... apa yang saya pikirkan untuk Indonesia tercinta ...


Dunia akademik terperangkap oleh jurnal ...

Yogyakarta, Minggu, 14 Februari 2016, pukul 06:37 wib.

Tujuan penelitian akademik di perguruan tinggi secara umum untuk mengungkap fakta-fakta baru atau terkini terkait obyek penelitian yang dapat digunakan untuk meningkatkan pengertian yang lebih mendalam dari obyek penelitian.

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mungkin membutuhkan bantuan peneliti lain, atau membutuhkan verifikasi hasil penelitiannya. Oleh karena itu, peneliti membutuhkan interaksi dengan para peneliti bidang terkait. Diskusi intensif antar peneliti dalam bidang yang sama sangat bermanfaat. Adanya kebutuhan untuk diskusi, maka muncul ide agar hasil penelitian dipublikasikan supaya dapat menjadi bahan diskusi antara peneliti. Perlu diperhatikan bahwa diskusi-lah yang dibutuhkan, caranya dapat bermacam-macam, salah satunya adalah mempublikasikan hasil penelitian.

Oleh pebisnis, peluang ini digunakan untuk mengelola penerbitan jurnal yang dapat digunakan untuk publikasi hasil penelitian. Nah, ternyata pebisnis jurnal ilmiah sangat-sangat-sangat berhasil, menjadikan bisnis jurnal ini sangat menguntungkan, seperti disajikan dalam Gambar 1. Lucu memang, produsen penelitian, baik yang ingin menerbitkan mau pun yang membutuhkan acuan, masing-masing harus membayar, kepada pihak ketiga yaitu penerbit jurnal.

Penelitian di dunia internasional pun terperangkap dengan jurnal melalui slogan 'publish or perish', di Indonesia semakin parah saja ...
Gambar 1. Rantai produksi publikasi jurnal: seharusnys vs kenyataan.

Jurnal sebenarnya hasil sampingan sebuah penelitian! Penerbit jurnal sangat kreatif untuk membisniskannya, sedangkan kalangan akademik (di Indonesia) terperangkap oleh jurnal untuk kenaikan pangkat dan memperoleh tunjangan. Oleh karena itu, bisnis jurnal semakin tidak sehat baik oleh ulah penerbit jurnal maupun dukungan terpaksa dari kalangan akademik.

Pengembangan teknologi internet, terutama "content generator technology" membuat proses pembuatan naskah akademis menjadi penuh tipu-muslihat untuk dapat diterbitkan pada sebuah jurnal. Bahkan bagi penerbit jurnal yang betul-betul "ngawur" kasus pada Gambar 2 sangat bisa terjadi. Penulis sengaja membuat naskah akademik yang betul-betul-betul tidak bermutu, ternyata diterima oleh penerbit jurnal yang sama sekali tidak berkualitas.


Gambar 2. Naskah akademik yang dipalsu untuk menunjukkan bahwa ada penerbit jurnal yang curang. (Situs asli, poster)

Komentar seorang kolega:

{...

Saya merasakan dan mengamati hal yang sama seperti yang diungkapkan Pak Djoko Luknanto. Karena kebijakan Dikti dan desakkan meningkatkan peringkat global PT dengan "impact factor" sebagai barometer, banyak penelitan yang semata-mata diarahkan untuk publikasi tanpa memperhatikan "economic, sosial, practical, and innovative impact." Yang penting masuk jurnal internasional karena poin dan koinnya tinggi! Sementara buku, bahan ajar dan materi lain baik (cetakan maupun dipublikasi via internet) kecil atau tidak ada sama sekali poinnya, padahal secara langsung meningkatkan keefektifan dan kualitas pemelajaran.

Tulisan Maziéres dan Kohler merupakan satir dan parodi yang pedas. Isi dan topik artikel di jurnal (khususnya di bidang sosial) hanya replikasi dari artikel-artikel sebelumnya. Di UGM, mungkin suatu saat orang akan menyadari validitas GMOYFURL (Get Me Off Your Fucking University Ranking List); yang ironisnya tidak meningkatkan kualitas pendidikan.

Tampaknya semua itu dilandasi oleh semangat "publish or perish."

...}

Komentar di atas menggambarkan kondisi di Indonesia. Keterperangkapan tersebut tidak hanya dalam kebutuhan jurnal, tetapi juga pemeringkatan perguruan tinggi. Hal ini secara sistemik bahkan didukung oleh institusi pendidikan di Indonesia, baik pelaku pendidikan tinggi mau pun lembaga eksekutif yang seharusnya meluruskannya. Pemeringkatan perguruan tinggi, dalam sepuluh tahun terakhir ini sedang naik daun. Kalau bisnis jurnal telah menjadi perangkap dan mendatangkan keuntungan bagi pebisnis yang jeli melihat peluang. Pebisnis tidak hanya berhenti di situ, mereka melihat pemeringkatan perguruan tinggi merupakan peluang bisnis yang dapat sangat menguntungkan di masa depan. Hayo kita lihat bagaimana kaum cerdik-cendekiawan di perguruan tinggi dengan sukarela dan bersemangat masuk perangkap.

Catatan: Kembali ke kasus jurnal di atas, mungkin karena melihat ketidakadilan tersebut, salah seorang peneliti tentang syaraf, yang kesulitan untuk mendapatkan acuan, melakukan tindakan yang cukup radikal. Peneliti wanita dari Rusia, Alexandra Elbakyan, menggunggah hampir setiap jurnal yang dibutuhkan oleh komunitas akademik secara ilegal di internet. Silakan baca selengkapnya di situs ini.

Acuan


(Alamat situs ini: http://luk.staff.ugm.ac.id/artikel/, http://luk.tsipil.ugm.ac.id/artikel/)