Akhlak Juru Dakwah:
Sikap Halus Dan Sabar

Dikutip dari buku: Al Amru bil Ma'ruf wan Nahyu anil Munkar
karya Ibnu Taimiyah

 

Indeks Islam | Indeks Artikel
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

Amar ma'ruf nahi munkar harus dengan cara halus. Rasulullah saw bersabda:

"Tiadalah sikap halus dalam suatu hal melainkan memperbagus sesuatu itu, dan tiadalah sikap kasar dalam suatu hal melainkan hanya memperburuknya." [HR Muslim]

Sabda Rasulullah saw yang lain:

"Allah bersifat sangat halus, menyukai sikap halus dalam semua urusan; dan Dia memberi karena sikap halus itu, sesuatu yang tidak akan Dia berikan karena sikap kasar" [HR Muslim]

Juru dakwah (yg melakukan amar ma'ruf nahi mungkar) harus bersifat hilm dan tabah (sabar) terhadap setiap gangguan - sebab ia mesti menemui gangguan. Jika tidak hilm dan sabar, akan lebih banyak membawa mafsadat daripada maslahat.

Dalam kisah Al Qur'an, Luqman berkata kepada puteranya:

"Hai anakku, dirikan sholat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yg ma'ruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar, dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)." [QS 31:17]

Karena itu Allah menyuruh bersabar kepada para RasulNya (pemimpin amar ma'ruf nahi mungkar) seperti firmanNya kepada RasulNya terakhir - bahkan sdisertai dengan penyampaian risalah. Firman Allah yang merupakan pengangkatan terhadap Muhammad sebagai RasulNya adalah surat Al Mudatsir yang diturunkan sesudah Al 'Alaq. Sedang dengan Surat Al 'Alaq, beliau diangkat sebagai Nabi. Dalam surat Al Mudatstsir itu Allah berfirman:

"Wahai orang yang berselimut, bangunlah, lalu berikan peringatan. dan Tuhanmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu bersabarlah." [QS 74:1-7]

Allah memulai ayat-ayat risalah (kerasulan)-Nya kepada makhluk dengan menyuruh memberi peringatan, dan mengakhirinya dengan menyuruh sabar. Allah berfirman:

"Dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan Tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan kami..." [QS 52:48]

"Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhi mereka dengan cara baik." [QS 73:10]

"Maka bersabarlah kamu seperti bersabarnya orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari para Rasul.." [QS 46:35]

"Maka bersabarlah kamu (wahai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan jangan kamu seperti orang yang berada dalam" (perut) ikan (Nabi Yunus)..." [QS 68:48]

"Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah, dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipu dayakan" [QS 16: 127]

"Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tiada menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat kebaikan." [QS 11:115]

Karena itu, dalam tugas kewajiban amar ma'ruf nahi mungkar harus ada 3 hal: ilmu, halus dan sabar.

Ilmu harus sudah dimiliki sebelum melakukan tugas kewajiban amar ma'ruf nahi mungkar, sikap halus harus bersamaan dengan pelaksanaan tugas, dan sifat sabar sesudah pelaksanaan tugas, meski sebenarnya ketiganya harus ada dalam semua keadaan. hal tersebut -sebagaimana bersumber dari atsar dari sebagian orang-orang salaf yang diriwayatkan secara marfu'- diriwayatkan oleh Al Qodhi Abu Ya'la dalam kitab Al-Mu'tamad:

"Tidak boleh melakukan amar ma'ruf nahi munkar kecuali orang yang paham (punya ilmu) tentang apa yang ia suruhkan, paham tentang apa yang ia cegah, bersikap halus dalam apa yang ia suruh dan cegah, dan bersifat hilm (sabar) dalam apa yang ia suruh dan cegah."

Dan ketahuilah, disyaratkan ketiga itu dalam amar ma'ruf nahi mungkar merupakan sesuatu yang menimbulkan kesulitan terhadap orang banyak. Maka disangka bahwa dengan itu kewajiban amar ma'ruf nahi mungkar gugur dari mereka, hingga mereka tidak melakukannya. Terkadang yang demikian bisa memberi mudharat lebih banyak daripada mudharat yang ditimbulkan oleh amar ma'ruf nahi mungkar tanpa syarat itu, atau terkadang mudharatnya lebih sedikit. Sebab meninggalkan perintah wajib adalah maksiat, dan mengerjakan apa yang dilarang Allah, juga maksiat. maka orang yang pindah dari satu maksiat ke maksiat lain, bagai orang mencari perlindungan dari tanah yang sangat panas kepada api, atau seperti orang pindah dari satu agama sesat ke agama lain yang sesat pula. Terkadang yang kedua lebih buruk daripada yang pertama, bahkan sebaliknya, atau keduanya sama.

Maka bisa jadi Anda mendapatkan orang yang melalaikan amar ma'ruf nahi mungkar dan orang yang melampaui batas, kadang dosa yang satu lebih besar, bahkan dosa lainnya lebih besar, atau kedua-duanya sama.


Date: Mon, 19 Jun 2000 21:58:20 +0700 (JAVT) From: Imam Kuswardayan <imam_kd@andromeda.its-sby.edu> Reply-To: is-lam@isnet.org

Indeks Islam | Indeks Artikel
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team