Dari situs www.al-bunyan.net
Berita 23 Juli 2000
MATIUS SOSEBEKO, SANG PROVOKATOR di Maluku
Biasa dipanggil Theo Sosebeko, bapak berusia sekitar 35
th ini sebelum kerusuhan tinggal di Soatobaru, Galela.
Merupakan alumni Sekolah Pendidikan Guru (SPG) dan pernah
dikirim ke Belanda sebagai kader missionaris andalan.
Sebelum kerusuhan berprofesi sebagai guru olah raga pada SDN
Negeri Dokulamo, SLTP dan beberapa sekolah lainnya. Setelah
pecah kerusuhan dikenal sebagai Wakil Presiden Republik
Maluku Serani (RMS) sekaligus dicari-cari oleh aparat
sebagai salah satu Provokator kerusuhan Maluku Utara.
Kelebihannya sebagai orator mampu memikat dan
mempengaruhi pendengar baik itu dari kalangan umum, Kristen
maupun Islam. Ditambah keahliannya menguasai bahasa daerah
asli Galela, sehingga pernah Theo berpidato di Terminal
Galela untuk meredam kerusuhan pada awal-awal kerusuhan,
pengunjung pada saat itu baik dari kedua belah pihak (Muslim
maupun Kristen) menangis, tetapi semua itu ternyata hanya
tipuan belaka. Karena setelah itu Theo Sosebeko sering
memimpin sediri penyerangan laskar kristen, diantaranya
pembantaian ummat Islam di dekat Kompleks PT. Global Agro
Nusa (GAN) perusahaan ekspor-import pisang di Desa Restika,
yang sengaja mereka rusak segala fasilitasnya karena
khawatir jatuh ke tangan ummat Islam.
Menurut sumber yang dipercaya yang pernah bertandang
masuk ke rumahnya terdapat singgasana (kursi kebesaran) dan
di atasnya tertulis "Dilarang Sangat Keras Memasuki Ruangan
Wakil Presiden (RMS)" dan Theo waktu itu dilayani 5
gadis-gadis cantik menyajikan satu piring penuh rokok kepada
tamunya. Walaupun Theo sudah menikah tapi dikenal sering
melakukan perselingkuhan dengan wanita lain.
Di masa laskar kristus punya kekuatan penuh, Theo
Sosebeko berjalan ke mana saja selalu dikawal oleh pengawal
pribadinya satu truk penuh pasukan. Dan selalu membuat
keonaran seakan-akan menantang para anggota keamanan
(TNI-Polri). Bahkan dengan lantangnya berani menolak
kehadiran aparat di Duma dan Tobelo.
Ironisnya ketika pecah pertempuran Duma ke 3 (19/6), Theo
malah melarikan diri dan membiarkan anak-anak dan wanita
beserta orang tua sebagai tameng hidup ketika pasukan
Kristen terpojok. Terbukti dalam rekaman film dokumenter,
terlihat banyak milisi Laskar kristus yang menjadikan
anak-anak sebagai perisai, mereka menggendong bocah
seolah-olah dia anaknya tetapi ketika mendapat serangan
senjata, bocah tersebut di umpankan sebagai perisai.
Sehingga terlihat bocah-bocah yang mereka gendong lengannya
bergelantung karena putus ketika diumpankan pada senjata
lawan. Banyak juga bocah-bocah yang luka menganga lebar dan
tertancap panah karena sengaja untuk melindungi tubuh mereka
dari serangan-serangan senjata. Bocah-bocah itu tampak tak
berdaya dan ketika ada yang berhasil diselamatkan Mujahidin
mereka mengatakan bahwa yang menggendong tersebut bukan
Bapaknya. Ibu-ibu dan orang tua juga nampak dibariskan di
muka kompleks bangunan Kristen sebagai penghalang dari
tembakan-tembakan lawan. Mereka tidak berani beranjak karena
diancam kalau beranjak akan ditembak dari belakang.
Mereka melakukan itu karena tahu bahwa Islam tidak akan
membunuh anak-anak, wanita dan orang tua dalam suatu
peperangan selama mereka tidak melawan. Mereka juga
mendengar mengumumkan lewat pengeras suara dari balik danau
Galela sebelum pecah perang, "Bahwa sebelum pecah perang,
tolong hindarkan anak-anak dan wanita serta orang tua".
Tetapi sikap kesatria Mujahidin sebelum pertempuran itu
ditanggapi dan disiasati dengan akal bulus dan licik, bahkan
mereka berani mengorbankan saudara Kristen mereka sendiri
yang anak-anak, permpuan, ibu-ibu dan orang tua.
Memang Provokator yang satu ini sudah begitu bencinya
terhadap Islam, bahkan dilihat dari intensitas pertemuan,
kesiapan persenjataan, latihan dan dokumen-dokumen yang
berhasil diselamatkan para Mujahidin menunjukkan bahwa Theo
Sosebeko, Howard Shelden, Josafat Etha dan kawan-kawannya
telah menyiapkan "Muslim Cleansing" di Halmahera ini sejak
12 tahun yang lalu.
Hebatnya mereka mampu membungkus niat busuk mereka dengan
Pra Kondisi dan tema-tema Humanisme (kemanusiaan), Kasih
Sayang, Toleransi, Nasionalisme, Hibualamo - kora kora -
pela Gandong, HAM, Demokrasi, Perdamaian, Dialog dan
lain-lain. Dan ketika mereka tidak lagi bisa berbuat apa-apa
mereka meminta bantuan bangsa asing dan menjual negara,
mengajak mereka untuk infiltrasi ke ke dalam Negara Republik
Indonesia yang kita cintai ini agar negara dan pemerintahan
yang sah ini tunduk kepada perintah-perintah bangsa asing.
(Sumber: Tokoh masyarakat Galela)
|