Mengenai Peristiwa Ambon | |
|
Warga Asal Jabar yang Tewas Belum Teridentifikasi Pers agar Ikut "Dinginkan" Maluku JAKARTA, (PR).- Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) membantah anggapan yang mengatakan bahwa ia lambat dalam menangani masalah Maluku. Pihaknya masih menantikan laporan yang akurat dari Maluku karena informasi yang beredar sekarang di pers simpang-siur. Presiden mengatakan hal ini dalam acara halal bil halal dengan wartawan di Bina Graha, Jakarta, Kamis (13/1). Gus Dur mengatakan, tidak semua laporan yang disebutkan pers benar. Ia mencontohkan berita pers tentang kerusuhan di Galela Maluku Tengah yang disebutkan menelan korban dalam jumlah yang mengerikan, tetapi setelah dicek korbannya hanya ada lima. "Ini kan susah. Mana yang betul, berita yang diterima pers atau laporan pada saya," katanya. Gus Dur dalam kesempatan itu juga meminta pers ikut mendinginkan suasana, tidak malah memanas-manasi. "Jika itu yang terjadi, masalahnya bisa berlarut-larut. Wong sudah tahu kok malah ikut-ikutan ngompori," ujarnya. Warga asal Jabar Sementara itu hingga kemarin (13/1), posko-posko umat Islam dan aparat terkait di Ternate belum berhasil mengidentifikasi data tentang 135 warga transmigrasi (Trans) asal Jabar dan Jatim yang tewas di Desa Sukamaju dan Desa Togolihua, Kecamatan Tobelo, Maluku Utara pada 31 Desember 1999. "Kamis siang ini kami menampung 27 keluarga transmigrasi asal Jabar dan Jatim. Mereka kami tampung di rumah-rumah orang Nasrani yang mengungsi keluar Ternate. Di Ternate mereka bertemu kembali dengan sekitar 700 orang transmigrasi yang sudah datang lebih dulu dengan kapal perang milik TNI AL KRI Teluk Langsa," kata anggota DPRD Maluku, KH Muhammad Kasuba ketika dihubungi "PR" melalui saluran telepon, tadi malam. Ia mengatakan, latarbelakang dipergunakannya rumah-rumah orang Nasrani di Ternate adalah berdasarkan kesepakatan dengan pihak Pemda Ternate dan aparat terkait. Sebab, tempat-tempat penampungan di Ternate sudah penuh sesak dan fasilitasnya sangat memprihatinkan. Sedangkan rumah-rumah kosong yang ditinggalkan mengungsi oleh orang Nasrani itu dalam keadaan representatif dan tidak ada yang dirusak. "Sebagian pemilik rumah yang kami ketahui nomor teleponnya, sudah dihubungi oleh aparat terkait untuk diinformasikan mengenai dipakainya rumah mereka. Sebagian pemilik rumah lainnya sulit dihubungi, mengingat tidak adanya data yang tertinggal di rumah tersebut," tutur Muhammad Kasuba. Warga Nasrani yang berdomisili di Ternate jumlahnya mencapai 20.000 jiwa dan sudah mengungsi sejak meletusnya peristiwa di Halmahera Utara. Sebagian di antara mereka ada yang mengungsi ke Menado, Irian, Maluku Tenggara dan Kodya Ambon. Menyinggung tentang warga transmigrasi lainnya, Muhammad Kasuba mengemukakan, tim terpadu dari posko-posko umat Islam di Ternate bersama aparat keamanan kini sudah mencoba berusaha mencari warga transmigrasi dan penduduk Desa Sukamaju serta Togoli yang lari menyelematkan diri ke hutan belantara di Halmahera Utara. Hanya saja usaha itu mengalami hambatan, mengingat komunitas "pita merah" turut mengejar mereka. Di antara komunitas tersebut bahkan ada yang melakukan pagar betis di pinggir hutan, sehingga mempersulit aparat keamanan melakukan pencarian warga yang bersembunyi di hutan. "Meski begitu, ada beberapa jalur ke hutan yang sudah dibuka oleh aparat keamanan," tuturnya. Seraya mengutip cerita sejumlah warga transmigrasi yang selamat, Muhammad Kasuba mengatakan, warga transmigrasi yang tewas itu adalah mereka yang tertinggal di Desa Sukamaju dan Desa Togoli karena sulitnya medan pelarian dan besarnya jumlah massa yang melakukan penyerangan secara mendadak. "Warga kedua desa ini adalah mereka yang beberapa bulan lalu sempat melakukan aksi menolak pemurtadan yang dilakukan sejumlah orang," ungkapnya. Mulai reda Wapres Megawati setelah mendapatkan kritik bertubi-tubi tentang masalah Maluku, kemarin memimpin rapat koordinasi dengan para menteri, organisasi keagamaan dan tokoh masyarakat. Hadir dalam rakor itu antara lain Menko Polkam, Menko Kesra Taskin, Mendagri, Menlu, Panglima TNI, Menteri Perhubungan, Menteri Pemukiman dan Pengembangan Wilayah, Menneg Otonomi Daerah, Menteri PU, Menteri Urusan HAM, Mentrans dan Kependudukan, Kapolri, Ketua Bappenas, Wismoyo Arismunandar, sosiolog Selo Soemardjan, Ketua MUI, Ketua PGI, Ketua KWI dan wakil dari PMI. Dalam penjelasannya, Menko Polkam Wiranto mengatakan, pertikaian di Ambon dan di Maluku mulai reda. Saat ini, kata Wiranto, kondisinya kondusif untuk melakukan upaya rehabilitasi dan rekonsiliasi. Dalam rapat itu Panglima TNI Laksamana Widodo melaporkan bahwa situasi di Maluku Utara dan Ternate sudah pulih dan masyarakat telah melakukan aktivitasnya. Berbagai daerah yang berhasil dikendalikan antara lain di Tobelo dan Galela kendati belum pulih sepenuhnya. Begitu juga di Halmahera Tengah dan Selatan. Maluku Tengah juga berangsur-angsur membaik. "Tidak ada ledakan bom atau serang-menyerang dan aktivitas di kedua daerah itu sudah pulih kembali, barikade-barikade yang dipasang masyarakat sudah dibersihkan," ujarnya. Di Morotai ternyata sama sekali tidak ada konflik massa seperti yang diberitakan pers. "Kenyataannya tidak ada konflik di sana. Aman-aman saja. Itu hasil pemeriksaan di lapangan," kata Wiranto. Sedangkan di Jailolo kondisinya masih mencekam bahkan masih ada kelompok masyarakat yang menyatakan perang kepada aparat keamanan dan kondisi itu akan segera didamaikan. Dan, di Maluku Tenggara, keadaan juga sudah terkendali. "Situasi saat ini dianggap kondusif untuk memulai rehabilitasi dan rekonsiliasi, meski masih diperlukan langkah-langkah isolasi secara fisik dan non-fisik," kata Wiranto. Ia menjelaskan, isolasi fisik bukan berarti menutup sama sekali daerah tersebut tetapi untuk mencegah intervensi dari luar, misalnya pengiriman bantuan kekuatan ke sana untuk "memperkosa" satu kelompok. Seperti halnya Gus Dur, Menko Polkam juga meminta semua pihak menahan diri dan tidak ikut bicara kalau tidak memahami masalah, apalagi kalau sampai mengambil kesimpulan. Pertemuan dengan wakil 23 negara asing Sementara itu di Kantor Menko Kesra dan Taskin kemarin berlangsung pertemuan antara pemerintah RI dengan wakil 23 negara asing dan lembaga internasional untuk persiapan pemulihan Maluku. Negara dan lembaga internasional ini tergabung dalam Coordination-International Donor Meeting untuk Maluku yang dilangsungkan oleh UNDP Indonesia atas permintaan Pemerintah Indonesia c/q Menko Kesra dan Taskin/Ketua Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana. Rapat itu antara lain dihadiri 23 duta besar negara sahabat, tiga badan internasional, dan 8 organisasi PBB. Ke-8 organisasi PBB itu adalah UNDP, UNHCR, WHO, Unicef, World Food Programe, dan UNFPA. Sedangkan negara yang menjadi donor dalam kasus Maluku adalah Cina, Malaysia, Mesir, India, Thailand, Kuwait, Singapura, Korea Selatan, Brunai Darussalam, Filipina, Inggris, Kanada, AS, Jepang, Swedia, Norwegia, Jerman, Australia, Belanda, Denmark, Selandia Baru, Finlandia, dan Prancis. Organisasi internasional yang berperan serta adalah ECHO, ICRC, dan IFRC. Palang Merah Indonesia (PMI) juga dilibatkan. *** |
|
Program Kerja | Koleksi | Anggota | Indeks Artikel |