Mengenai Peristiwa Ambon | |
|
Media Indonesia Selasa, 10 Agustus 1999 Diduga Berasal dari Tiga Negara. 12 Peti Kemas Senpi Gelap Dipasok ke Ambon. AMBON (Media): Sebanyak 12 peti kemas senjata api (senpi) dan amunisi gelap yang didatangkan dari Jakarta melalui kapal barang tiba di Ambon pekan lalu. Senjata dan amunisi tersebut saat ini masih disimpan di Pulau Seram dan Desa Hutumury. Wartawan Media yang melakukan investigasi di Ambon Sabtu hingga Minggu malam (8/8) dan mengutip laporan Bakin (Badan Koordinasi Intelijen Nasional) dari Jakarta menyebutkan, ke-12 peti kemas yang berisi senjata dan amunisi itu berasal dari Belgia, Israel, dan Belanda. Senjata laras panjang jenis PNC-1 penuh amunisi jumlahnya mencapai ribuan pucuk. Secara organik, senjata jenis ini biasa digunakan untuk melakukan pemberontakan. Bahkan senjata laras panjang tersebut saat ini banyak digunakan oleh sekelompok perusuh di Ambon. Berbagai senjata dan amunisi itu, kata sumber Media, juga siap dimodifikasi sebagai senjata rakitan. ''Senjata itu hanya disalurkan di dua provinsi yakni di Dili dan Maluku. Karena kedua daerah tersebut masih ada gerakan separatis yakni Fretilin dan RMS,'' tambah sumber itu. Dugaan itu semakin kuat dengan ditemukannya 100 pucuk senjata di Bok Wayama Ambon beberapa hari lalu. Selain itu, ditemukan juga 27 senjata yang sudah dimodifikasi berasal dari Belanda di Desa Waai, Kecamatan Salahutu, Pulau Ambon. Sumber yang ditemui Media Senin (9/8) di Ambon juga, menyebutkan dugaan kuat ada seorang pengusaha warga keturunan memasok berbagai senjata organik ke Ambon untuk membantu kelompok tertentu yang bertikai di Ambon. Hal ini bisa dibuktikan setelah ditemukan juga senjata berupa artileri berat seperti bom, basoka, dan sejumlah senjata otomatis yang hingga kini masih digunakan oleh kelompok perusuh. Bahkan pekan lalu ditemukan pembuatan senjata buatan dan rakitan di sebuah bengkel Suka Maju Galal Ambon, milik Ernes Ririmase. Selain itu ditemukan juga di bengkel Fakultas Teknik dan Politeknik Unpatti yang diduga melakukan pembuatan senjata rakitan. Saat ini, kelompok perusuh di Ambon sebagian besar sudah tidak lagi menggunakan senjata tajam berupa parang, tombak, dan panah. Namun sebagian besar dari mereka sudah menggunakan senjata organik buatan luar negeri misalnya Belanda, Belgia, dan Israel. Pangdam XVI Pattimura dan Kapolda Maluku yang dari sebelumnya menipis bahwa tidak ada senjata organik yang dipasok dari luar negeri tidak bisa membantah. Kembali meledak Sementara itu, pertikaian antarwarga kembali meledak Senin malam sekitar pukul 18.30 WIT antara warga Desa Batu Merah dan Mardika. Akibat pertikaian tersebut, kedua warga saling menyerang dan membakar perumahan penduduk di kawasan Mardika. Media yang berada di lokasi kejadian Senin malam memperoleh laporan bahwa pertikaian antarwarga berawal dari mobil Brimob yang menabrak mobil angkot jurusan Stain, Ambon yang padat dengan penumpang. Tabrakan itu mengakibatkan seorang warga mengalami luka-luka dan dibawa ke Rumah Sakit Al-Fatah. Namun warga Desa Batu Merah tidak bisa menerima kejadian tersebut yang kemudian melampiaskan emosinya dengan membakar rumah-rumah penduduk di perkampungan Mardika. Ketika aparat turun ke lokasi kejadian sedang terjadi kontak senjata antara aparat Kostrad 413 dari Ujungpandang dan Brimob Polda Maluku sehingga seorang anggota Kostrad tertembak kaki kanannya. Sementara dari warga Desa Batu Merah tercatat empat orang luka-luka akibat terkena panah. Pertikaian ini kemudian merembet ke beberapa kawasan, namun cepat diantisipasi oleh aparat keamanan. Sampai berita ini diturunkan masih terdengar dentuman bom di sejumlah lokasi. Siang harinya sebelum terjadi pertikaian terdengar suara dentuman berkali-kali, sehingga membuat panik warga yang tinggal di sekitar Desa Batu Merah. Kapolres Pulau Ambon dan Pulau Lease Letkol Bukron bersama Dandim 1504 Pulau Ambon dan Pulau Lease Letkol (Inf) Arief M membenarkan terjadi kontak senjata antara aparat Kostrad dan Brimob. Kepada wartawan, baik Kapolres maupun Dandim mengatakan pemicu dari kerusuhan di Desa Batu Merah dan Mardika itu disebabkan ada satu kelompok yang bertikai yang mengenakan pita merah (perusuh). Sementara itu, suasana Kota Ambon dan sekitarnya kembali mencekam, toko-toko dan rumah-rumah penduduk tertutup rapat. Jalan-jalan protokol sunyi senyap, warga lebih banyak berdiam di rumah. (TP/N-1) |
|
Program Kerja | Koleksi | Anggota | Indeks Artikel |