PTN Tetap Membuka Program "Jalur Khusus"
Pascaputusan MK
BANDUNG, (PR).-
Perguruan tinggi negeri (PTN) masih membuka "jalur
khusus" peneriman mahasiswa meskipun Undang-Undang Badan
Hukum Pendidikan (UU BHP)
dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK). Meskipun demikian,
sampai saat ini mereka masih menunggu keputusan dari
Kementerian Pendidikan Nasional untuk menanggapi keputusan
MK tentang BHP tersebut.
Hal itu dikatakan Rektor Universitas Pendidikan Indonesia
(UPI) Bandung, Sunaryo Kartadinata, saat ditemui di Kampus
UPI Jln. Setiabudhi Bandung, Selasa (6/4).
Sunaryo mengatakan, penerimaan mahasiswa lewat "jalur
khusus" akan didukung dengan pola subsidi silang bagi
mahasiswa yang tidak mampu. "Saya rasa subsidi silang itu
cukup bagus karena masyarakat kan datang dari berbagai
kalangan yang tidak mampu," ujarnya.
Menurut Sunaryo, jalur khusus sebenarnya tidak memberikan
hasil yang berbeda secara signifikan dengan Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) serta Penelusuran
Minat dan Kemampuan (PMDK). "Jalur khusus" merupakan
alternatif bagi calon mahasiswa untuk masuk PTN. Selain
jalur itu, UPI juga menyediakan jatah bagi mahasiswa miskin
yang berprestasi.
Sunaryo mengatakan, seluruh rektor perguruan tinggi yang
berstatus Badan Hukum Milik Negara (BHMN) masih belum
menemukan langkah final untuk menyikapi keputusan Mahkamah
Konstitusi (MK) mengenai UU BHP. Keputusan tersebut juga
belum didapatkan, meskipun seluruh rektor PTN sudah
melakukan diskusi di Kantor Kementrian Pendidikan Nasional
di Jakarta, Senin (5/4). "Rapat kemarin baru sampai tahap
konsultasi kepada Menteri Pendidikan, selanjutnya kami harus
menunggu keputusan lebih lanjut dari kementerian,"
katanya.
PTS
Sementara itu , keputusan MK terkait UU BHP dinilai tidak
banyak berpengaruh terhadap nasib perguruan tinggi swasta
(PTS). Dengan tuntutan masyarakat dan persaingan yang ada
saat ini, PTS tetap harus meningkatkan kualitas dan
pelayanannya.
Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi)
Wilayah IV Jabar dan Banten, Didi Turmudzi mengatakan, UU
BHP memang sempat dikhawatirkan akan mempersulit PTS untuk
bersaing dengan perguruan tinggi negeri (PTN). "Namun,
persaingan tetap ada karena itu sudah merupakan mekanisme
pasar," ujarnya ketika dihubungi Selasa (6/4).
Yang menjadi masalah, kata Didi, adalah tidak adanya
kejelasan mengenai pembagian tugas antara PTS dan PTN dalam
peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. "Tidak
dibagi dengan jelas PTN bergerak di ranah mana dan PTS di
mana. Akhirnya sebagian besar PTS tidak bisa bersaing dengan
PTN untuk program studi (prodi) yang sama," tuturnya.
Menurut Didi, hal ini sangat mengkhawatirkan karena
hingga saat ini kontribusi PTS terhadap pendidikan tinggi
masih cukup besar. "PTS masih menampung sekitar 70 persen
dari total mahasiswa yang ada di Indonesia," ujarnya.
Dilema yang terjadi, kata Didi, PTS kesulitan mencari
sumber dana untuk peningkatan sarana dan prasarana. PTS
tidak bisa bersaing dengan perundangan yang ada.
(A-178/A-185)***
|