Kumpulan Artikel
Mengenai Peristiwa Ambon

ISNET Homepage | MEDIA Homepage
Program Kerja | Koleksi | Anggota | Indeks Artikel

 

Republika, 7/3/99
Tragedi Subuh di Ambon
 
Selasa [19/1] pagi, kala Ummat Islam sedunia merayakan Hari
Kemenangan Idul Fitri 1419H, warga muslim di Ambon diserbu
massa brutal. Puluhan orang tewas, ratusan lainnya luka-luka.
Beberapa perkampungan muslim rata dengan tanah. Sementara itu,
puluhan masjid hancur. Pasar, pertokoan, rumah-rumah penduduk,
serta puluhan angkot dan ratusan becak milik orang Islam pun
dibakar.
 
Empat puluh hari kemudian, Senin [1/3] waktu subuh, serangan
kembali menimpa warga muslim di sana. Segerombolan orang
--seperti dilaporkan Saksi [No. 14/Th. 1]-- membantai warga
muslim Ahuru, Kodya Ambon, yang sedang shalat subuh berjamaah
di Masjid Al-Huda. Sembilan orang tewas, termasuk dua di
pelataran masjid dan satu di dalam masjid. Ada oknum polisi
dikabarkan terlibat kasus penembakan ini. Pada saat bersamaan,
di kawasan Kopertis, Kodya Ambon, juga terjadi penyerangan.
Aksi itu kemudian diikuti pembakaran sebuah masjid.
 
Dua peristiwa keji itu benar-benar telah menimpa warga muslim
Ambon ketika mereka melakukan ibadah. Di luar itu, setidaknya
ada tiga serangan lain dengan target sekurang-kurangnya 15
'Perkampungan Islam' di Ambon dan sekitarnya. Menurut imam
Masjid Raya Al Fatah, KH Abdul Aziz Arby, sudah 20 masjid
telah dibakar dan dirusak oleh orang Kristen. Korban jiwa di
pihak muslim sudah tercatat 1.000 orang. Sementara Tim
Investigasi Posko Partai Keadilan di Ambon mencatat angka
1.300 orang.
 
Akibat dari peristiwa itu, ribuan orang meninggalkan tempat
tinggal. Mereka mengungsi ke masjid-masjid. Ketakutan dan
was-was mencekam, menyusul aksi penembakan yang mengerikan
itu. Sementara sebagian lainnya yang masih mencoba bertahan di
rumah, tak mau keluar dan bahkan terpaksa menekan rasa lapar
karena ketiadaan bahan pangan di rumah.
 
Maka, dapat dipahami, jika serbuan beruntun itu pun mengundang
reaksi solidaritas dari ummat Islam di luar Ambon. Puluhan
ribu massa --terdiri mahasiswa, kalangan pemuda, aktivis dan
tokoh muslim -- di Jakarta, Yogyakarta, Bogor, Surabaya,
Bandung, Padang dan Semarang secara bergelombang ramai-ramai
berdemo mendesak pemerintah, khususnya Menhankam/Pangab,
Kapolri, agar bersikap tegas dan adil menuntaskan kasus
berdarah di Ambon. Mereka juga mendatangi Komnas HAM dan
lambaga bantuan hukum [LBH dan Kontras] minta perhatian dan
kepedulian mereka yang selama ini lantang meneriakkan masalah
HAM. Kepada MUI mereka juga minta agar segera mengeluarkan
fatwa jihad.
 
Shalat ghaib, qunut nazilah, dan seruan berjihad pun
dikumandangkan para aktivis di Masjid Al Azhar, kampus UI di
Salemba, IPB Bogor, ITB Bandung, UGM dan UII di Yogyakarta dan
kampus-kampus lainnya. Sejumlah komite aksi mahasiswa seperti
Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia [KAMMI], Himpunan
Mahasiswa Muslim Antar Kampus [HAMMAS], Komite Solidaritas
untuk Ambon [KOSMA] dan Front Aksi Pelajar Islam [FARIS]
menggelar ratusan poster digelar berisi ucapan belasungkawa
hingga seruan jihad.
 
"Ya, Allah! Kami siap mati demi panggilan jihad-Mu," kata
mereka. Gema takbir --sebagai isyarat komando jihad-- pun
diteriakkan oleh ribuan peserta demo. "Allhu Akbar, Allahu
Akbar, Allahu Akbar!" Mereka juga menuntut sikap adanya sikap
yang terbuka dan adil dari aparat. Banyak laporan menyebut
aparat --meski tak semuanya-- cenderung membiarkan penyerang,
menekan ummat Islam supaya tetap bertahan jangan melawan
ketika diserang.
 
Kerusuhan itu sendiri, menurut Yusuf Rahimi [tokoh Ambon dan
mantan Ketua PB Persatuan Pelajar Islam Indonesia], intinya
memang karena konflik antaragama: Kristen-Islam. Konflik ini
sama sekali tidak diduga oleh masyarakat Islam. Yaitu konflik
dengan persiapan yang sangat matang dari pihak Kristen.
Tanda-tanda penyebab kerusuhan itu memang ada. Yakni
mesianisme bahwa Yesus akan turun di daerah Gudang Arang. Bagi
yang percaya, mereka harus menunjukkan kecintaannya dengan
cara membunuh orang yang tidak beragama Kristen.
 
Kerusuhan disertai penjarahan dan pembakaran tempat tinggal
dan rumah ibadah serta tewasnya ratusan jiwa menggoreskan luka
amat dalam di hati ummat, kata Faisal Salampessy dari Aliansi
Muslim Maluku [Almuluk], di Mabes ABRI Jl Merdeka Barat
Jakarta. Seruan damai Islam-Kristen, menurutnya, tak membawa
hasil. Karena itu, pihaknya mendukung pernyataan MUI Maluku
per 28 Februari yang menyerukan wajib hukumnya bagi ummat
Islam membela diri dari serangan bila upaya damai gagal
ditegakkan.
 
"Kita sudah bosan. Sudah lama kami diam dan menahan diri.
Hasilnya tak ada. Pembantaian terus berlangsung," ungkap Habib
Abu Bakar Al Habsyi. Ummat Islam, tegasnya, terus menjadi
korban. Mulai dari Banyuwangi, Kupang, Ketapang dan kini
Ambon.
 
"ABRI, tolong selesaikan kasus itu. Kalau tidak," seru Habib
Abubakar, "kami akan berangkat dengan semangat jihad." Meski
fatwa jihad belum dikeluarkan MUI, KAMMI, KISDI dan beberapa
posko peduli Ambon sudah membuka pendaftaran untuk menggalang
sukarelawan. Akankah perang terbuka Islam-Kristen resmi
berkobar di Ambon? Mudah-mudahan tak sampai harus terjadi.

ISNET Homepage | MEDIA Homepage
Program Kerja | Koleksi | Anggota | Indeks Artikel

Please direct any suggestion to Media Team