|
Ki Hadjar Dewantara 3N,
Taksonomi Bloom, dan Pembelajaran di Sosial
Media
Yogyakarta, Jum'at, 20 Desember 2024
Daftar Isi
Mengulas secara singkat terkait pembelajaran ala Ki
Hadjar Dewantara dikaitkan dengan teori pembelajaran modern
melalui Taksonomi Bloom, kemudian dikaitkan dengan
pembelajaran generasi muda melalui media sosial dengan
prompt di bawah ini:
- Konsep Ki Hajar
Dewantara (KHD) yaitu nirokake, niteni, nambahi.
Jelaskan!
- Apa relevansi dengan taksonomi
pembelajaran modern misalnya Taksonomi Bloom.
- Dalam dunia modern sekarang
pembelajaran melalui media sosial sangat banyak, namun
cenderung pada tahap awal yaitu nirokake.
ChatGPT:
Topik A: Konsep Ki Hajar Dewantara
(KHD) yaitu nirokake, niteni, nambahi. Jelaskan!
Konsep Ki Hajar Dewantara (KHD) yang meliputi nirokake,
niteni, nambahi adalah pendekatan pembelajaran tradisional
yang relevan dengan filsafat pendidikan Indonesia. Berikut
penjelasannya:
1. Nirokake (Meniru)
- Tahap awal dalam proses belajar di mana seseorang
mengamati dan meniru perilaku, tindakan, atau
keterampilan orang lain, seperti guru atau orang tua. Ini
adalah dasar pembelajaran, khususnya bagi anak-anak yang
belajar melalui imitasi.
- Contoh: Seorang siswa meniru cara gurunya menulis
atau berbicara dalam pembelajaran.
2. Niteni (Memperhatikan dan Memahami)
- Setelah meniru, tahap berikutnya adalah memahami atau
memperhatikan pola, prinsip, dan makna dari apa yang
diamati. Pada tahap ini, pembelajar mulai menyaring
informasi dan membangun pengertian.
- Contoh: Siswa memperhatikan bagaimana struktur
kalimat disusun atau memahami aturan dalam
matematika.
3. Nambahi (Menambahkan atau Mengembangkan)
- Tahap terakhir adalah mengembangkan atau menambahkan
kreativitas dan inovasi berdasarkan apa yang sudah
dipahami. Pada tahap ini, pembelajar menciptakan sesuatu
yang baru atau mengadaptasi pengetahuan sesuai
kebutuhan.
- Contoh: Siswa tidak hanya menulis dengan cara
yang sama seperti gurunya, tetapi menambahkan gaya atau
ide baru dalam tulisannya.
Relevansi Konsep KHD
Konsep ini mengajarkan pentingnya belajar secara
bertahap, dimulai dari pengamatan hingga pengembangan
kreativitas. Dalam konteks pendidikan modern, prinsip ini
masih relevan untuk mendorong pembelajaran aktif dan
inovatif.
Topik B: Apa relevansi dengan
taksonomi pembelajaran modern misalnya Taksonomi Bloom.
Konsep nirokake, niteni, nambahi dari Ki Hajar Dewantara
memiliki relevansi yang erat dengan Taksonomi Bloom,
terutama dalam konteks pembelajaran bertahap dari
keterampilan kognitif sederhana ke tingkat yang lebih
kompleks. Berikut adalah kaitannya:
1. Nirokake (Meniru) dan Taksonomi Bloom: Tahap
Pengetahuan (Knowledge)
- Nirokake berfokus pada mengamati dan meniru, yang
sejalan dengan tahap pertama Taksonomi Bloom, yaitu
mengingat (remembering).
- Pada tahap ini, peserta didik mengidentifikasi,
mengenali, atau mengingat informasi dasar.
- Contoh relevansi: Siswa meniru cara guru membaca
puisi atau menghafal rumus matematika.
2. Niteni (Memperhatikan dan Memahami) dan Taksonomi
Bloom: Pemahaman (Understanding)
- Niteni menekankan proses memperhatikan, mengenali
pola, dan memahami makna. Ini sesuai dengan tahap
pemahaman (understanding) dalam Taksonomi Bloom.
- Pada tahap ini, peserta didik tidak hanya mengingat,
tetapi juga menjelaskan atau menginterpretasi
informasi.
- Contoh relevansi: Siswa memahami alasan di balik
rumus yang digunakan atau makna dari puisi yang
dibaca.
3. Nambahi (Menambahkan) dan Taksonomi Bloom:
Penerapan hingga Kreativitas
- Nambahi berfokus pada pengembangan, penerapan, dan
inovasi, yang berkaitan dengan tahap penerapan
(applying) hingga kreasi (creating) dalam
Taksonomi Bloom:
- Penerapan (Applying): Peserta didik
menggunakan informasi dalam konteks baru.
- Analisis (Analyzing): Peserta didik
membedah komponen atau pola.
- Evaluasi (Evaluating): Peserta didik
mengevaluasi dan memberikan penilaian kritis.
- Kreasi (Creating): Peserta didik
menciptakan sesuatu yang baru dari informasi yang
dipahami.
- Contoh relevansi: Siswa menciptakan puisi dengan
gaya bahasa yang unik atau mengembangkan metode baru
untuk memecahkan soal matematika.
Kesimpulan
Konsep KHD dan Taksonomi Bloom sama-sama menekankan
progresivitas pembelajaran, dimulai dari tahap dasar hingga
ke tingkat berpikir kritis dan kreatif. Perbedaannya adalah
KHD lebih menekankan pada nilai budaya dan proses alami
pembelajaran, sementara Taksonomi Bloom menggunakan
pendekatan sistematis dan universal. Keduanya bisa saling
melengkapi dalam praktik pendidikan modern.
Topik C: Dalam dunia modern
sekarang pembelajaran melalui media sosial sangat banyak,
namun cenderung pada tahap awal yaitu nirokake.
Benar, pembelajaran melalui media sosial saat ini memang
sangat populer, tetapi sering kali terbatas pada tahap awal,
yaitu nirokake (meniru). Hal ini terjadi karena sifat media
sosial yang mendorong konsumsi cepat dan penyebaran
informasi secara visual, yang lebih mendukung pembelajaran
berbasis imitasi. Berikut adalah analisisnya:
Mengapa Pembelajaran di Media Sosial Cenderung pada
Tahap Nirokake
1. Sifat Konten yang Cepat dan Ringkas
- Sebagian besar konten di media sosial dibuat untuk
menarik perhatian dalam waktu singkat, seperti video
pendek, gambar, atau infografis. Hal ini membuat pengguna
lebih fokus meniru daripada memahami atau
mengembangkan.
- Contoh: Tutorial makeup, video memasak, atau
cara memainkan alat musik sering hanya diikuti tanpa
pemahaman mendalam.
2. Minimnya Fasilitas untuk Diskusi Mendalam
- Media sosial jarang menyediakan ruang untuk diskusi
kritis atau analisis. Sebagian besar komentar lebih
berupa apresiasi atau tanggapan singkat.
- Hal ini membuat pengguna tidak terdorong untuk masuk
ke tahap niteni (memahami) dan nambahi
(mengembangkan).
3. Dominasi Visual dan Hiburan
- Konten di media sosial sering lebih fokus pada aspek
visual dan hiburan, yang mendorong imitasi, bukan
refleksi atau inovasi.
- Contoh: Tren tarian TikTok yang mengutamakan meniru
gerakan tanpa memahami maknanya.
Cara Mengatasi: Mendorong ke Tahap Niteni dan Nambahi
1. Menyediakan Penjelasan Mendalam
- Kreator konten dapat melampirkan deskripsi, tautan,
atau sumber belajar tambahan untuk membantu pengguna
memahami konsep di balik konten tersebut.
- Contoh: Dalam video DIY (do it yourself),
sertakan alasan memilih bahan tertentu atau teori di
balik prosesnya.
2. Mendorong Diskusi dan Interaksi
- Gunakan fitur komentar, live, atau forum diskusi
untuk mengajak audiens bertanya, berdiskusi, dan berpikir
lebih kritis.
- Contoh: Kreator kuliner mengundang audiens berdiskusi
tentang cara mengganti bahan dalam resep untuk hasil yang
berbeda.
3. Mengintegrasikan Media Sosial dengan Sumber Belajar
Lain
- Media sosial dapat menjadi pintu masuk menuju
pembelajaran lebih kompleks, misalnya dengan mengarahkan
audiens ke e-book, webinar, atau kursus online.
- Contoh: Tutorial video pendek di Instagram
dilanjutkan dengan pelatihan mendalam melalui platform
lain.
4. Mengembangkan Kreativitas Pengguna
- Tantang audiens untuk berinovasi dengan membuat versi
mereka sendiri dari konten yang dipelajari.
- Contoh: Setelah mengikuti tutorial menggambar, ajak
mereka membuat gambar dengan gaya atau tema mereka
sendiri.
Kesimpulan
Media sosial adalah alat pembelajaran yang sangat
potensial, tetapi harus diimbangi dengan upaya mendorong
pengguna melewati tahap nirokake. Dengan strategi yang
tepat, pembelajaran di media sosial dapat mencapai tahap
niteni dan nambahi, sehingga pengguna tidak hanya meniru,
tetapi juga memahami dan mengembangkan kreativitasnya.
|