Keamanan Sosial atas Sumber Penghidupan Manusia (5/9)

Dr. Muhammad Emarah

 

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penterjemah
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

Orang-orang yang memegang kekayaan dan memonopoli harta, akan terseret (sepanjang catatan sejarah) kepada tindakan aniaya dan kesombongan diri. Sehingga membuat mereka selalu menjadi kelompok yang memusuhi rasul-rasul dan risalah langit:

"Nuh berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah mendurhakai-ku, dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka." [Nuuh: 21].

Para penganjur kemusyrikan di tengah kaum Nabi Syu'aib a.s. adalah orang-orang yang banyak memiliki kekayaan, dan orang-orang yang membebaskan dirinya dari segala ikatan untuk memilih dan memonopoli apa mereka kehendaki:

"Mereka berkata: "Hai Syu'aib, apakah agamamu yang menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang kami memperbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami." [Huud: 87].

Sebagaimana halnya tindakan memonopoli harta telah menjerumuskan Qarun menjadi orang yang sombong dan angkuh, sehingga ia membebaskan dirinya (dalam hubungannya dengan harta) dari ikatan-ikatan dan aturan kekhalifahan, dan membuat ia tidak puas dengan "bagiannya" dari dunia ini. Ia malah tenggelam dalam kenikmatan dunia, dan menjadi orang yang berlebihan. Al Quran juga mengajarkan kepada kita, bahwa tindakan berlebihan ini, yang biasanya disebabkan oleh sikap memonopoli harta dan kekayaan, juga menjadi faktor yang membawa kepada kemunduran dan kehancuran masyarakat, dan peradaban-peradaban. Ini adalah sunah dan undang-undang Allah SWT dalam tatanan sosial dan peradaban manusia. Bahwa keruntuhan dan kehancuran suatu kampung, negeri, masyarakat atau peradaban, dan lenyapnya mereka, selalu disertai dengan tindakan monopoli dan oligopoli sebagian anggota masyarakat itu:

"Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menta'ati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya." [Al Israa: 16]

Di antara ulama qiraat Al Qur'an ada yang membaca "ammarnaa" (dengan tasydid mim) artinya Kami jadikan orang-orang yang berlebihan itu, yang memonopoli kekuasaan harta, sebagai pejabat dan pemerintah. Artinya, mereka akhirnya juga menjadi monopolis kekuasaan!!...

Oleh karena itu, orang-orang yang berlebihan, selalu menjadi musuh para Rasul, risalah-risalah langit, mereka yang membawa misi pembaruan, pembangunan, serta keamanan bagi masyarakat berperadaban, dalam seluruh umat dan bangsa. Bahkan sikap permusuhan mereka ini --seperti disinyalir Al Qur'an-- telah menjadi undang-undang tersendiri!...

"Dan Kami tidak mengutus kepada suatu negeri seorang pemberi peringatanpun, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: "Sesungguhnya kami mengingkari apa yang kamu diutus untuk menyampaikannya". Dan mereka berkata: "Kami lebih banyak mempunyai harta dan anak-anak (daripada kamu) dan kami sekali-kali tidak akan diazab." [Saba: 34-35]

"Dan berkatalah pemuka-pemuka yang kafir di antara kaumnya dan yang mendustakan akan menemui hari akhirat (kelak) dan yang telah Kami mewahkan mereka dalam kehidupan di dunia: "(Orang) ini tidak lain hanyalah manusia seperti kamu, dia makan dari apa yang kamu makan, dan meminum dari apa yang kamu minum. Dan sesungguhnya jika kamu sekalian mentaati manusia yang seperti kamu, niscaya bila demikian, kamu benar-benar (menjadi) orang-orang yang merugi." [Al Mu'minuun: 33-34].

Orang-orang yang berlebihan biasanya, adalah musuh pembaruan peradaban, pembela kebekuan sesuatu yang telah jelas rusaknya, dan taklid yang mengagungkan realitas yang zhalim:

"Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatanpun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata: "Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka." [Az Zukhruf: 23]

Ketika kemewahan penduduk suatu negeri menjadi penghalang untuk menciptakan pembaruan peradaban dan reformasi pembangunan, hal itu menjadi "kejahatan" bagi masyarakat manusia. Apalagi jika perilaku sehari-hari penduduk penuh dengan bermacam pelanggaran atas norma-norma. Kemewahan itu menguasai penduduk itu, sehingga ia menjadi suatu kekuatan yang mendorong orang-orang yang menzhalimi dirinya sendiri untuk melakukan kejahatan dan mengikuti perilaku orang-orang jahat:

"dan orang-orang yang zalim hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa." [Huud: 116]

Bahkan di antara mereka ada yang merasa dirinya memang berhak untuk melakukan monopoli. Sehingga setelah mereka memonopoli kekayaan, mereka ingin pula memonopoli kenabian dan risalah:

"Dan mereka berkata: "Mengapa Al Qur'an ini tidak diturunkan kepada seorang besar dari salah satu dua negeri (Mekah dan Thaif) ini [Yaitu Walid bin Mughirah --pembesar Mekkah-- dan Isa bin Mas'ud ats Tsaqafi --pembesar Thaif.]? Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? " [Az Zukhruf: 31-32].

Sebagaimana halnya mereka merasa diri mereka berhak (setelah memopoli harta kekayaan) untuk memonopoli kekuasaan (untuk melengkapi monopoli kekayaan dengan monopoli kekuasaan):

"Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu". Mereka menjawab: "Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang banyak?" [Al Baqarah: 247].

Itu semua adalah perilaku orang-orang yang berlebihan, yang memonopoli harta kekayaan, sehingga mereka keluar dari koridor manhaj Islami dalam mengemban amanah harta kekayaan. Dan mereka membawa masyarakat mereka menuju kebinasaan, saat mereka menempatkan ketakutan sebagai ganti keamanan atas penghidupan manusia. Ayat-ayat Al Qur'an telah menceritakan tentang mereka itu, dan akibat yang dihasilkan oleh sikap bermewahan mereka. Yang pengaruhnya tidak hanya menimpa orang-orang yang berperilaku mewah itu, namun juga menimpa orang-orang yang menjilat sistem yang bermewah-mewahan, atau orang-orang yang membiarkannya tanpa berusaha merubahnya:

"Dan peliharalah dirimu daripada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu" [Al Anfaal: 25].

"Dan berapa banyaknya (penduduk) negeri yang zalim yang telah Kami binasakan, dan Kami adakan sesudah mereka itu kaum yang lain (sebagai penggantinya). Maka tatkala mereka merasakan azab Kami, tiba-tiba mereka melarikan diri dari negerinya. Janganlah kamu lari tergesa-gesa; kembalilah kamu kepada ni'mat yang telah kamu rasakan dan kepada tempat-tempat kediamanmu (yang baik), supaya kamu ditanya. Mereka berkata: "Aduhai, celaka kami, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim". Maka tetaplah demikian keluhan mereka, sehingga Kami jadikan mereka sebagai tanaman yang telah dituai, yang tidak dapat hidup lagi." [Al Anbiyaa: 11-15]

"Hingga apabila Kami timpakan azab, kepada orang-orang yang hidup mewah di antara mereka, dengan serta merta mereka memekik minta tolong. Janganlah kamu memekik minta tolong pada hari ini. Sesungguhnya kamu tiada akan mendapat pertolongan dari Kami. Sesungguhnya ayat-ayat-Ku (Al Qur'an) selalu dibacakan kepada kamu sekalian, maka kamu selalu berpaling ke belakang, dengan menyombongkan diri terhadap Al Qur'an itu dan mengucapkan perkataan-perkataan keji terhadapnya di waktu kamu bercakap-cakap di malam hari." [Al Mu'minuun: 64-67]

"Dan golongan kiri, siapakah golongan kiri itu. Dalam (siksaan) angin yang amat panas dan air yang panas yang mendidih, dan dalam naungan asap yang hitam. Tidak sejuk dan tidak menyenangkan. Sesungguhnya mereka sebelum itu hidup bermewah-mewah." [Al Waaqi'ah: 41-45]

"Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar. Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa." [Al Lail: 8-11]

Orang-orang yang bermewah-mewahan itu pada akhirnya akan mengalami kehancuran dan kebinasaan. Dan kekayaannya menipu dirinya, sehingga ia menzhalimi dirinya sendiri dan berkata kepada temannya:

"Hartaku lebih banyak dari pada hartamu dan pengikut-pengikutku lebih kuat". Dan dia memasuki kebunnya sedang dia zalim terhadap dirinya sendiri; ia berkata: "Aku kira kebun ini tidak akan binasa selama-lamanya, dan aku tidak mengira hari kiamat itu akan datang, dan jika sekiranya aku di kembalikan kepada Tuhanku, pasti aku akan mendapat tempat kembali yang lebih baik daripada kebun-kebun itu." [Al Kahfi: 34-36]

Padahal, kekayaan mereka itu tidak akan memberikan manfaat apa-apa pada hari kiamat. Tidak pula kekuasaan yang mereka raih dengan kekayaan itu. "Adapun orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya, maka dia berkata: "Wahai alangkah baiknya kiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini), Dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku, Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu. Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku. Telah hilang kekuasaanku dariku." [Al Haaqqah: 25-29].

"Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak." [Al Masad: 1-3].

"Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya, dia mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya, sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Huthamah." [Al Humazah: 1-4].

Dalam sunnah, Fir'aun (yang telah memonopoli kekayaan dan kekuasaan) dilukiskan sebagai seorang "jabbaar mutrif" 'diktator yang bermewah-mewahan' [Hadits diriwayatkan oleh imam Ahmad]. Dan melukiskan orang-orang yang mengikuti sunnah serta moderasi Islam sebagai:

"Orang-orang yang tidak mengikuti orang-orang yang bermewah-mewahan dalam kemewahan mereka, serta tidak pula mengikuti para pembuat bid'ah dalam kebid'ahan mereka." [Hadits diriwayatkan oleh Ad Darimi].

Tentang hal itu juga terdapat keterangan Al Qur'an, yang menceritakan tentang orang-orang yang memonopoli kekayaan. Yang menimbun harta melebihi dari kebutuhan-kebutuhan pribadi, sehingga tindakan mereka itu menghalangi manusia untuk mendapatkan manfaat dari amanah kekayaan yang diberikan oleh Allah kepada mereka.

Abu Dzarr al Ghifari berkata: " Aku datang kepada Nabi Saw. Saat itu beliau sedang duduk di bawah bayangan Ka'bah. Ketika beliau melihatku, beliau bersabda: "Demi Rabb yang menguasai Ka'bah, mereka adalah orang-orang yang merugi!. Aku bertanya: Siapakah mereka, wahai Rasulullah? Beliau bersabda: "Mereka adalah orang-orang yang memperbanyak (dan menimbun) harta mereka, kecuali orang yang berkata seperti ini, seperti ini dan seperti ini (di depannya, dari belakangnya, dari sisi kanannya dan dari sisi kirinya)-- namun orang yang seperti itu amat sedikit"! [Hadits diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan An Nasai]

Maksudnya, kecuali orang-orang yang memberikan nafkah kepada orang yang berada di kanannya, di kirinya, di depannya dan orang yang berada di belakangnya. Ia membagi-bagikan harta yang lebih dari kebutuhannya kepada manusia.

(sebelum, sesudah)

dari buku: Islam dan Keamanan Sosial
Penulis: Dr. Muhammad Imarah
Penerjemah : Abdul Hayyie al Kattani
Penerbit : Gema Insani Press, Jakarta, 1999.

 

Indeks Islam | Indeks Artikel | Tentang Penterjemah
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team