Pembagian Waris Menurut Islam

oleh Muhammad Ali Ash-Shabuni

 

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

C. Hukum Banci dan Cara Pembagian Warisnya

Untuk banci --menurut pendapat yang paling rajih-- hak waris yang diberikan kepadanya hendaklah yang paling sedikit di antara dua keadaannya --keadaan bila ia sebagai laki-laki dan sebagai wanita. Kemudian untuk sementara sisa harta waris yang menjadi haknya dibekukan sampai statusnya menjadi jelas, atau sampai ada kesepakatan tertentu di antara ahli waris, atau sampai banci itu meninggal hingga bagiannya berpindah kepada ahli warisnya.

Makna pemberian hak banci dengan bagian paling sedikit menurut kalangan fuqaha mawarits mu'amalah bil adhar-- yaitu jika banci dinilai sebagai wanita bagiannya lebih sedikit, maka hak waris yang diberikan kepadanya adalah hak waris wanita; dan bila dinilai sebagai laki-laki dan bagiannya ternyata lebih sedikit, maka divonis sebagai laki-laki. Bahkan, bila ternyata dalam keadaan di antara kedua status harus ditiadakan haknya, maka diputuskan bahwa banci tidak mendapatkan hak waris.

Bahkan dalam mazhab Imam Syafi'i, bila dalam suatu keadaan salah seorang dari ahli waris gugur haknya dikarenakan adanya banci dalam salah satu dari dua status (yakni sebagai laki-laki atau wanita), maka gugurlah hak warisnya.

Beberapa Contoh Amaliah Hak Waris Banci

1. Seseorang wafat dan meninggalkan seorang anak laki-laki, seorang anak perempuan, dan seorang anak banci. Bila anak banci ini dianggap sebagai anak laki-laki, maka pokok masalahnya dari lima (5), sedangkan bila dianggap sebagai wanita maka pokok masalahnya dari empat (4). Kemudian kita menyatukan (al-jami'ah) antara dua masalah, seperti dalam masalah al-munasakhat. Bagian anak laki-laki adalah delapan (8), sedangkan bagian anak perempuan empat (4), dan bagian anak banci lima (5). Sisa harta waris yaitu tiga (3) kita bekukan untuk sementara hingga keadaannya secara nyata telah terbukti.

2. Seseorang wafat meninggalkan seorang suami, ibu, dan saudara laki-laki banci. Pokok masalahnya dari enam (6) bila banci itu dikategorikan sebagai wanita, kemudian di-'aul-kan menjadi delapan (8). Sedangkan bila sang banci dianggap sebagai laki-laki, maka pokok masalahnya dari enam (6) tanpa harus di- 'aul-kan. Dan al-jami'ah (penyatuan) dari keduanya, menjadilah pokok masalahnya dua puluh empat (24).

Sedangkan pembagiannya seperti berikut: suami sembilan (9) bagian, ibu enam (6) bagian, saudara laki-laki banci tiga (3) bagian, dan sisanya kita bekukan. Inilah tabelnya:

6

8

  

6

24

Suami 1/2

3

Suami 1/2

3

9

Ibu 1/3

2

Ibu 1/3

2

6

Banci

3

Banci kandung

1

4

Pada tabel tersebut sisa harta yang ada yaitu lima (5) bagian dibekukan sementara, dan akan dibagikan kembali ketika keadaan yang sebenamya telah benar-benar jelas.

3. Seseorang wafat dan meninggalkan suami, saudara kandung perempuan, dan saudara laki-laki seayah banci. Maka pembagiannya seperti berikut:

Bila banci ini dikategorikan sebagai laki-laki, maka pokok masalahnya dua (2), sedangkan bila dikategorikan sebagai perempuan maka pokok masalahnya dari tujuh (7), dan penyatuan dari keduanya menjadi empat belas (14).

Bagian suami enam (6), saudara kandung perempuan enam (6) bagian, sedangkan yang banci tidak diberikan haknya. Adapun sisanya, yakni dua (2) bagian dibekukan. Ini tabelnya:

  

2

6

7

14

Suami 1/2

1

Suami 1/2

3

6

Sdr. kdg. pr. 1/2

1

Sdr. kdg. pr. 1/2

3

6

Banci lk.

-

Sdr. pr. seayah 1/6

1

-

(sebelum, sesudah)


Pembagian Waris Menurut Islam
oleh Muhammad Ali ash-Shabuni
penerjemah A.M.Basamalah
Gema Insani Press, 1995
Jl. Kalibata Utara II No.84 Jakarta 12740
Tel.(021) 7984391-7984392-7988593
Fax.(021) 7984388
ISBN 979-561-321-9

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Pengarang
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team