Nashruddin dan Filsafat

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

 

Ketika Timur Lenk menguasai kota Aq Syahr, datang seorang pengikut filsafat. Ia mengutarakan kepada Timur Lenk, dengan bantuan seorang juru bicara, bahwa ia ingin menguji ulama Aq Syahr. Timur Lenk mengumpulkan seluruh ulama dan berkata pada mereka, "Seorang laki-laki ahli filsafat ingin menguji kalian. Jika tidak seorangpun dapat menjawab pertanyaannya, mereka menganggap bahwa negara Romawi tidak memiliki seorang ulama pun, dan bahwa ilmu itu telah sirna. Bila hal itu terjadi, harga diri kalian hilang."

Ulama Aq Syahr lalu berkumpul di suatu ruangan khusus dan memusyawarahkan masalah tersebut. Mereka agak putus asa memikirkan bagaimana caranya mengatasi bahaya yang siap menghadang di hadapan mereka. Bahkan mereka akan menyewa ulama dari luar daerah untuk menghadapinya, meskipun tempatnya jauh.

Akhirnya mereka sepakat untuk mengajukan Syekh Nashruddin. Mereka mengutus seseorang untuk menemuinya, dan Nashruddin pun menerima kedatangan mereka. Lalu diutarakanlah apa yang mengganggu pikiran mereka. Nashruddin berfikir sejenak, lantas berkata: "Serahkan urusan ini kepadaku!" Mereka bertanya, "Apa yang akan anda lakukan?" Nashruddin menjawab, "Aku akan mengadakan tanya jawab dengannya. Jika jawabanku tepat, itu bagus. Bila tidak, aku pasti akan berkata 'Aku laki-laki jadzab, aku masuk sesuai kehendak hatiku'. Lalu kalian hendaknya berkata, 'Kami tidak menganggapnya sebagai orang pandai.' Lalu datangkan orang selain aku! Bila aku berhasil, kalian harus memberiku hadiah." Mereka menjawab, "Baiklah, apapun yang anda inginkan, akan kami usahakan. Yang penting, laki-laki itu harus kalah."

Pada hari yang telah ditentukan, sebuah panggung didirikan di sebuah lapangan yang luas. Timur Lenk duduk dengan pakaian perang dikelilingi para prajurit yang bersenjata lengkap. Laki-laki ahli filsafat itu hadir. Rambutnya tidak menarik dan bentuknya lucu. Ia lalu duduk di dekat singgasana kerajaan. seluruh hadirin menunggu kedatangan Syekh Nashruddin, rival ahli filsafat itu.

Nashruddin hadir dengan mengenakan surban besar dan berjubah. Di belakangnya mengiringi para muridnya, di antaranya Hamad. Mereka berdua masuk ke panggung dan Nashruddin duduk di sebelah Timur Lenk. Setelah minum dan istirahat sejenak, ahli filsafat itu maju ke tengah dan membuat lingkaran. Ia lalu menunggu jawabannya dengan memandang ke arah Nashruddin.

Nashruddin berdiri dan menancapkan tongkatnya tepat di tengah lingkaran. Ia membagi lingkaran menjadi dua bagian, dan memandang ke arah ahli filsafat. Lalu Nashruddin membuat garis lagi, sehingga lingkaran terbagi menjadi empat bagian. Tiga bagian menuju ke arah Nashruddin dengan isyarat jari dan satu bagian untuk si ahli filsafat. Nashruddin meletakkan kedua tangannya di belakang punggung yang diarahkan ke ahli filsafat. Ahli filsafat puas dengan apa yang dilakukan Nashruddin itu. Ia merasa, bahwa Nashruddin tahu apa yang dimaksudkannya.

Selanjutnya ahli filsafat membuat kedua tangannya dan membentuknya seperti kerah baju. Lalu kedua tangan itu diturunkan dari atas ke bawah dan jari jemarinya terbuka, lalu kedua tangannya dinaikkan ke udara beberapa kali. Nashruddin berbuat sebaliknya: membuka jari jemarinya dan diturunkan ke bawah. Ahli filsafat puas dengan apa yang dilakukan Nashruddin.

Setelah itu, ahli filsafat meletakkan jari jemarinya di atas tanah dan berjalan merangkak sebagaimana layaknya binatang. Ia mengisyaratkan ke arah perut, seakan-akan keluar sesuatu dari dalam perutnya. Nashruddin mengeluarkan sebutir telur dari saku dan menggerakkan kedua tangannya seakan hendak terbang.

Melihat jawaban Nashruddin, ahli filsafat itu sangat puas dan kagum. Ia maju ke arah Nashruddin dan mencium tangannya dengan penuh penghormatan. Ia mengatakan, bahwa Aq Syahr beruntung mempunyai seorang cerdik pandai seperti Nashruddin. Seluruh hadirin memberikan ucapan selamat kepada Nashruddin dan memberikan hadiah yang melimpah serta uang banyak. Bahkan ada yang menjanjikan harta benda di lain waktu. Tidak ketinggalan Timur Lenk memberi hadiah kepada Nashruddin dan menempatkannya di kelompok orang kaya.

Setelah semua penonton bubar, Timur Lenk dan para pengawalnya mengelilingi ahli filsafat dan bertanya dengan bantuan juru bahasa, "Kami tidak mengerti isyarat-isyarat yang anda lakukan dengan Syekh Nashruddin. Jelaskan kepada kami apa yang terjadi sebenarnya?"

Ahli filsafat menjawab, "Melihat perselisihan ulama filsafat Yunani dan ulama Bani Israil tentang terbentuknya alam semesta, saya tidak tahu apa pendapat ulama Islam tentang hal tersebut. Maka saya ingin mempelajarinya. Saya isyaratkan pada Nashruddin bahwa bumi itu bulat dan besar. Nashruddin membenarkan ucapan saya dan berkata, 'Bumi itu terbagi menjadi dua bagian. Setengah lingkaran utara dan setengah belahan selatan.' Lalu Nashruddin membaginya menjadi empat bagian. Tiga bagian ke arahnya dan satu bagian ke arahku. Ia mengisyaratkan, bahwa tiga bagian bumi adalah lautan dan satu bagian daratan. Nashruddin juga memberitahukan bahwa bumi terbagi menjadi tujuh negara.

Lebih lanjut saya isyaratkan isi bumi dan rahasianya dengan mengangkat jari jemari ke udara dan menggerakkannya, maksudku tumbuh-tumbuhan, barang tambang dan bagaimana proses terjadinya. Syekh Nashruddin mengangkat kedua tangannya menunjuk ke bawah dan mengisyaratkan turunnya hujan adalah ke bawah, yang tercurah dari langit. Kekuatan matahari dan pengaruh makhluk angkasa di bundaran bumi membantu proses bumi, sehingga mendatangkan kekuatan yang terkandung di dalamnya. Cara Nashruddin menjelaskan hal itu sesuai dengan pendapat ulama filsafat periode akhir. Kemudian aku isyaratkan tentang perkembang-biakan makhluk dengan melalui proses pembuahan. Namun banyak yang terlewatkan olehku, lalu Nashruddin bermaksud menunjukkan sebagian dari makhluk secara global. Karena itu, saya jadi tahu bahwa Syekh kalian memang pandai dan menguasai pengetahuan tentang langit dan bumi, maupun ilmu logika dan ketuhanan. Dan ia termasuk seorang ahli filsafat. Kalian patut bangga dengan adanya ahli filsafat seperti dia di negeri kalian."

Lalu mereka berpamitan kepada ahli filsafat dengan penuh penghormatan. Setelah itu mereka ganti menjumpai Nashruddin dan meminta penjelasan atas jawaban-jawabannya. Berkatalah Nashruddin kepada mereka, "Ahli filsafat itu sedang kelaparan seperti halnya diriku. Ketika ia menggambar lingkaran, maksudnya adalah bahwa di depan rumahnya terdapat kue berbentuk seperti lingkaran yang dibuatnya. Aku membaginya menjadi dua bagian dengan maksud agar sama rata. Akan tetapi, karena ia tidak faham, aku membaginya menjadi empat bagian. Tiga bagian untukku dan satu bagian untuknya. Ia setuju dan mengiyakan dengan isyarat kepala.

Selanjutnya, ia mengisyaratkan beras di atas api. Aku isyaratkan kepadanya tentang memasukkan pula bumbu, garam, kismis, dan fustuq ke dalamnya. Ketika berjalan ia bermaksud memberitahukan bahwa dirinya sangat lapar dan menginginkan makanan lezat. Aku isyaratkan kepadanya, bahwa dirku bahkan lebih lapar darinya yang nyaris membuatku terbang karenanya. Pagi hari aku ingin membuat kue, namun yang kutemukan hanya sebutir telur pemberian istriku. Aku belum sempat menelannya ketika kalian memanggilku. Lalu kumasukkan ke dalam saku dan menjaganya secara hati-hati."

Seluruh hadirin berkata, "Demi Allah, ini hal yang hebat dan menakjubkan! Bagaimana anda mengerti permasalahannya dan menjawab seperti itu? Ahli filsafat menerima dan membenarkan jawaban Anda, padahal jawaban Anda tersebut tidak seperti yang diinginkannya." Demikianlah, mereka semua bergembira dan tertawa riang lalu pulang ke rumah masing-masing. Sekalipun demikian mereka tetap bingung.

(baca cerita sejenis dari tradisi Kristiani dan Zen Buddha)


Date: Mon, 15 May 2000 11:14:12 +0700 From: Faisal <faisal@rad.net.id>

Indeks Islam | Indeks Sufi | Indeks Artikel
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team