Ahmadiyah Telanjang Bulat
di Panggung Sejarah

oleh Abdullah Hasan Alhadar

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

WATAK YAHUDI
 
Tingkah laku  yang  disukai  oleh  Mirza  Ghulam  Ahmad  dan
Ahmadiyahnya   ialah   mengubah  makna  maupun  tujuan  dari
ayat-ayat  Al-Qur'an  dan   Hadits   dengan   selera   serta
kepentingan mereka. Seperti watak yang dimiliki kaum Yahudi,
yaitu  yuharriful  alkalimah  an-mawadi'ih,  maka  begitulah
sikap dan kelakuan kaum Ahmadiyah ini.
 
Dalam  suatu  penjelasan atas sebuah hadits yang menerangkan
tentang  kesudahan  Nabi  pada  Nabi   Muhammad,   Ahmadiyah
menyatakan  pendiriannya  yang  menarik.  Lebih  dahulu kita
ketahui isi hadits tersebut, yaitu:
 
  "Misal aku dengan Nabi-nabi yang sebelum aku seperti
   seorang laki-laki yang telah mendirikan sebuah gedung
   yang indah tetapi ketinggalan satu bata dan mereka
   bertanya mengapa tidak engkau pasang sebata yang
   ketinggalan itu. Akulah bata itu dan aku juga kesudahan
   Nabi-nabi."1
 
Apabila Hadits  tersebut  dipakai  oleh  ulama-ulama  dengan
mengkiaskan satu bata itu untuk menyatakan kenabian Muhammad
sebagai Nabi terakhir, maka menurut  Ahmadiyah,  itu  adalah
satu  penghinaan  atas  diri  beliau.  Adakah  beliau  hanya
seperti  batu  bata  saja  bagi  sebuah  gedung  yang  indah
bentuknya  itu?  Jika  dimisalkan  dengan tiang mungkin juga
diterima, tapi jika Nabi s.a.w. cuma sekedar batu bata saja,
sangat  keterlaluan, padahal Nabi Muhammad s.a.w. lebih dari
Nabi-nabi   yang   lain   bahkan   dari    Malaikat-malaikat
sekalipun.2
 
Akhirnya karena itu satu penghinaan pada Nabi Muhammad, maka
Ahmadiyah  mengajukan  satu  pembelaan  juga.  Adapun   yang
dimaksud   dengan  satu  bata  itu,  kata  Ahmadiyah,  ialah
syari'at atau Agama. Syari'at yang telah  diturunkan  kepada
Nabi-nabi  yang  dahulu  merupakan  satu  gedung  yang masih
kurang (satu bata, bukan? pen.) maka dengan kedatangan  Nabi
Muhammad s.a.w. sempurnalah gedung itu.3
 
Yang  menarik  dari penjelasan Ahmadiyah di atas ialah bahwa
satu bata itu jika  dimisalkan  Nabi  Muhammad  adalah  satu
penghinaan.  Yang benar, kata Ahmadiyah, bahwa satu bata itu
adalah syari'at atau Agama, yakni Agama  Islam  yang  dibawa
Nabi  Muhammad s.a.w. Coba bayangkan bahwa gedung yang indah
itu diibaratkan  syari'at-syari'at  Nabi-nabi  yang  sebelum
Nabi  Muhammad.  Kemudian karena masih ketinggalan satu bata
yaitu masih ada satu lobang bata pada gedung yang indah itu.
Maka  syari'at  Nabi  Muhammadlah pengisi lobang sebata itu.
Apakah ini bukan penghinaan juga?!
 
Ataukah ada pengertian lain  dari  Ahmadiyah,  bahwa  setiap
batu-bata  pada  bangunan yang indah itu adalah syariat atau
agama nabi-nabi sebelum nabi Muhammad. Hal ini perlu kiranya
minta  bantuan  Ahmadiyah  untuk menaksir berapa jumlah batu
bata yang terdapat pada  gedung  yang  indah  itu?  Jelasnya
berapa  puluh  ribu syariat atau agama sebelum syariat/agama
Islam  datang?  Apa  yang  dikatakan  Ahmadiyah  itu  adalah
nonsense,  omong-kosong. Itu tidak lain satu penghinaan atas
diri Nabi dan atas syariat yang dibawa beliau.
 
Selanjutnya  Ahmadiyah  mengataKan  bahwa  hadits   tersebut
adalah  dha'if  atau  lemah dan para perawi dalam hadits itu
tidak dapat dijadikan ukuran dan  pegangan.4  Pada  akhirnya
Ahmadiyah   mengatakan  bahwa  dalam  hadits  itu  ada  satu
keganjilan yang perlu dipikirkan disini.  Kalau  hadits  itu
shahih  dan  Nabi  kita  s.a.w.  sudah menyempurnakan gedung
indah dengan penutup  lobang  yang  tadinya  terbuka  dengan
kedatangan beliau. Dalam gedung yang sudah demikian itu Nabi
Isa a.s.  akan  menjadi  sebagai  apanya?  Kita  berdasarkan
Qur'an  dan  Hadits  masih  menunggu  kedatangan Nabi, dalam
hadits dikatakan nabi Isa akan datang.5  Terakhir  Ahmadiyah
bertanya:
 
  "Kalau kita ibaratkan Nabi Isa sebagai batu-bata pula
   dalam rangka susunan Nabi-nabi, maka dimana batu-bata
   ini akan ditempatkan dalam gedung yang sudah tak ada
   lobangnya itu?"6
 
Sekali lagi ulasan Ahmadiyah di atas menarik untuk  dibahas.
Untuk  menjawab  pertanyaan:  dimana batu-bata Nabi Isa akan
ditempatkan dalam gedung yang sudah tak ada  lobangnya  itu?
Ahmadiyah  telah  menjawab  pertanyaan  ini, akan tetapi dua
jawaban, dari mereka satu sama lain sudah tidak  sama.  Yang
pertama  Ahmadiyah  menjawab:  "Hendaknya  dikatakan,  masih
tinggal dua batu bata lagi  yaitu  batu-bata  nabi  Muhammad
s.a.w.  dan batu-bata nabi Isa a.s. yang akan turun di akhir
zaman.7  Jawaban mereka yang pertama  ini  jelas  mengandung
satu   penghinaan   pada   nabi   Muhammad.   Beliau  s.a.w.
diibaratkan satu bata saja dan  beliau  disejajarkan  dengan
satu  bata  lainnya  yakni batanya nabi Isa a.s. akhir zaman
yaitu Mirza Ghulam Ahmad. Kemudian pada jawaban yang  kedua,
Ahmadiyah  berkata:  "Itulah  sebabnya  untuk menyempurnakan
syariat-syariat  para  nabi  terdahulu  itu  datanglah  nabi
Muhammad  membawa  syariat  Al-Qur'an  yang  sempurna.  Yang
sempurna itu tak  memerlukan  lagi  perubahan  apapun  dalam
gedung   indah   itu.   Tetapi   untuk   merawat,  mengapur,
membersihkan  dan  menjaga  gedung  itu  diperlukan  seorang
petugas,   dan   untuk   memelihara   kebun  dan  halamannya
diperlukan tukang kebun yang diberi tugas oleh Tuhan."8
 
Disini pada jawaban yang kedua, gedung indah itu sudah tidak
ada  lobangnya lagi sebab sudah terisi dengan Nabi Muhammad.
Jadi yang ditanyakan oleh Ahmadiyah, dimana  batu  bata  ini
akan  ditempatkan  dalam gedung yang sudah tak ada lobangnya
lagi? Telah dijawab sendiri oleh mereka, sedang Nabi Isa itu
hanya  tukang  kapur,  tukang  sapu, tukang kebun dan tukang
rawat atas gedung indah itu. Apa tidak  kurang  kalau  hanya
seorang  tukang  yang merangkap segala pekerJaan atas gedung
yang indah itu? Salah-salah Tukang itu (Mirza Ghulam  Ahmad)
bisa  kelabakan,  letih  dan  sakit-sakitan,  bukan  begitu?
Memang ternyata demikian keadaan si tukang Mirza Ghulam itu.
Ia  sakit-sakitan saja dan kelak kita akan mengetahui betapa
hebatnya sakitnya dan betapa pula effeknya terhadap tugasnya
itu.
 
Dengan  jawaban  yang pertama yaitu bahwa seharusnya ada dua
batu-bata pada gedung  indah  itu,  dan  pada  jawaban  yang
kedua,  bahwa  sudah  tidak  ada lobang untuk pengisian satu
bata iagi, sehingga Nabi Isa (Mirza Ghulam) bukan lagi  satu
batu-bata melainkan hanya tukang kebun dan lain-lain itu, di
sinilah Ahmadiyah berbeda jawab satu dengan yang lainnya.
 
Lebih menarik lagi kalau  kita  terus  memperhatikan  ulasan
Ahmadiyah atas hadits tersebut di atas. Sebagaimana tersebut
Ahmadiyah menyatakan bahwa  hadits  itu  adalah  dha'if  dan
dengan   sendirinya   tidak   dapat   dijadikan  ukuran  dan
pegangan.9 Kalau sudah dinyatakan dha'if  buat  apa  dipakai
dan  diperpanjang  uraiannya bertele-tele?! Dha'if ya sudah,
tidak perlu lagi. Akan tetapi  rupa-rupanya  tidak  demikian
yang  diniatkan  oleh  Ahmadiyah.  Sebab  hadits  itu  masih
dipakainya  dan   kemungkinan   untuk   terlaksananya   satu
pengisian  batu-bata  pada  lobangnya  masih  diharapkan dan
dipastikan ada.
 
Untuk ini lebih tepat kalau kita mendengar  langsung  ucapan
yang disampaikan oleh Mirza Ghulam Ahmad sendiri. Ia berkata
tentang hadits itu
 
  "Adalah golongan Nabi-nabi yang diibaratkan satu gedung
   itu kekurangan satu batu-bata, maka Allah akan cukupkan
   dan sempurnakan gedung itu dengan satu bata yang akhir.
   Maka akulah bata yang terakhir itu, hai orang yang
   melihat!"10
 
Catatan kaki:
 1 lih: A. Nuruddin, arti hakiki dari ayat
   katamannabiyin, hal. 44
 2 idem.
 3 idem.
 4 lih: Saleh A. Nahdi, Soal Jawab Ahmadiyah I, hal. 54.
 5 lih: Saleh A. Nahdi, Soal Jawab Ahmadiyah I, hal. 54.
 6 lih: Saleh A. Nahdi, Soal Jawab Ahmadiyah I, hal. 55.
 7 lih: A. Nuruddin , khataman nabiyin , hal. 45.
 8 lih: Saleh A. Nahdi, Soal Jawab Ahmadiyah I, hal. 55.
 9 lih: Saleh A. Nahdi, Soal Jawab Ahmadiyah I, hal. 54.
10 lih: Mirza Ghulam Ahmad, Khutbat-ul-Ilhamiyah, hal. 32:
  (fa kaana khaliyan maudi'u labinatin, au'nil mun-amaq
   alaihi min hadzihil imarah, fa aradha Allahu an
   yutimma-nabaa' wa yukmila-al-binaa bil labinati -
   akhirah, fa-ana tilkal-labinatu ayyuhan - nadhiruun.)
 
---------------------------------------------
Ahmadiyah Telanjang Bulat di Panggung Sejarah
Abdullah Hasan Alhadar
PT. Alma'arif, Cetakan Pertama 1980
Jln. Tamblong No.48-50, Bandung
Telp. 50708, 57177, 58332

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penulis
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team