkat
derajat   yang   paling   atas   menyatakan   bahwa   maksud
kedatangannya  ialah  untuk  memikul  missi  suci yang lebih
dahulu telah diwahyukan Allah  dalam  Al-Qur'an.  Kedatangan
Mirza Ghulam oleh Ahmadiyah digambarkan sebagai cahaya fajar
sang surya. Ia datang dalam lailatul qadr, malam utama  yang
lebih  baik  dari  pada  1000  bulan.1  Ahmadiyah menegaskan
dengan kata-kata:
 
  "Tegas pengakhiran malam itu dengan saat fajar pembawa
   cahaya sang surya yang menerangi bumi. Cahaya inilah
   dibawa oleh Al Masih kedua atau Imam Mahdi."2
 
Ummat manusia seharusnya  mengelu-elukan  kedatangan  cahaya
fajar   Mirza  Ghulam  Ahmad  itu,  sebab  ia  datang  untuk
kebangkitan  Islam  dan  meletakkan  Islam   sebagai   agama
tertinggi. Ketahuilah! kata Ahmadiyah, bahwa:
 
  "Pada surah At-Taubah ayat 33 dan surah Al-Fath ayat 29
   kemudian surah Ash-Shaf ayat 9, tersebut firman Tuhan
   yang berbunyi: DIA-lah yang mengutus utusannya dengan
   petunjuk dan Agama yang benar yang akan memenangkannya
   atas semua agama."
 
Ketiga ayat tersebut di  atas,  kata  Ahmadiyah,  mengandung
berita  yang  belum  disempurnakan.  Maksud  Ahmadiyah belum
disempurnakan itu ialah bahwa agama  Islam  belum  mengatasi
agama-agama  lain  dan  ummat  Islam  juga  belum  mengatasi
(melebihi dari segi apapun) ummat-ummat agama yang lain.3
 
Maka, kata Ahmadiyah  melanjutkan,  menurut  para  ahli  dan
mufassirin  bahwa  ayat  di atas akan disempurnakan di akhir
zaman bilamana  tokoh  yang  dinantikan  itu  datang.  Dalam
tafsir  Al  Bayan  di  bawah  ayat  tadi dicatat tafsir yang
berikut: "wa dzaIika inda nuzuli  Isa  ibn  Maryam,"  yaitu:
kemenangan  Islam  atas  semua agama yang dimaksud ayat tadi
ialah akan terjadi bila turun Isa anak Maryam.4
 
Lebih meyakinkan  lagi  Ahmadiyah  menegaskan,  bahwa  Islam
bukan  hanya  belum  sampai  pada titik yang dinubuwatkan di
atas malah agama-agama lain masih  memiliki  supremasi  atas
Islam sendiri.5 Kemudian Ahmadiyah berkata:
 
  "Nubuwat Al Qur'an tersebut di atas pasti genap dan
   sempurna pada akhir zaman di tangan UtusanNya yang
   dikenal dengan sebutan Isa Masih/Imam Mahdi a.s."6
 
Demiklanlah penegasan Ahmadiyah. Mula-mula  dikatakan  bahwa
ayat itu mengandung berita yang belum disempurnakan, padahal
Islam telah ditegakkan dengan sempurna. Jika memang ayat itu
mengandung  berita  yang  belum  disempurnakan,  maka  bukan
mufassirinlah yang tahu makna maupun tafsir  dari  ayat  itu
melainkan  Rasulullah sendiri adalah orang pertama yang akan
mengatakannya.
 
Kemudian Ahmadiyah mengatakan, bahwa Islam  belum  mengatasi
agama-agasna  yang  lain.  Artinya  bahwa Islam masih berada
pada tempat paling bawah dari semua agama  di  dunia.  Kalau
ummat Islam yang dikatakan masih belum mengatasi ummat agama
yang lain, mungkin  ada  benarnya  terutama  pada  segi-segi
sosial  ekonominya.  Akan tetapi kalau IsIam dikatakan masih
belum   mengatasi   agama-agama   yang   lain,   itu   sudah
keterlaluan.   Ataukah  jumlah  orangnya  yang  masih  belum
mengatasi, padahal pada abad ke-19 Masehi Islam  penganutnya
sudah melebihi penganut agama Zarathustra dan penganut agama
Yahudi, dan  daerah  wilayahnya  lebih  besar  dari  wilayah
agama-agama  itu  bahkan  lebih luas lagi dari wilayah agama
Buddha dan agama Hindu.
 
Maka jelaslah yang  dimaksud  Ahmadiyah  bahwa  Islam  belum
mengatasi  agama-agama  yang  lain  mengandung makna hakikat
dari Islam itu sendiri, yang belum mengatasinya.  Ini  bukan
saja  suatu  pengingkaran  terhadap  sejarah perjuangan Nabi
Muhammad s.a.w. bahkan juga pengingkaran terhadap  kandungan
ayat Al-Quran.
 
Lebih  lantang  lagi  Ahmadiyah berkata tentang ayat 33 dari
surah At-Taubah, Al-Fath ayat 29 dan  Ash-Shaf  ayat  9  itu
sebagai berikut:
 
  "Tetapi tampaknya Tuhan belum menghendaki 'liyuzhhirahu
   'aladdini kullihi' (memenangkan Islam atas semua agama)
   itu terjadi pada masa perkembangan Islam yang pertama.
   Oleh karena di dalam ayat yang sama kalimat-kalimat
   lanjutan melukiskan bentuk dan corak perkembangan Islam
   masa yang kedua yang akan mencapai garis kemenangan
   atas semua agama yang ditentukan itu."7
 
Jelasnya bahwa  Tuhan  belum  menghendaki  kemenangan  Islam
terjadi  pada  masa perjuangan Nabi Muhammad s.a.w. dan para
sahabat beliau, melainkan akan terjadi kemenangan  itu  pada
masa Al-Masih Al-Mau'ud Mirza Ghulam Ahmad. Kata-kata "belum
menghendaki" yang ditekankan oleh Ahmadiyah itu  pasti  akan
menyakiti hati Nabi Muhammad serta sahabat beliau. Makna dan
pengorbanan beliau s.a.w. telah  diabaikan  dan  disepelekan
oleh  Ahmadiyah. Suatu penghinaan yang mengandung tujuan dan
target yang keji untuk membuyarkan iman  ummat  Islam  serta
perasaan ghairah pada Nabinya.
 
Akan  tetapi  Ahmadiyah tetap Ahmadiyah, ia telah mengatakan
sesuatu, namun di tempat yang  lain  ia  terperosok  sendiri
oleh  kata-katanya itu. Kalau kita melihat betapa kedatangan
Mirza Ghulam Ahmad telah dinyatakan sebagai tokoh  Al  Masih
anak  Maryam/Al-Mahdi yang akan memenangkan Islam atas semua
agama,  demikian  yang  dikatakan  Ahmadiyah,  anehnya  pada
tempat   yang   lain  Ahmadiyah  mengganti  peranan  success
gemilang yang dicapai nabi India itu  dengan  seorang  tokoh
yang  lain  yang datang sesudahnya. Orang Ahmadiyah terakhir
inilah sebenarnya yang akan  memenangkan  Islam  atas  semua
agama? Ahmadiyah berkata:
 
  "Kesempurnaan ayat liyuzhhirahu aladdini kullihi yaitu
   Islam akan menaklukkan semua agama, yang khusus akan
   dilaksanakan oleh Imam Mahdi atau Al-Masih, insya Allah
   akan tercapai di tangan khalifah Masih ke-II hazrat
   Basiruddin Mahmud Ahmad, almuslihil mau'ud putra yang
   dijanjikan."8
 
Kata-kata "insya Allah  akan  tercapai"  menunjukkan  betapa
peranan  Mirza Ghulam Ahmad pada pertengahan dan akhir-akhir
dari hidupnya sangat menyedihkan dan mengalami depressi yang
memalukan.  Sudah  seyogyanya,  kalau  Ahmadiyah cepat-cepat
mengangkat   paulus   Ahmadiyah    untuk    bertahan    dari
keruntuhannya.  Hanya  dengan  organisasi dan finansiil yang
padat serta lindungan  maupun  naungan  yang  rindang,  maka
Bashiruddin   Mahmud   Ahmad  benar-benar  seorang  "paulus"
Ahmadiyah. Itulah sebabnya Ahmadiyah memberikan  titel  yang
luar biasa pada sang khalifah itu. Justru dialah yang paling
ketat  menutupi  seluruh  aspek   kehidupan   ayahnya   yang
berantakan.  Namun anehnya tidak satu segipun dari kehidupan
Mirza Ghulam Ahmad yang hancur  itu  dapat  tertutup  rapat.
Tidak   juga   sang   putra  maupun  organisasinya  berhasil
menyembunyikan nabi penyebar kuman kematian itu.
 
Tadi telah dikatakan bahwa dikarenakan tugasnya yang  berat,
yakni  tugas  menjadi nabi palsu di India, maka Mirza Ghulam
Ahmad  mengalami  depressi  hidup   yang   memalukan   serta
memilukan  hati.  Namun  demikian juga tidak bisa diabaikan,
sebagaimana dikatakan sebelum ini, bahwa karena  effek-effek
kejiwaan  dan  badaniahlah,  maka  Mirza  Ghulam Ahmad gagal
total dalam hidupnya.
 
Entah karena jabatannya sebagai  musailamah  modern  itu  ia
telah  menderita,  baik  jiwa  maupun  badannya.  Ataukah ia
memang sudah mengalami masa menderita yang begitu  lama  dan
parah  sehingga  timbul  gagasannya  untuk  menjadi pemimpin
kerohanian,  yang   tidak   pernah   diharapkan   bangsanya.
Kenyataannya, kedua-duanya memang ada dan benar.
 
Perkenalan   atas  perjalanan  hidupnya  sudah  banyak  kita
ketahui, akan tetapi Ahmadiyah sendiri maupun sang  khalifah
Bashiruddin   masih   dengan   senang   hati  menambah  lagi
sajian-sajian  tentang  Mirza  Ghulam  Ahmad.   Tentu   saja
sajian-sajian yang sekaligus menikam langsung dada sang nabi
palsu itu.  Maka  inilah  dia  sajian-sajian  yang  berakhir
dengan   klimax   yang   menggelikan   akan   tetapi  sangat
menyayat-nyayat hati.
 
Catatan kaki:
1 Sinar Islam, no. 13, Th. XV/l965, hal. 32.
2 idem, hal. 32.
3 Saleh Nahdi, Masalah Imam Mahdi, l966,
  Raja Pena Surabaya, hal. 15.
4 Saleh Nahdi, Masalah Imam Mahdi, hal. 16.
5 Sinar Islam, no. 13/th. XV/1965, hal. 31.
6 idem, hal. 31.
7 Sinar Islam, no. 13/th. XV/1965, hal.32
8 Sinar Islam, no. 10/1965. hal. 13/14
 
---------------------------------------------
Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah
Abdullah Hasan Alhadar
PT. Alma'arif, Cetakan Pertama 1980
Jln. Tamblong No.48-50, Bandung
Telp. 50708, 57177, 58332

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team