Pidato Pembukaan Gedung UGM
di Bulaksumur 19 Desember 1959
oleh Presiden Soekarno

dikumpulkan sebagian besar dari Bagian Arsip UGM
untuk mempercepat penyebaran informasi secara efisien
dan menambah percepatan kemajuan Indonesia tercinta ...

PIDATO PRESIDEN PADA PEMBUKAAN GEDUNG UNIVERSITAS GADJAH MADA DI BULAKSUMUR, JOGJAKARTA, 19 DESEMBER 1959

Saudara-Saudara sekalian,

Tatkala beberapa pekan jang lalu saja berpidato dalam konperensi Kolombo di Jogjakarta, saja mensiteer tulisan seorang penyair Brecht jang berbunji: "Wer baute das siebentorige Theben?"Siapa jang membina kota Theben jang bergapura tudjuh itu? Kota Theben jang indah permai, megah, hebat dengan gapura tudjuh buah, siapa jang membina kota Theben itu? "Wer baute das siebentorige Theben?" "Who built that Thebes with seven gates?" Maksud saja mensiteer Brecht ini adalah untuk menundjukkan bahwa Theben bukan dibangun oleh Sang Maharadja-diradja sendiri, tetapi oleh seluruh rakjat.

Maka demikian pula, Saudara-Saudara, kita pada saat sekarang ini berada didalam gedung jang oleh Menteri Muda Pekerjaan Umum dan Tenaga dinamakan Wisma Puruhita, Rumah Murid, dan jang oleh Presiden Universitas Gadjah Mada dinamakan Wisma Pantjadharma, gedung lima dharma, kewadjiban dalam arti jang biasa dipakai di Indonesia, ketjuali saja menegaskan bahwa gedung ini, didirikan dengan uang rakjat, dus sebenarnja milik rakjat serta untuk rakjat.

Saja akan mengulangi kalimat dari Brecht "Wer baute das siebentorige Theben?" itu dalam arti jang lain pula. Jaitu arti siapa arsitek daripada gedung ini, sebab biasanja sang arsitek itu dilupakan. Tadi disebut oleh Profesor Dr. Sardjito bahwa arsiteknja adalah Sdr. Pangeran Hadinegoro. Memang arsiteknja adalah Sdr. Hadinegoro, dan saja memberi pudjian kepada Sdr. Hadinegoro dan saja minta Sdr. Hadinegoro berdiri, supaja kita semuanja terutama sekali tamu-tamu dari Djakarta dan para Duta-Duta Besar dan, Duta-Duta mengetahui siapa arsitek daripada rumah jang indah ini.

Saudara-saudara, tatkala beberapa tahun jang lalu saja meletakkan batu pertama daripada kompleks Universitas Gadjah Mada ini, disini tjuma "entak-entakan". Tidak ada apa-apa, melainkan "entak-entakan" jang disitu tiada gedung-gedungnja sama sekali. Tetapi sekarang kita telah mulai mempunjai gedung-gedung ditempat ini. Apa sebab? Tak lain tak bukan ialah oleh karena kita sedjak dari mulanja berdjiwa hendak membangun sebagaimana telah saja katakan bahwa djiwa Proklamasi 17 Agustus 1945, mempunjai unsur membangun dari ketiadaan, disamping unsur djiwa merdeka, unsur djiwa persatuan,disamping unsur djiwa berkorban dan ichlas unsur jang nomor empat ini ialah djiwa membangun. Djiwa pembangunan, membangun dari ketiadaan.

Ja, Saudara-Saudara, kita hanja dapat membangun, dengan djiwa jang demikian itu. Bahkan saja berkata bahwa manakala kita membangun gedung-gedung ini, sebenarnja kita membangun barang jang lebih besar daripada gedung-gedung ini. Kita membangun hari kemudian bangsa kita, membangun satu hal jang besar sekali. Membangun hari besar, hari kemudian bangsa kita jang sebagai saja terangkan dalam Manifesto Politik, pidato 17 Agustus 1959, adalah terlingkung dalam tiga kerangka:

Pertama: kerangka membangun satu negara kesatuan Republik Indonesia jang berwilajah kekuasaan dari Sabang sampai ke Merauke.

Kedua: kerangka mengisi negara Republik Kesatuan Indonesia itu, dengan masjarakat adil dan makmur jang kemudian terkenal dengan nama masyarakat sosialis à la Indonesia.

Ketiga: kerangka menempatkan dan membangun dunia baru, menempatkan Republik Indonesia ini, dalam dunia baru, persaudaraan daripada bangsa-bangsa. Pekerdjaan bersama daripada bangsa-bangsa, rasa kekeluargaan daripada seluruh umat manusia dimuka bumi. Tidaklah itu hal jang besar Saudara-Saudara? Itu bukan perkara sepele, bukan jang hal ketjil, tetapi hal jang besar, membangun Republik Indonesia Kesatuan dari Sabang sampai ke Merauke, membangun masyarakat adil dan makmur, dengan —sebagai dikatakan oleh Prof. Dr. Prijono tadi— dengan tegas, menentang segala sesuatu jang menghalang-halangi pekerdjaan kita ini jaitu —seperti dikatakan oleh Prof. Dr. Prijono—, tidak mau kita berkompromi dengan kapitalisme, apalagi monopoli kapitalisme. Ketiga membangun satu dunia baru persahabatan dari pada semua bangsa. Ini jang hendak kita bangun dan pembangunan jang hebat ini hanja dapat berdjalan dengan djiwa jang besar.

Nah, dari lapangan "entak-entakan" Saudara-Saudara, sekarang timbul bangunan-bangunan jang Insja Allah S.W.T. makin lama makin akan bertambah djumlahnja, kita menudju terus sesuai dengan apa jang dikatakan oleh Sang Mahapatih Gadjah Mada ginong prati dina menudju terus, berdjalan terus kepada tiga kerangka ini.

Saudara-Saudara berada didalam gedung-gedungnja Universitas Gadjah Mada. Sang Mahapatih Gadjah Mada jang termasjhur dengan ia punja sumpah palapa: tidak akan beristirahat sebelum lambangnja kata seluruh kepulauan Indonesia ini terbangun mendjadi satu negara jang kuat. Ada jang berkata palapa berarti istirahat, ada jang berkata palapa jaitu rempah-rempah. Tidak tahu Dr. Purbotjaroko berkata apa. Tetapi di Djawa Timur itu. Djawa Timur bagian Probolinggo, Djember, Genteng, orang sana masih berkata rempah-rempah, bumbu itu palapa. ... Mau Kemana?... Mau beli palapa itu. Jah, dus Gadjah Mada kalau dihubungkan dengan perkataan ini, bersumpah tidak akan rempah-rempah sebelum kepulauan Indonesia dari Sabang sampai ke Merauke bahkan lebih daripada itu tersusun didalam satu negara jang kuat. Dalam bahasa Djawanja barangkali Gadjah Mada ini "bersumpah mutih". Tjuma makan nasi tok, tanpa garam, tanpa terasi, tanpa lombok, nasi putih. Para sepuh mengetahui hal itu, mutih.

Saudara-Saudara, maka sebagai tadi saja katakan Sang Gadjah Mada berkata Ginong prati dina. Ginong apa, ginong? Ginong prati dina. — Dibuat besar saban hari—. Ginong prati dina. Prati dina artinja, tiap hari saban hari. Ginong kalau tidak salah dari perkataan geng, geng, gung. Geng, langgeng, sugeng lantas dikasih, in, geng, geng, gung, menjadi ginong. Dibuat besar, prati dina = tiap hari tiap hari, tiap hari.

Didalam pidato saja dimuka mahasiswa-mahasiswa P.T.I.K. Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, dan tahun jang lalu saja peringatkan kepada utjapan Gadjah Mada ini, tatkala Sang Gadjah Mada meresmikan berdirikan Bhayang kari, beliau beramanat, hai pemuda-pemuda Bhayangkari, ingat akan empat hal djikalau benar-benar engkau ingin menjadi pemuda-pemuda pahlawan-pahlawan Bhayangkari, jang hendak melindungi negara Madjapahit ini, djalankanlah empat hal.

Nomor satu: trisna, tan satrisna djangan pilih kasih —tidak mempunjai pertjintaan siapapun djuga—. Jaitu barangkali itu tidak pilih kasih. Betul Sang Gadjah Mada punja isteri lho.

Nomor dua: Gadjah Mada berkata: haniakan musuh. Haniakan musuh, aniakan musuh, mentiadakan musuhan, haniakan musuh- kata Pak Poerbotjaroko... Terima kasih. Djadi terhadap pada musuh, — seperti dikatakan oleh Prof. Dr. Prijono itu tadi —, djangan ada kompromis. An haniakan musuh, hantjur leburkan musuh. Dan salah satu musuh kita ialah imperialisme monopoli kapitalis.

Nomor tiga: Sang Mahapatih Gadjah Mada berkata: satya haprabu. —Satya haprabu, taat kepada pembesar— kata Prof. Dr. Poerbotjaroko, saja angkat lebih tinggi, setia kepada prabu, djaman sekarang jaitu setia kepada negara. Benar Pak Poerbo?... Setia kepada negara jang kita proklamirkan, setia kepada Republik Indonesia jang kita proklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Nomor empat: jaitu tadi ginong prati dina, ginong prati dina, ginong prati dina. Tatkala kita meletakkan batu pertama disini, masih "entak-entakan", sekarang ja lambat laun timbul gedung-gedung ini, tetapi kita punja tudjuan lebih besar daripada ini. Tiga kerangka itu tadi. Hanja dengan djiwa jang demikian itu tadi, sebagai dimaksudkan oleh Sang Mahapatih Gadjah Mada, kita bisa memenuhi tiga kerangka ini.

Tatkala kita meletakkan batu pertama malahan saja ingat, ja adalah bangunan, bukan gedung terbuat daripada bambu, daripada atap alang-alang dan katja. Tetapi djiwa ini kita pada waktu itu djiwa besar. Saudara-Saudara, ja memang djiwa besar tidak perlu bersemajam didalam gedung jang besar. Djiwa besar malah kita didalam sedjarah dunia melihat timbul ditengah-tengah padang pasir. Dimana Nabi Isa dilahirkan dan bergerak? Ditengah-tengah padang pasir. Dimana Nabi Musa —Musa dilahirkan dan bergerak? Ditengah-tengah padang pasir. Dimana Nabi Muhammad S.A.W. dilahirkan dan bergerak? ditengah-tengah padang pasir.

Tetapi mereka itu berdjiwa besar, djiwa jang saja katakan djiwa Elang Radjawali, jang terbang diangkasa sendiri, tidak seperti itik-itik kataku jang dalam bahasa Belanda dikatakan "Ernden zwemmen in troepen maar de adelaar vliegt alleeu", itik-itik itu selalu berbondong-bondong. Bebek berbondong-bondong. Tetapi Elang Radjawali terbang sendiri diangkasa jang ketudjuh. Lihat Isa, laksana Elang Radjawali, ia bekerdja dengan berapa orang mula-mula Saudara-saudara? Dengan dua belas orang. "Jesus en de twaalf Apostelen, Jezus with His twelve Apostles". Dua belas. Sang Buddha Gautama bekerdja dengan berapa orang? Mula-mula sendiri, kemudian dengan duapuluh ia punja Puruhita-puruhita, murid-muridnja kemudian. Muhammad bekerdja dengan berapa orang? Satu orang. Satu orang, isterinja sendiri. Mula-mula tidak ada satu orang jang mau pertjaja sama Muhammad, hanja dia punja isteri Hadidjah jang berkata: "Aku jang pertjaja kepadamu dan aku mengikuti kamu, aku akan mendjadi pembantumu. Dan inilah djiwa besar Saudara-saudara, djiwa Isa, Djiwa Budha, djiwa Muhammad, jang mulai bekedja didalam tengah-tengahnja padang pasir, tanpa gedung jang hebat.

Nah, djikalau kita djuga berdjiwa jang demikian sebagai djuga dikatakan oleh Sang Maha Patih Gadjah Mada Saudara-saudara, maka tjita-tjita kita jang besar itu tentu kita tertjapai. Maka saja minta kepada Prof. Dr. Sardjito, Presiden daripada Universitas Gadjah Mada ini, sekarang Sdr. dapat dari Prof. Dr. Prijono, Menteri Muda Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan, gedung ini. "What is in a building". Apa batu-batu ini, genteng-genteng ini dan kaju ini, dan lantai ini, djikalau didalam gedung ini tidak diisikan djiwa jang besar. Maka saja pertjaja bahwa dibawah pimpinan Presiden Universitas Gadjah Mada Prof. Dr. Sardjito, gedung ini akan benar-benar diisi dengan djiwa besar. Dengan manusia-manusia jang berdjiwa besar. Manusia-manusia jang dengan tegas menudju tiga kerangka ini Republik Indonesia kesatuan dari Sabang sampai Merauke, bebas daripada imperialisme. Masjarakat adil dan makmur. Amanat penderitaan daripada rakjat Indonesia, bebas daripada imperialisme. Masjarakat adil dan makmur. Amanat penderitaan daripada rakjat Indonesia, bebas daripada tiap-tiap penghisapan dan penindasan, bebas daripada tiap-tiap "exploitation de l'homme par l'homme, exploitation de nation par nation". Kerangka jang ketiga membentuk masjarakat baru diseluruh muka bumi ini jang Indonesia disitulah mendapat tempat terhormat, sebagai paladain, sebagai pelopor daripada pembentukan dunia baru jang menjadi tjita-tjita kita semuanja ini.

Dan jang semuanja ini termaktub, didalam Pantjasila, maka oleh karena itu benar apa jang dikatakan oleh Prof. Dr, Sardjito pagi tadi: Pantjasila adalah isi daripada Gadjah Mada, daripada Universitas ini dan saja minta kepada semua mahaguru, pada lektor-lektor supaja Pantjasila, djiwa Pantjasila itu, betul-betul dikobar-kobarkan, dihidup-hidupkan didalam kalangan mahasiswa semua.

Saudara-saudara, demikianlah sambutan saja jang singkat. Saudara-saudara mengetahui bahwa rakjat Klaten sekarang ini menunggu kedatangan kami untuk menjaksikan hasil-hasil daripada pekerdjaan Sdr. Jagus cs.

Terima kasih,




Gambar 1. Naskah Pidato Pembukaan Gedung Universitas Gadjah Mada di Bulaksumur, Yogyakarta, 19 Desember 1959 oleh Presiden Soekarno.


oleh Ir. Djoko Luknanto, M.Sc., Ph.D.
Facebook - PerkuliahanTweeter - Djoko LuknantoLinkedin - Djoko LuknantoFacebook - Djoko Luknanto
(Djoko Luknanto, Jack la Motta, Luke Skywalker)
(Alamat situs ini: http://luk.staff.ugm.ac.id/UGM/, http://luk.tsipil.ugm.ac.id/UGM/)

Pensiunan Peneliti Sumberdaya Air
di Laboratorium Hidraulika
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada



alamat:
Jln. Grafika 2, Yogyakarta 55281, INDONESIA
Tel: +62 (274)-545675, 519788, Fax: +62 (274)-545676, 519788