Disfungsi Kelenjar Prostat dan Rahim

(diambil dari "Kumpulan Fatwa [mantan] Grand Syeikh Al-Azhar
Gad el Haq Ali Gad el-Haq")

Pesantren Virtual - "Pondok Pesantren era Digital"
Website: http://pesantren.hypermart.net
Email: pesantren@mail.com

 

Indeks Islam | Indeks Artikel
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

Praktek pendisfungsian kelenjar (di mana mani laki-laki tak bisa keluar) dan rahim (di mana benih janin tak bisa tumbuh lagi) sering terjadi pada zaman sekarang, sebagai salah satu cara untuk menghindari kehamilan. Dalam kasus ini, timbul beberapa persoalan berikut: (1) bagaimana hukumnya seseorang yang mimpi bersetubuh tapi tidak menggeluarkan mani --karena prostatnya tidak berfungsi lagi (bagi orang laki-laki) atau rahimnya telah mati (bagi orang perempuan)? (2) hukumnya seseorang yang mencumbui istrinya tanpa memasukkan penis ke vagina istrinya, tapi dia seakan-akan merasakan kenikmatan orgasme?

Yang perlu diketahui di sini adalah kejelasan hukum: (1) wajibnya mandi bagi orang yang bersetubuh, baik ia mengeluarkan mani atau tidak, (2) wajibnya mandi karena telah terbukti mengeluarkan mani, baik karena mimpi, bercumbu tanpa bersenggama, melamun, onani, dll, yang menyebabkan keluarnya mani. Dalam dua hal tersebut, mandi jelas diwajibkan.

Adapun dua kasus di atas (pendisfungsian prostat dan rahim) mengandung beberapa persoalan berikut:

  • seseorang (laki-laki) yang mendisfungsikan kelenjar prostatnya, dan seseorang (perempuan) yang telah mendisfungsikan rahimnya bermimpi bersenggama atau bercumbu sampai seakan-akan ia orgasme,
  • seseorang yang mencumbui istrinya tanpa memasukkan penis ke vagina istrinya, tapi dia seakan-akan merasakan kenikmatan orgasme.
  • tentang hadis "al-maa'u min al-maa'i".

Mengenai persoalan yang pertama, yang menjadi landasan di sini adalah prinsip wajibnya mandi bagi seseorang yang bermimpi (laki-laki atau perempuan) yang terbukti mengeluarkan mani, baik ia merasakan kenikmatan atau tidak di tengah mimpinya. Ini berdasarkan hadis Nabi yang diriwayatkan dari Sayidah A'isyah:

"Nabi ditanya tentang seseorang laki-laki yang menemukan basah-basah (mani) dan dia tidak ingat mimpinya. Kata Nabi: 'dia harus mandi'. Dan Nabi juga ditanya tentang seseorang yang sadar ia telah bermimpi namun tidak menemukan basah-basah (mani). Jawab Nabi: 'dia tidak wajib mandi'. Lantas Ummu Salim bertanya: 'jika seorang perempuan menemukan basah-basah itu, apakah ia juga wajib mandi?' Jawab Nabi: 'Iya, ia juga wajib mandi'.(Riwayat Abu Dawud dan al-Tirmidzi).

Keterangan di atas sebagaimana yang dinukil Ibnu Mundzir (dalam kitab al-Mughni Ibnu Qudamah, juz 1 hal 197 dst) mengenai ijmak para ulama bahwasanya "tidak wajib mandi bagi orang yang bermimpi dan tidak menemukan mani".

***

Berdasar keterangan di atas, maka seseorang laki-laki dan perempuan yang mimpi bersenggama tapi tidak menemukan mani tidak wajib melakukan mandi junub.

Permasalahan kedua, mengenai seseorang yang mencumbui istrinya tanpa memasukkan penis ke liang vagina, ia merasakan kenikmatan (orgasme) akan tetapi tidak mengeluarkan mani --kerena kelenjar prostat sudah tak berfungsi. Wajibkah ia mandi?

Sebagaian ahli fiqih madzhab Hambali berpendapat bahwa, seseorang yang mencumbui istrinya dan merasakan orgasme (tanpa memasukkan penis) wajib mandi, disebabkan mani telah terpisah dari tulang belakang dan persendian meskipun tidak muncul keluar. Namun madzhab lain mengatakan tidak wajib mandi kecuali dengan keluarnya mani, seperti yang dijelaskan pada hadis Ummu Salim dan hadis "Apabila engkau menemukan basah-basah (mani), maka mandilah". Sebagaimana madzhab Hanafi, Maliki dan Syafi'i yang mengatakan mandi hanya diwajibkan jika air mani benar-benar nampak keluar.

Kendati begitu para ulama lebih memberatkan mandi karena perhitungan manfaat dan keluar dari perselisihan pendapat (khuruuj min al-khilaaf).

***

Permasalahan ketiga berhubungan dengan hadis "innama al-maa'u min al-maa'i" (wajibnya mandi karena keluarnya mani). Hadis ini tepat menyiratkan wajibnya mandi dikarenakan ada bukti mani yang telah keluar. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah: wajibkah mandi seseorang yang bersenggama dengan istrinya namun tidak mengeluarkan mani? Ia tetap wajib mandi walaupun saat bersenggama ia tidak orgasme.

Keterangan lengkapnya sebagai berikut:

Lengkapnya hadis di atas adalah sebagaimana yang diriwayatkan Imam Muslim dari Abdurrahman bin Abi Sa'id al-Khodry, bapaknya Abdurrahman berkata: Saat aku berjalan barsama Rasulullah ke Quba dan ketika melewati Bani Salim Rasulullah berhenti di depan rumahnya sahabat Utban, lalu memanggilnya. Seketika itu juga ia keluar sambil merapikan pakaiannya. Lantas Utban bertanya, "Wahai Rasulullah, seumpama ada orang yang menyetubuhi istrinya secara tergesa-gesa tanpa mengeluarkan mani, apakah ia diwajibkan mandi?" Jawab Rasul: "wajibnya mandi adalah karena keluarnya mani" (al-maa'u min al-maa'i).

Sebenarnyalah hadis itu telah muncul pada masa awal Islam, dan telah diralat (di-nasakh) dengan hadis yang mewajibkan mandi --bagi orang yang bersenggama tanpa mengeluarkan mani. Hal ini ditunjukkan oleh riwayat Abu Daud dan Tirmidzi dari Ubay bin Ka'ab: "Bahwasanya fatwa terdahulu (wajibnya mandi karena keluarnya mani) adalah keringanan (rukhsah) yang diberikan Rasul pada masa awal Islam. Kemudian setelah itu Rasul memerintahkan mandi". Yakni wajibnya mandi setelah bersetubuh walaupun tanpa mengeluarkan mani.

Menguatkan riwayat kedua orang di atas, hadis yang diriwayatkan oleh Sayidah Aisyah ra:

"Seseorang bertanya pada Rasulullah tentang laki-laki yang menyetubuhi istrinya, dan tidak mengeluarkan mani apakah diwajibkan mandi? A'isyah duduk di samping Rasul, kemudian Rasul menjawab, "Saya melakukannya (demikian itu), kemudian saya mandi".

Riwayat Sayidah A'isyah ra yang lain ikut menguatkan:

"Apabila dua persunatan (laki-laki dan perempuan) telah bertemu maka bagi keduanya mandi. Saya telah melakukan demikian itu bersama Rasulullah, kemudian kami mandi". (Hadis riwayat Tirmidzi, Thabrani dan Daruquthni)

Berdasarkan beberapa hadis di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa hadis "innama al-maa'u min al-maa'i" (diwajibkannya mandi karena keluarnya mani) merupakan keringanan pada zaman permulaan Islam, yang telah diperbaharui hukumnya, dengan mewajibkan mandi, sebagaimana yang tersirat dalam hadis Sayidah Aisyah ra tersebut di atas.

Dengan demikian, seseorang yang bersenggama dengan istrinya tanpa mengeluarkan mani, baik orang yang kelenjar prostatnya sudah tak berfungsi atau tidak, sama-sama diwajibkan mandi junub.

Indeks Islam | Indeks Artikel
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team