Keterangan disampaikan di hadapan Sidang Majelis
Mahkamah Konstitusi RI
tanggal 3 Juli 2013 dalam perkara No. 33/PUU-XI/2013
perihal permohonan uji yudisial (judicial review)
terhadap UU No. 12 Tahun 2012
tentang Pendidikan Tinggi
Yang Mulia Bapak Ketua dan Anggota Majelis Mahkamah
Konstitusi yang terhormat.
Menurut hemat saya, ada dua persoalan hukum (legal
issues) yang diutarakan para pemohon, yaitu:
Pertama; tentang otonomi lembaga pendidikan tinggi
negeri atau otonomi badan penyelenggara pendidikan tinggi
negeri, atau berkenaan dengan pendidikan tinggi sebagai
satuan organisasi yang menyelenggarakan pendidikan tinggi
negeri.
Kedua; tentang bentuk badan hukum badan
penyelenggara pendidikan tinggi, bagi penyelenggara
pendidikan tinggi yang diurus langsung oleh negara atau
pemerintah atau yang lazim disebut perguruan tinggi
negeri.
Yang Mulia Bapak Ketua dan Anggota Mahkamah Konstitusi
Majelis yang terhormat.
Izinkan saya sejenak memberikan sedikit keterangan
mengenai ungkapan atau frasa yang sengaja saya pergunakan
yaitu: diurus langsung oleh negara atau pemerintah. Saya
sengaja menggunakan istilah "diurus" sebagai padanan dari
beheren bukan "dimiliki" yang lazim dipadankan dengan
eigendom. Secara konseptual bahkan filosofis, seperti
diuraikan almarhum Prof. Supomo dalam persidangan BPUPKI
tahun 1945, negara Indonesia merdeka yang akan dibentuk
adalah sebuah negara pengurus. Sebagai perwujudan dasar
negara pengurus - antara lain - nampak dalam Pasal 33 UUD
1945 menggunakan sebutan: "dikuasai negara" bukan "dimiliki
negara". Dengan demikian, menurut konsep dasar UUD 1945,
tidak dikenal kepemilikan atau milik negara
(staatseigendom), melainkan negara hanya menguasai
sebagai pengurus (staatsbeheer). Selain itu saya juga
dengan sengaja menggunakan sebutan "diurus langsung oleh
negara". Pendidikan, khususnya pengajaran sebagai salah satu
sarana mencerdaskan bangsa (Pembukaan UUD 1945), selain
menjadi tanggung jawab negara, pada dasarnya harus diurus
oleh negara, tetapi ada yang diurus langsung, ada yang
diurus secara tidak langsung. Diurus tidak langsung adalah
badan-badan penyelenggara pendidikan cq. pengajaran yang
diselenggarakan masyarakat. Walaupun diselenggarakan
masyarakat, negara tetap ikut mengurus secara tidak langsung
dalam bentuk mengatur, mengarahkan, membantu dan lain-lain
cara untuk menjamin tercapainya tujuan pendidikan sebagai
salah satu sarana mencerdaskan bangsa.
Yang Mulia Bapak Ketua dan Anggota Majelis Mahkamah
Konstitusi yang terhormat.
Sekarang saya memasuki pokok permohonan yang menjadi
persoalan hukum yang diajukan pemohon. Pada dasarnya Pemohon
mendalilkan pranata otonomi dan bentuk badan hukum perguruan
tinggi yang diurus langsung oleh negara sebagaimana diatur
dalam UU No. 12 Tahun 2012, bertentangan dengan UUD 1945,
karena itu Undang-Undang tersebut harus dinyatakan tidak
sah, atau sekurang-kurangnya tidak memiliki kekuatan
mengikat, khususnya pasal-pasal yang mengatur otonomi dan
badan hukum perguruan tinggi yang diurus langsung oleh
negara.
Yang Mulia Bapak Ketua dan Anggota Majelis Mahkamah
Konstitusi yang terhormat.
Sekedar untuk meneguhkan kembali hal-hal yang sudah
diketahui Majelis dan meluaskan pemandangan bagi mereka yang
tidak berkesempatan mendalami seluk bentuk otonomi dan badan
hukum, izinkan saya terlebih dahulu menyampaikan catatan
umum mengenai dua pranata hukum tersebut.
Pertama; tentang otonomi.
Otonomi dalam pemerintahan adalah wewenang atau hak suatu
satuan pemerintahan yang lebih rendah untuk mengatur
(regelen) dan mengurus (besturen) sendiri
secara mandiri (zelfstandig) urusan rumah tangga
pemerintahan tertentu atau sebagian urusan pemerintahan baik
atas dasar penyerahan, atau atas dasar pengakuan
(erkenning), atau yang dibiarkan (overgelaten)
sebagai urusan rumah tangga daerah dengan pengawasan dari
satuan pemerintahan yang lebih tinggi tingkatnya, cq.
pemerintah pusat atau atas nama pemerintah pusat.
Pengertian di atas, menunjukkan unsur-unsur otonomi:
- Otonomi adalah wewenang atau hak mengatur dan
mengurus sendiri secara mandiri urusan rumah tangga
pemerintahan yang diserahkan, diakui, atau dibiarkan oleh
satuan pemerintah yang lebih tinggi sebagai urusan rumah
tangga suatu satuan otonom.
- Otonomi mengandung makna kemandirian
(zelfstandigheid), dan bukan suatu susunan
kemerdekaan yang berdaulat
(onafhankelijkheid).
- Otonomi merupakan bagian, karena itu merupakan satu
kesatuan dari satuan kesatuan yang lebih besar yaitu
negara. Secara lebih spesifik, otonomi adalah subsistem
dari satu negara kesatuan (the unitary state,
eenheidsstaat). Dalam negara-negara kesatuan,
otonomi adalah bagian integral negara kesatuan.
- Pelaksanaan otonomi senantiasa dalam pengawasan dari
satuan pemerintahan yang lebih tinggi cq. pemerintah
pusat atau yang bertindak atas nama pemerintah pusat.
Tidak ada otonomi tanpa pengawasan (geen outonomie
zonder toezicht).
Otonomi lazim dibedakan antara otonomi teritorial dan
otonomi fungsional. Otonomi teritorial adalah otonomi pada
satuan pemerintahan dalam satu satuan teritorial tertentu,
seperti provinsi, kabupaten, kota, atau desa. Otonomi
fungsional adalah otonomi untuk mengatur dan mengurus fungsi
pemerintahan tertentu. Di Belanda otonomi fungsional adalah
waterschappen yang mengatur dan mengurus soal-soal
pengairan dan berdrijfschappen mengatur dan mengurus
soal-soal perusahaan. Di Amerika Serikat, otonomi fungsional
dijalankan oleh berbagai badan independen seperti DEA. Di
bidang pendidikan dikenal satuan otonom fungsional yang
disebut school district. Di masa Hindia Belanda, IS
mengatur juga mengenai watershappen, seperti
pengairan Gajah Mungkur. RI mengakui dan membiarkan sistem
subak di Bali sebagai otonomi fungsional di bidang tata
pengairan yang mengatur dan mengurus rumah tangga mereka
sendiri.
Yang Mulia Bapak Ketua dan Anggota Majelis Mahkamah
Konstitusi yang terhormat.
Selanjutnya saya akan menyampaikan catatan mengenai badan
hukum. Keterangan yang saya sampaikan juga telah menjadi
pengetahuan umum bagi kita semua. Walaupun demikian, izinkan
saya menyampaikan keterangan ini, karena seperti halnya
persoalan otonomi, sangat erat dengan pokok permohonan yang
sedang diperiksa sekarang ini.
Badan hukum (rechtspersoon, legal entity)
lazimnya dibedakan antara badan hukum keperdataan
(privaatrechtspersoon, private legal entity)
dan badan hukum publik (publiekrechtspersoon,
public legal entity). Bahkan di negeri Belanda ada
tiga bentuk badan hukum. Selain badan hukum keperdataan dan
badan hukum publik, ada juga badan hukum yang dinamakan
kerkgenootschappen, yaitu badan hukum khusus untuk
gereja, termasuk pula paroki. Di masa Hindia Belanda, hal
ini dikenal pula di Indonesia.
Dinamakan badan hukum publik, bukan karena ada penyertaan
modal negara atau pemerintah. Disebut badan hukum publik
karena merupakan badan pemerintahan yang menjalankan
fungsi-fungsi atau tugas-tugas pemerintahan, tetapi diberi
status sebagai badan hukum. Penyertaan modal negara dapat
dilakukan pada badan hukum keperdataan. Badan hukum publik
tidak dibentuk berdasarkan (oleh) perjanjian
(overeenkomst, contract) melainkan oleh negara
dengan undang-undang atau pemerintah dengan kuasa
undang-undang. Badan-badan pemerintahan yang berstatus
sebagai badan hukum publik dapat bersifat teritorial atau
fungsional. Negara sebagai bentuk dan susunan organisasi,
provinsi, kabupaten, kota adalah badan hukum publik yang
bersifat teritorial. Selain itu - seperti disebutkan di atas
- negara dapat juga membentuk badan hukum publik yang
bersifat fungsional seperti school district di
Amerika Serikat atau waterschappen di Belanda. Hal
serupa dapat juga dilakukan disetiap negara, termasuk
Indonesia. Demikian beberapa hal mengenai badan hukum.
Yang Mulia Bapak Ketua dan Anggota Majelis Mahkamah
Konstitusi yang terhormat.
Izinkan saya selanjutnya menyampaikan catatan mengenai
pokok permohonan uji yudisial, cq. uji materil ini yaitu
berkenaan dengan otonomi perguruan tinggi dan bentuk badan
hukum penyelenggara perguruan tinggi yang diurus langsung
oleh negara atau pemerintah atau yang lazim disebut
perguruan tinggi negeri. Selanjutnya untuk memudahkan, dan
sesuai dengan maksud permohonan, perguruan tinggi yang akan
disebut-sebut di bawah ini adalah perguruan tinggi
negeri.
1. Tentang otonomi perguruan tinggi.
Undang-undang membedakan antara otonomi akademik dan
otonomi pengelolaan. Otonomi akademik tidak lain dari
otonomi yang berkaitan dengan fungsi perguruan tinggi
sebagai lembaga akademik atau fungsi memelihara dan
mengembangkan ilmu. Otonomi pengelolaan berkenaan dengan
kedudukan perguruan tinggi sebagai badan atau satuan
organisasi (lichaam, institution).
Menurut pendapat saya, pengaturan dalam undang-undang dua
aspek otonomi tersebut, hanya sekedar memberi bentuk hukum
(normalizing, normalisering) sesuatu keadaan
yang sudah semestinya begitu. Dengan perkataan lain,
mengatur otonomi perguruan tinggi dan memberikan status
sebagai badan hukum, baik akademik maupun pengelolaan,
bukanlah suatu bentuk penciptaan (rechtshepping)
melainkan sekedar pengakuan secara hukum (rechtserkenning)
terhadap sesuatu yang ada bahkan sebagai suatu kemustian.
Mengapa?
a. Tentang otonomi akademik.
Ungkapan-ungkapan seperti jaminan dan perlindungan
kebebasan ilmiah, kebebasan mimbar akademik, merupakan wujud
kemandirian (zelfstandig-heid) atau otonomi akademik.
Otonomi akademik merupakan ciri suatu lembaga akademik cq.
perguruan tinggi. Bahkan suatu masa, karena begitu besarnya
otonomi perguruan tinggi dijuluki sebagai bertengger
dimenara gading (the ivory tower). Dengan demikian,
otonomi akademik merupakan bawaan alamiah fungsi perguruan
tinggi sebagai penyelenggara pendidikan tinggi.
b. Tentang otonomi pengelolaan atau otonomi
kelembagaan.
Inipun bukan sesuatu yang baru. Sudah sejak dahulu
perguruan tinggi membuat aturan-aturan rumah tangga sendiri
sebagai wujud fungsi otonomi di bidang pengaturan
(regelen), seperti peraturan Senat Universitas dan
lain-lain. Begitu pula fungsi pengelolaan (besturen).
Salah satu kemandirian atau otonomi yang telah mentradisi
yaitu pengelolaan di bidang keuangan. Perguruan Tinggi
menerima dan menetapkan sendiri berbagai macam pungutan
terhadap mahasiswa dan mempergunakan secara langsung tanpa
terlebih dahulu disetorkan kepada negara, cq. kas negara.
Dalam sejarah otonomi, kemandirian membelanjakan sendiri
keuangan merupakan pengertian dasar otonomi. Dikatakan,
hakikat otonomi adalah membelanjakan sendiri.
Kalau sudah menjadi pembawaan, mengapa harus ada
undang-undang yang mengatur mengenai otonomi perguruan
tinggi?
Salah satu persoalan otonomi adalah tarik menarik antara
kecenderungan sentralisasi dengan kecenderungan
desentralisasi. Tarik menarik ini senantiasa menimbulkan
"tension" atau "spanning" hubungan antara
pusat dan satuan otonomi. Kecenderungan sentralisasi tidak
hanya melalui pranata pengawasan, tetapi juga melalui bentuk
campur tangan terhadap otonomi. Dalam keadaan demikian,
satuan otonomi akan menunjukkan ketidakberdayaan. Makin kuat
kecenderungan sentralisasi makin lemah otonomi. Dapat juga
terjadi sebaliknya, otonomi dijalankan secara berlebihan,
seolah-oleh menjadi satuan merdeka lepas dari ikatan
kesatuan negara yang menaungi otonomi. Inipun tidak boleh
terjadi. Untuk menjamin agar otonomi tetap dapat dijalankan
dan dikembangkan dengan sehat, perlu pengaturan untuk
mengatur tata hubungan yang harmonis dan berimbang antara
otonomi dan satuan pemerintahan yang lebih tinggi. Karena
itu perlu diatur dengan undang-undang.
Dari uraian di atas, tidak benar otonomi Perguruan Tinggi
bertentangan dengan UUD 1945. Pertama; otonomi
bukanlah sebuah kebebasan yang lepas dari kesatuan
kenegaraan. Kedua; pelaksanaan urusan rumah tangga
otonomi tidak boleh bertentangan dengan peraturan dan
kebijakan satuan pemerintahan yang lebih tinggi.
Ketiga; dalam otonomi melekat pengawasan dari satuan
pemerintahan yang lebih tinggi (geen autonomie zonder
toezicht). Keempat; pemerintah pusat sebagai
pemegang kekuasaan tertinggi negara dapat sewaktu-waktu,
mengurangi, mencabut atau menambah urusan rumah tangga
daerah.
Benarkan otonomi akan menyebabkan biaya pendidikan mahal?
Secara filosofis, otonomi justeru untuk memudahkan dan
mendekatkan pelayanan, dan akses terhadap publik. Mengenai
kemungkinan mahal. Hal ini diatasi melalui. Pertama;
pengawasan. Kedua; anggaran biaya negara.
Ketiga; berbagai skema seperti sistem mahasiswa
undangan, skema untuk calon mahasiswa yang kurang mampu,
atau pinjaman belajar yang akan dibayar setelah bekerja,
atau beasiswa. Keempat; negara cq. pemerintah pusat
bersama-sama perguruan tinggi menetapkan biaya yang dapat
dipungut dari mahasiswa.
2. Tentang badan hukum perguruan tinggi.
Telah dikemukakan: provinsi, kabupaten, kota, sebagai
satuan otonomi teritorial adalah badan hukum. Demikian pula
waterschappen dan bedrijfschappen sebagai
satuan otonomi fungsional adalah badan hukum. Jadi badan
hukum merupakan sesuatu yang melekat pada satuan otonom atau
satuan yang mempunyai hak otonomi. Mengapa? Untuk
memungkinkan satuan otonomi mengelola sendiri urusan rumah
tangga otonomi dan dapat bertindak di depan hukum sebagai
subyek hukum.
Bagaimana dengan badan hukum perguruan tinggi negeri?
Badan hukum perguruan tinggi negeri adalah badan hukum
publik. Selain karena tetap menjalankan fungsi pemerintahan,
juga tetap merupakan bagian atau unsur penyelenggara
pemerintahan (supra).
Apakah negara atau pemerintah tidak berwenang (onbevoegd,
unauthorized) atau sekurang-kurangnya merupakan tindakan
melampaui wewenang (deternement de pouvoir, ultra
vires) mendirikan badan-badan hukum semacam itu? Sama
sekali tidak. Memberikan status badan hukum pada perguruan
negeri tertentu merupakan cara mewujudkan otonomi akademik
yang memberikan keleluasaan untuk bertindak sendiri dalam
batas-batas yang ditentukan negara atau pemerintah. Seperti
halnya daerah otonom, badan hukum perguruan tinggi tidak
terpisah dari kesatuan pemerintahan, sehingga tetap dalam
kontrol dan wajib melaksanakan segala fungsi pemerintahan
dibidang pendidikan.
Apakah badan hukum perguruan tinggi bertentangan dengan
UUD 1945? Sama sekali tidak. Negara cq. Pemerintah memiliki
wewenang dan kebebasan mengatur dan mengurus tata kelola
pemerintahan, sebagaimana juga negara cq pemerintah memiliki
wewenang dan kebebasan mengatur tata kelola fungsi-fungsi
pemerintahan lainnya. Negara cq. pemerintah, memang
bertanggung jawab mencerdaskan bangsa melalui - antara lain
- menyelenggarakan pendidikan tinggi. Tetapi UUD 1945 tidak
menentukan tata cara mewujudkan tujuan dan tanggung jawab
tersebut, bahkan UUD 1945 tidak melarang upaya mencerdaskan
bangsa dilakukan sendiri oleh masyarakat. Selain itu, UUD
1945 sebagai konstitusi bukanlah aturan hukum yang tidak
dapat disesuaikan dengan perkembangan masa. Daya hidup
sebuah konstitusi sebagai the living constitution hanya
dapat bertahan apabila terus diisi untuk merespons
perkembangan baru.
Apakah memberi status badan hukum pada perguruan tinggi
tertentu, mengakibatkan negara cq pemerintah tidak lagi
bertanggung jawab atas perguruan tinggi yang bersangkutan?
Sama sekali tidak.
Seperti telah dikemukakan: Pertama; status badan
hukum - cq badan hukum publik, tetap menempatkan perguruan
tinggi yang bersangkutan sebagai unsur pemerintah.
Kedua; status badan hukum merupakan salah satu cara
mewujudkan otonomi perguruan tinggi. Ketiga; negara
cq pemerintah tetap berkewajiban menopang perguruan tinggi
yang bersangkutan di bidang keuangan baik sebagai bagian
langsung anggaran belanja negara, melalui tugas-tugas
pembantuan, atau melalui block grant atau specific grant
yang lazim dalam penyelenggaraan pemerintahan otonom.
Keempat; status badan hukum perguruan tinggi
tertentu, tidak meniadakan pengawasan negara cq pemerintah
baik atas dasar hubungan otonomi maupun sebagai penanggung
jawab tertinggi pendidikan.
Yang Mulia Bapak Ketua dan Anggota Majelis Mahkamah
Konstitusi yang terhormat.
Demikianlah keterangan yang dapat saya berikan menyangkut
permohonan uji yudisial atas Undang-Undang Pendidikan Tinggi
yang berlaku sekarang ini. Saya mohon maaf apabila
keterangan ini tidak membahas satu persatu dasar-dasar dan
alasan-alasan pemohon. Menurut hemat saya hal semacam itu
adalah tanggung jawab pemohon dan pihak yang terkait
langsung atas uji yudisial ini. Tidak luput pula saya
ucapkan terima kasih atas kesabaran para yang mulia
mendengarkan keterangan ini.
Jakarta, 3 Juli 2013
Bagir Manan
|