Mengenai Peristiwa Ambon | |
|
APARAT KEAMANAN SEMAKIN BRUTAL, PULUHAN KORBAN DITEMBAK DAN DIBAKAR Aparat keamanan yang menangani Kerusuhan Ambon terlihat semakin brutal dalam penangan kasus Ambon. Di samping keterlibatan mereka untuk memberikan kesempatan kepada masa membakar rumah-rumah, berbagai fasilitas umum serta menjarah barang-barang milik warga, maka dalam pertikaian antar warga (Muslim dan Kristen) di Desa Galala kemarin, hari Rabu 11 Agustus 1999 puluhan pemuda Kristen ditembak kemudian dibakar. Data dari hasil investigasi di lapangan ditemukan data bahwa sekelompok pemuda Kristen Galala yang mencoba bertahan untuk mempertahankan Gedung Gereja GATIK Sektor Yabok akhirnya ditembak oleh petugas keamanan dan kemudian dibakar, sehingga sebagian besar dari korban-korban tersebut tidak dikenal. Menurut saksi mata, kira-kira jam 15.00 WIT setelah Desa Galala (Gang Aster) mendapat serangan beruntun melalui lemparan bom dan senjata rakitan yang cukup dahsyat dari kelompok Muslim setempat dan warga dari arah Galunggung serta BTN Kebun Cengkih, puluhan pemuda Desa Galala mencoba untuk mempertahankan Gedung Gereja GATIK Sektor Yabok. Mereka yang semula berada gedung Gereja akhirnya terdesak. Majelis Gereja Galala yang ada saat itu kemudian berdoa meminta pertolongan Tuhan dan akhirnya melepaskan mereka keluar dari gedung Gereja tersebut. Saat mereka keluar dari Gereja itulah bunyi tembakan secara beruntun diarahkan kepada mereka dari aparat keamanan yang menurut saksi mata diarahkan dari sebuah rumah bertingkat warga Muslim yang terletak di atas ketinggian, yang diidentifikasi bernama HAJI Z yang berjarak kurang lebih 200 meter dari gedung Gereja. Mayat mereka tersebut sebagian besar dikumpulkan dan dibakar, yang diperkirakan untuk menghilangkan jejak para korban. Masyarakat yang hendak mengevakuasi korban sejak jam 20.00 WIT hingga jam 08.00 WIT pagi ini ternyata tidak diberi kesempatan, malah ditembak oleh aparat keamanan. Aparat keamanan yang diperkirakan terlibat dalam penembakan ini adalah berasal dari Kesatuan KOSTRAD Solo. Hingga pagi ini, Kamis 12 Agustus 1999 sudah 20 mayat korban yang ditembak dan dibakar berhasil dievakuasi dari lokasi ini. Dari 20 mayat tersebut hanya sebagian yang dapat diidentifikasi antara lain : 1). AGUSTHINUS MANUHUTU, 2). SIMON TITALEY. 3). THOMAS KUBELA, 4). JHON KOMBALAYO, 5). HENDRIK KAPPY, 6). JULIUS PUTIRULAN, 7). CHARLES SEPTORY dan 8). NELSA MATULESSY. Sisanya belum dapat diidentifikasi, karena mayatnya hancur terbakar. Diperkirakan jumlah mayat yang mati terbunuh akibat tembakan dari aparat keamanan di lokasi masih ada dan belum dievakuasi sampai siang ini. Saksi mata juga menjelaskan di depan teras Gereja ditemukan banyak darah. Sementara itu penyerangan warga Muslim Perumnas Poka yang dibantu oleh ribuan warga Muslim dari jazirah Leihitu masih tetap bergolak di daerah Poka, Perumnas Poka, Perumahan Pemda Poka, Wailela (Rumahtiga), yang membumihanguskan rumah-rumah penduduk baik Muslim maupun Kristen. Sayangnya pembakaran tersebut hanya menjadi tontonan aparat keamanan. Tim investigasi kami di lapangan melaporkan bahwa di lokasi ini, aparat keamanan yang umumnya datang dari kesatuan TNI Den Zipur 5 terlihat berada di depan menembak warga Kristen yang sedang bertahan, kemudian memberi peluang kepada warga Muslim untuk membakar rumah-rumah penduduk. Hingga pagi ini sudah 10 orang warga Desa Rumahtiga menjadi korban (3 orang meninggal dunia dan 7 orang luka-luka). 5 orang di antara mereka mati tertembak oleh aparat keamanan. Di daerah OSM, kemarin juga terjadi pertikaian antara warga Muslim dan Kristen yang mengakibatkan jatuhnya korban (meninggal dan luka- luka), di samping puluhan rumah terbakar. Sedangkan hasil sementara korban pertikaian antara warga Mardika dan Batu Merah, data yang diperoleh 20 orang lebih meninggal dunia, 250 orang lebih luka-luka (90 %) tembakan aparat keamanan dan 62 buah rumah warga Kristen terbakar habis. Saat berita ini ditulis, pertikaian masih berlangsung di daerah Galala, Poka Perumans/Pemda Poka dan Wailela Rumahtiga. Gubenur, Pangdam dan Kapolda Maluku yang selama ini dianggap sebagai putra terbaik Maluku yang diharapkan bisa membantu penyelesaian kerusuhan di Ambon (Maluku) ternyata diam dan hanya bertindak sebagai penonton setia sambil membiarkan rakyat saling membunuh dan dibunuh oleh militer. Mungkin mereka takut kehilangan jabatan? atau mungkin mereka ikut dalam konfigurasi kerusuhan ini?. Hanya Tuhan Yang Maha Tahu. Mereka sering berteriak keamanan sudah terkendali, tetapi seiring dengan itu di sana sini korban mati, luka dan rumah-rumah penduduk musnah terbakar. Laporan-laporan sudah banyak disampaikan rakyat, tetapi tidak ada tindakan yang nyata di lapangan. |
|
Program Kerja | Koleksi | Anggota | Indeks Artikel |