Mengenai Peristiwa Ambon | |
|
KAPAL LAMBELO DIBAJAK, PULUHAN TEWAS JAKARTA, (SiaR, 13/1/2000). Peristiwa pembajakan KM Lambelu milik PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) pada 26 Desember 1999 lalu, membawa korban tewas puluhan orang penumpangnya. Demikian kesaksian sejumlah penumpang kapal yang selamat kepada SiaR di Jakarta, awal pekan ini. Pembajakan kapal yang berlayar menuju Surabaya dan Jakarta itu menyebabkan kapal terlambat masuk Surabaya. Pembajakan itu dilakukan sekelompok pengungsi dari Maluku yang hendak menyingkir dari kepulauan itu. Para korban terutama adalah kalangan minoritas tertentu yang berada di atas kapal. Ny Sal, salah seorang penumpang, kepada SiaR mengatakan para pembajak melakukan sweeping dan membunuh para penumpang yang kedapatan beragama lain. Ny Sal yang tak tahan melihat pembunuhan-pembunuhan itu melahirkan bayinya secara prematur di atas kapal, karena stres. Menurut dia, ratusan penumpang membajak kapal sehari setelah perjalanan menuju Jakarta. Seluruh awal kapal, termasuk kapten kapal diancam dengan berbagai senjata tajam. Bahkan ada diantaranya yang membawa senjata api. Seluruh penumpang lain baru menyadari kapal dibajak, setelah nahkoda kapal mengumumkan melalui pengeras suara dengan suara yang bergetar, seperti orang ketakutan. Para pembajak itu kemudian mendatangi kamar-kamar penumpang dengan membawa berbagai senjata. Pembajakan dan pembunuhan tersebut, menurut Ny Sal, diketahui sejumlah aparat militer bersenjata lengkap yang menumpang kapal itu, namun tak dapat berbuat apa-apa. Selain puluhan korban tewas, ada sekitar 10 anak buah kapal (ABK) yang juga dibunuh, dan mayatnya dibuang ke laut setelah mencoba melindungi para penumpangnya. Namun, tentang korban ABK ini belum diperoleh konfirmasi. Kejadian pembajakan kapal ini bukan kali pertama sejak pecahnya kerusuhan di Maluku. Kesaksian lain seperti yang diungkap CM, seorang penyanyi senior. Kepada SiaR, CM menceritakan pengalamannya di atas kapal yang sama di awal Desember 1999 lalu. Ia merasa tersasar di kapal tersebut, karena ternyata di perjalanan terjadi "sweeping". "Saya tak berani keluar kamar, sepanjang hari saya hanya berdoa, pasrah kepada Tuhan. Belakangan setelah kapal sandar di pelabuhan Tanjungpriok, tiga teman yang saya kenal di terminal pelabuhan keberangkatan, tewas, dan mayatnya di buang di tengah laut," ungkapnya. Korban tewas di atas kapal juga dialami tiga orang mahasiswa Universitas Patimura yang dibunuh di kamar masing-masing setelah tak mampu menghindar dari "sweeping" yang dilakukan orang-orang tertentu. Tentang berbagai pemberitaan yang tidak obyektif, dan berat sebelah sehingga mengaburkan kejadian sebenarnya, dan sekaligus dapat memprovokasi umat juga dibenarkan oleh sosiolog UI Dr Thamrin Amal Tomagola. Menurut Thamrin, istilah "moslem cleansing" yang digunakan Ketua MPR Amien Rais dan kemudian dikutip berbagai media massa sebagai mengaburkan masalah, membuat bias peristiwa sesungguhnya, sekaligus memprovokasi umat. "Bahaya jika mengeluarkan atau mengutip statement tanpa mempergunakan data yang valid," ucapnya mengeritik pernyataan yang dilontarkan Amien Rais tersebut. Menurut Tomagola, kini di Jakarta, banyak pengungsi Kristen asal Maluku yang ditampung di rumah-rumah keluarganya, untuk menghindarkan kekerasan yang terjadi di sana. Informasi yang diperoleh aktivis-aktivis Kontras dan Lerai, para pengungsi ini ada juga yang mengalami luka-luka berat, seperti tangan atau kaki terpotong dan sebagainya. "Jadi kalau mengikuti logika Pak Amien, itu tak tepat. Cleansing itu kan mengasumsikan, ada yang menindas dan ada yang tertindas. Di Maluku tidak demikian, kedua pihak sama-sama menjadi korban. Ada mesjid dibakar, tapi ada juga gereja di bom, seperti yang terjadi dengan Gereja Silo sebagai gereja tertua di Ambon. Baik pihak Islam maupun pihak Kristen sama-sama menderita, yang senang adalah elite-elite politik yang menyiramkan bensin ke sana," kata Thamrin yang juga aktivis Lerai. *** |
|
Program Kerja | Koleksi | Anggota | Indeks Artikel |