Kumpulan Artikel ChatGPT

Kumpulan artikel yang saya peroleh pada saat berinteraksi dengan ChatGPT. Walaupun baru dikenalkan pada 30 November 2022, tetapi sudah menarik perhatian banyak orang. Saya kumpulkan hasil interaksi saya untuk pembelajaran bagi saya dan masyarakat luas ...

Ki Hadjar Dewantara 3N, Taksonomi Bloom, dan Pembelajaran di Sosial Media

Yogyakarta, Jum'at, 20 Desember 2024

Daftar Isi

Mengulas secara singkat terkait pembelajaran ala Ki Hadjar Dewantara dikaitkan dengan teori pembelajaran modern melalui Taksonomi Bloom, kemudian dikaitkan dengan pembelajaran generasi muda melalui media sosial dengan prompt di bawah ini:

  1. Konsep Ki Hajar Dewantara (KHD) yaitu nirokake, niteni, nambahi. Jelaskan!
  2. Apa relevansi dengan taksonomi pembelajaran modern misalnya Taksonomi Bloom.
  3. Dalam dunia modern sekarang pembelajaran melalui media sosial sangat banyak, namun cenderung pada tahap awal yaitu nirokake.

ChatGPT:

Topik A: Konsep Ki Hajar Dewantara (KHD) yaitu nirokake, niteni, nambahi. Jelaskan!

Konsep Ki Hajar Dewantara (KHD) yang meliputi nirokake, niteni, nambahi adalah pendekatan pembelajaran tradisional yang relevan dengan filsafat pendidikan Indonesia. Berikut penjelasannya:

1. Nirokake (Meniru)

  • Tahap awal dalam proses belajar di mana seseorang mengamati dan meniru perilaku, tindakan, atau keterampilan orang lain, seperti guru atau orang tua. Ini adalah dasar pembelajaran, khususnya bagi anak-anak yang belajar melalui imitasi.
  • Contoh: Seorang siswa meniru cara gurunya menulis atau berbicara dalam pembelajaran.

2. Niteni (Memperhatikan dan Memahami)

  • Setelah meniru, tahap berikutnya adalah memahami atau memperhatikan pola, prinsip, dan makna dari apa yang diamati. Pada tahap ini, pembelajar mulai menyaring informasi dan membangun pengertian.
  • Contoh: Siswa memperhatikan bagaimana struktur kalimat disusun atau memahami aturan dalam matematika.

3. Nambahi (Menambahkan atau Mengembangkan)

  • Tahap terakhir adalah mengembangkan atau menambahkan kreativitas dan inovasi berdasarkan apa yang sudah dipahami. Pada tahap ini, pembelajar menciptakan sesuatu yang baru atau mengadaptasi pengetahuan sesuai kebutuhan.
  •  Contoh: Siswa tidak hanya menulis dengan cara yang sama seperti gurunya, tetapi menambahkan gaya atau ide baru dalam tulisannya.

Relevansi Konsep KHD

Konsep ini mengajarkan pentingnya belajar secara bertahap, dimulai dari pengamatan hingga pengembangan kreativitas. Dalam konteks pendidikan modern, prinsip ini masih relevan untuk mendorong pembelajaran aktif dan inovatif.

Topik B: Apa relevansi dengan taksonomi pembelajaran modern misalnya Taksonomi Bloom.

Konsep nirokake, niteni, nambahi dari Ki Hajar Dewantara memiliki relevansi yang erat dengan Taksonomi Bloom, terutama dalam konteks pembelajaran bertahap dari keterampilan kognitif sederhana ke tingkat yang lebih kompleks. Berikut adalah kaitannya:

1. Nirokake (Meniru) dan Taksonomi Bloom: Tahap Pengetahuan (Knowledge)

  • Nirokake berfokus pada mengamati dan meniru, yang sejalan dengan tahap pertama Taksonomi Bloom, yaitu mengingat (remembering).
  • Pada tahap ini, peserta didik mengidentifikasi, mengenali, atau mengingat informasi dasar.
  • Contoh relevansi: Siswa meniru cara guru membaca puisi atau menghafal rumus matematika.

2. Niteni (Memperhatikan dan Memahami) dan Taksonomi Bloom: Pemahaman (Understanding)

  • Niteni menekankan proses memperhatikan, mengenali pola, dan memahami makna. Ini sesuai dengan tahap pemahaman (understanding) dalam Taksonomi Bloom.
  • Pada tahap ini, peserta didik tidak hanya mengingat, tetapi juga menjelaskan atau menginterpretasi informasi.
  • Contoh relevansi: Siswa memahami alasan di balik rumus yang digunakan atau makna dari puisi yang dibaca.

3. Nambahi (Menambahkan) dan Taksonomi Bloom: Penerapan hingga Kreativitas

  • Nambahi berfokus pada pengembangan, penerapan, dan inovasi, yang berkaitan dengan tahap penerapan (applying) hingga kreasi (creating) dalam Taksonomi Bloom:
    • Penerapan (Applying): Peserta didik menggunakan informasi dalam konteks baru.
    • Analisis (Analyzing): Peserta didik membedah komponen atau pola.
    • Evaluasi (Evaluating): Peserta didik mengevaluasi dan memberikan penilaian kritis.
    • Kreasi (Creating): Peserta didik menciptakan sesuatu yang baru dari informasi yang dipahami.
    • Contoh relevansi: Siswa menciptakan puisi dengan gaya bahasa yang unik atau mengembangkan metode baru untuk memecahkan soal matematika.

Kesimpulan

Konsep KHD dan Taksonomi Bloom sama-sama menekankan progresivitas pembelajaran, dimulai dari tahap dasar hingga ke tingkat berpikir kritis dan kreatif. Perbedaannya adalah KHD lebih menekankan pada nilai budaya dan proses alami pembelajaran, sementara Taksonomi Bloom menggunakan pendekatan sistematis dan universal. Keduanya bisa saling melengkapi dalam praktik pendidikan modern.

Topik C: Dalam dunia modern sekarang pembelajaran melalui media sosial sangat banyak, namun cenderung pada tahap awal yaitu nirokake.

Benar, pembelajaran melalui media sosial saat ini memang sangat populer, tetapi sering kali terbatas pada tahap awal, yaitu nirokake (meniru). Hal ini terjadi karena sifat media sosial yang mendorong konsumsi cepat dan penyebaran informasi secara visual, yang lebih mendukung pembelajaran berbasis imitasi. Berikut adalah analisisnya:

Mengapa Pembelajaran di Media Sosial Cenderung pada Tahap Nirokake

1. Sifat Konten yang Cepat dan Ringkas

  • Sebagian besar konten di media sosial dibuat untuk menarik perhatian dalam waktu singkat, seperti video pendek, gambar, atau infografis. Hal ini membuat pengguna lebih fokus meniru daripada memahami atau mengembangkan.
  • Contoh: Tutorial makeup, video memasak, atau cara memainkan alat musik sering hanya diikuti tanpa pemahaman mendalam.

2. Minimnya Fasilitas untuk Diskusi Mendalam

  • Media sosial jarang menyediakan ruang untuk diskusi kritis atau analisis. Sebagian besar komentar lebih berupa apresiasi atau tanggapan singkat.
  • Hal ini membuat pengguna tidak terdorong untuk masuk ke tahap niteni (memahami) dan nambahi (mengembangkan).

3. Dominasi Visual dan Hiburan

  • Konten di media sosial sering lebih fokus pada aspek visual dan hiburan, yang mendorong imitasi, bukan refleksi atau inovasi.
  • Contoh: Tren tarian TikTok yang mengutamakan meniru gerakan tanpa memahami maknanya.

Cara Mengatasi: Mendorong ke Tahap Niteni dan Nambahi

1. Menyediakan Penjelasan Mendalam

  • Kreator konten dapat melampirkan deskripsi, tautan, atau sumber belajar tambahan untuk membantu pengguna memahami konsep di balik konten tersebut.
  • Contoh: Dalam video DIY (do it yourself), sertakan alasan memilih bahan tertentu atau teori di balik prosesnya.

2. Mendorong Diskusi dan Interaksi

  • Gunakan fitur komentar, live, atau forum diskusi untuk mengajak audiens bertanya, berdiskusi, dan berpikir lebih kritis.
  • Contoh: Kreator kuliner mengundang audiens berdiskusi tentang cara mengganti bahan dalam resep untuk hasil yang berbeda.

3. Mengintegrasikan Media Sosial dengan Sumber Belajar Lain

  • Media sosial dapat menjadi pintu masuk menuju pembelajaran lebih kompleks, misalnya dengan mengarahkan audiens ke e-book, webinar, atau kursus online.
  • Contoh: Tutorial video pendek di Instagram dilanjutkan dengan pelatihan mendalam melalui platform lain.

4. Mengembangkan Kreativitas Pengguna

  • Tantang audiens untuk berinovasi dengan membuat versi mereka sendiri dari konten yang dipelajari.
  • Contoh: Setelah mengikuti tutorial menggambar, ajak mereka membuat gambar dengan gaya atau tema mereka sendiri.

Kesimpulan

Media sosial adalah alat pembelajaran yang sangat potensial, tetapi harus diimbangi dengan upaya mendorong pengguna melewati tahap nirokake. Dengan strategi yang tepat, pembelajaran di media sosial dapat mencapai tahap niteni dan nambahi, sehingga pengguna tidak hanya meniru, tetapi juga memahami dan mengembangkan kreativitasnya.


(Alamat situs ini: http://luk.staff.ugm.ac.id/AI/, http://luk.tsipil.ugm.ac.id/AI/)