MALAM YANG KELIMA
Dosa Waris
AW: Saya ingin menerima penjelasan dari bapak
kyai, tentang kepercayaan kepada dosa waris yang disebabkan
karena dosanya Adam dan Hawa.
BM: Baiklah, saya akan berikan jawabannya, tetapi
sebelumnya saya ajukan pertanyaan: Betulkah menurut
kepercayaan Kristen bahwa anak cucu Adam dan Hawa dari sejak
dilahirkan sudah membawa dosa.
AW: Betul begitu, karena Adam dan Hawa berdosa,
maka cucunya menerima warisan dosa dari keduanya.
BM: Mengapa dosa Adam dan Hawa diwariskan kepada
cucunya, mestinya setiap manusia memikul dosanya dari
perbuatannya sendiri, bukan memikul dosanya orang lain.
AW: Tetapi menurut ajaran Kristen, setiap manusia
pada sejak waktu dilahirkan sudah memikul dosa, atau
menerima warisan dosa dari dosanya Adam dan Hawa. Oleh
karena kedatangan Yesus itu adalah untuk menebus dosa-dosa
manusia dari warisan Adam dan Hawa tersebut.
BM: Kalau keterangan saudara benar pada ajaran
Kristen, silahkan saudara periksa kitab Nabi Yehezkiel pasal
18 ayat 20.
AW: Pasal dan ayat tersebut menyebutkan: "Orang
berbuat dosa, ia itu juga akan mati; maka anak tiada akan
menanggung kesalahan bapaknya, dan Bapa pun tiada akan
menanggung kesalahan anak-anaknya; kebenaran orang yang
benar akan tergantung atasnya dan kejahatan orang fasik pun
akan tergantung atasnya."
BM: Jelas Bibel sendiri menyebutkan bahwa setiap
manusia akan menanggung sendiri perbuatan baik maupun buruk,
tidak boleh dibebankan atau diwariskan kepada orang lain.
Berdasarkan ayat tersebut, maka dosa Adam dan Hawa harus
ditanggung sendiri oleh keduanya. Tetapi mengapa dosa Adam
dan Hawa harus diwariskan atas anak cucunya, sehingga anak
cucunya ikut serta menanggung dosanya; padahal kitab Injil
sendiri tegas menyebutkan bahwa setiap perbuatan baik atau
buruk yang dikerjakan oleh seseorang tidak dapat dibebankan
atas orang lain. Baiklah, saya teruskan pertanyaan saya pada
saudara; sejak umur berapa saudara dibaptis.
AW: Kata orang tua saya, sejak umur tiga bulan
dibawa ke gereja dan di sana dibaptis, oleh karena setiap
manusia sejak dilahirkan sudah membawa dosanya Adam dan Hawa
yang disebut Dosa Waris, jadi sejak bayipun sudah membawa
dosa; oleh karenanya saya dibaptis waktu masih kecil.
BM: Apakah perbuatan demikian itu berdasarkan
kitab Bibel
AW: Saya berkeyakinan demikian. Sebagaimana saya
terangkan bahwa bayi yang baru dilahirkan itu tidak suci,
yakni sudah membawa dosanya Adam dan Hawa.
BM: Kalau begitu, bayi yang belum dibaptis
sekiranya ia meninggal dunia (mati) tentu tidak akan masuk
surga, sebab matinya ada membawa dosanya Adam dan Hawa.
AW: Ya, mestinya demikian.
BM: Silahkan periksa Matius pasal 19 ayat 14.
AW: Di pasal dan ayat ini menyebutkan: "Tetapi
kata Yesus. 'Biarkanlah kanak-kanak itu, jangan dilarangkan
mereka itu datang kepadaku, karena orang yang sama seperti
inilah yang empunya kerajaan surga.'"
BM: Nah,
perhatikanlah di ayat itu
nyata-nyata Yesus sendiri yang berkata ia mengakui
kesuciannya kanak-kanak. Sedangkan mereka belum mengakui
kesalibannya Yesus dan juga belum dibaptiskan, tetapi
mempunyai kerajaan surga. Jadi berdasarkan pengakuan Yesus
sendiri bahwa kanak-kanak itu tidak membawa dosa waris dari
Adam dan Hawa, oleh karena itulah Yesus berkata: Mereka
adalah suci dari dosa dan dengan sendirinya masuk surga.
Saya ingin bertanya lagi, Saudara waktu umur tiga bulan itu
sudah membawa dosakah atau belum.
AW: Kalau berdasarkan perkataan Yesus yang bapak
katakan tadi, tentu tidak.
BM: Jadi masih suci dari dosa walaupun tanpa
dibaptiskan.
AW: Ya betul demikian.
BM: Kalau begitu, apakah gunanya saudara dibaptis
pada waktu umur tiga bulanitu?
AW: Waktu umur tiga bulan tentu saya tidak tahu
apa-apa.
BM: Saya bertanya sekarang, bukan bertanya kepada
saudara diwaktu saudara berumur tiga bulan. Jadi apakah
sekarang saudara sudah menyadari tentang tidak adanya dosa
waris.
AW: Seperti bapak terangkan tadi, berdasarkan
pengakuan Yesus sendiri tentu saya menyadarinya. Karena,
Yesus sendiri yang mengatakan bahwa anak-anak itu suci pada
waktu dilahirkan.
BM: Nah, bagaimanakah sekarang, masih adakah
pandangan saudara terhadap dosa waris.
AW: Tentu saja harus menyadari berdasarkan
perkataan Yesus sendiri bahwa anak-anak yang baru dilahirkan
itu suci tidak membawa dosa sedikitpun.
BM: Tidak membawa dosa yang bagaimana?
AW: Ya, tidak membawa warisan dosa dari Adam dan
Hawa.
BM: Kalau begitu saudara telah mengakui bahwa dosa
waris itu tidak ada?
AW: Ya, demikianlah harus saya akui berdasarkan
Kitab Bibel sendiri.
BM: Syukur saudara telah mengakui tidak adanya
dosa waris, kalau dosa waris itu turun-temurun, maka anak
yang baru lahir yang belum tahu apa-apa belum bisa
memisahkan antara yang baik dan buruk, kalau bayi itu mati
ia membawa dosa dan masuk neraka, dan dimanakah letaknya
keadilan Tuhan kalau demikian.
AW: Ya, saya bisa terima keterangan Bapak.
BM: Nah, coba pikirkan dengan penuh kesadaran.
Kalau ada seorang tua dari beberapa orang anak, dan orang
tua itu menjadi penipu, pencuri, penghianat, berbuat aniaya,
kejam, dan bermacam-macam dosa ia kerjakan, lalu ia dihukum
masuk penjara, apakah anak-anaknya juga diharuskan
menanggung dosa orang-orang tuanya, lalu anak-anak itu harus
dihukum juga masuk penjara dengan alasan dosa waris. Apakah
pengadilan semacam itu akan dikatakan penegak keadilan.
AW: Terima kasih, saya sudah menyadari, bahwa dosa
itu tidak bisa diwariskan atau dioperkan kepada orang
lain.
BM: Syukur kalau begitu.
AW: Akan tetapi kalau dosa itu tidak bisa
diwariskan mestinya pahala juga tidak diwariskan.
Bagaimanakah menurut ajaran agama Islam dalam hal itu.
BM: Tidak bisa, malah tidak boleh; baik pahala
maupun dosa dioperkan pada orang lain.
AW: Jawaban "tidak boleh" itu apakah menurut
pendapat bapak sendirikah atau menurut ajaran Islam.
BM: Menurut ajaran Islam, pahala seseorang tidak
boleh diwariskan atau dioper kepada orang lain, begitu juga
dosanya seseorang tidak boleh diwariskan kepada orang lain.
Setiap orang menanggung sendiri pahala dan dosanya atas
perbuatannya sendiri.
AW: Akan tetapi saya pernah membaca sebuah buku
agama Islam yang menerangkan bahwa Nabi Muhammad pernah
berkorban seekor kambing buat umatnya sekalian dan buat
familinya. Ini berarti bahwa Nabi Muhammad mewariskan atau
mengoperkan pahala kepada orang lain, yakni kepada umatnya
dan familinya. Yang demikian itu bukan dosa waris, tetapi
jelas pahala waris. Jadi di dalam ajaran Islam ada juga
pahala waris, maka saya kira bapak tidak perlu urus tentang
dosa-dosa waris dalam ajaran Kristen, kalau didalam ajaran
Islam terdapat ajaran pahala waris atau ajaran oper
pahala.
BM: Kalau buku agama Islam yang saudara baca mau
dijadikan pokok tentang bolehnya warisan pahala, mestinya
orang Islam boleh sembahyang dan berpuasa, lalu diwariskan
pahalanya buat sekalian umat Islam yang masih hidup dan yang
mati, tetapi tidak ada umat Islam yang berbuat demikian,
kalaupun ada, mungkin karena mereka tidak tahu, bahwa
perbuatan yang demikian itu, bertentangan dengan kitab
sucinya Al-Qur'an. Jadi bukan kitab sucinya yang salah,
tetapi penganutnya sendiri, dan berbeda dengan kitab Bibel
yang mengandung banyak perselisihan antara satu ayat dengan
yang lain. Di dalam kitab suci Al-Qur'an, tidak terdapat
ajaran pahala waris maupun dosa waris. Akan tetapi dalam
kitab Bibel (Kristen) antara satu ayat dengan ayat yang lain
bersimpang siur.
AW: Saya pernah membaca kitab terjemahan Al-Qur'an
bahasa Indonesia, kalau tidak keliru di dalam surat Ath
Thurr ayat 21 ada menyebutkan yang maksudnya bahwa anak-anak
orang mukmin akan dimasukkan surga lantaran ibu bapaknya.
Jadi lantaran amalan ibu bapaknya anak-anak itu masuk surga.
Kalau yang demikian itu bukan pahala waris, lalu apakah
namanya.
BM: Ayat Al-Qur'an yang saudara maksudkan itu
bunyinya akan saya bacakan sebagai berikut: Yang artinya:
"Dan mereka yang beriman dan diikuti oleh anak-anak cucunya
(keturunannya) dengan keimanan pula. Kami (Allah) kumpulkan
anak cucu itu dengan mereka dan tiadalah kami kurangi pahala
amalan mereka sedikit juapun." (Surat Ath Thurr ayat 21). Di
ayat ini jelas menyebutkan tidak adanya pahala waris, malah
tanggungan pun mengenai pahala warispun tidak ada. Yang
masuk surga bersama Ibu bapaknya itu adalah anak-anak yang
belum baligh, karena yang sudah baligh tentu bertanggung
jawab sendiri. Oleh karenanya dalam ayat tersebut ada
sambungannya. Yang artinya: "Setiap orang bertanggung jawab
(terikat) oleh amalannya sendiri-sendiri (masing-masing)."
Jadi setiap orang menanggung dosa dan pahala atas
perbuatannya masing-masing bukan warisan dari orang
lain.
AW: Apakah di dalam Kitab Al-Qur'an ada yang lebih
tegas menyebutkan bahwa dosa dan pahala itu tidak dapat
diwariskan atau dihadiahkan pada orang lain.
BM: Ada, cukup banyak.
AW: Maafkan, kami ingin mengetahui di surat apa,
dan di ayat berapa, kami akan cocokkan dirumah, karena kami
ada mempunyai kitab terjemahan Al-Qur'an Bahasa Indonesia.
Mungkin juga saudara-saudara yang hadir di sini juga
memerlukan juga.
HADIRIN: Perlu diterangkan, karena memang penting
diterangkan.
BM: Apakah tidak sebaiknya kita bersama-sama
memeriksa di sini saja, kalau saudara menyetujui saya suruh
ambilkan Al-Qur'an lalu saya tunjukkan surat dan ayatnya
sekali. Bagaimana, apakah sekarang juga.
AW: Kalau Bapak hafal lebih baik sebutkan sekarang
saja ayat-ayatnya, akan kami catat: lalu akan kami cocokkan
dirumah dengan Al-Qur'an kami. Tapi kalau bapak tidak hafal
kami minta besok malam untuk menghemat waktu.
BM: Insya Allah saya hafal ayat-ayatnya.
AW: Baik, silahkan bapak sebutkan, kami akan
catat.
BM: Saya akan sebutkan nama-nama surat dan nomor
ayatnya, lalu saya akan beri keterangan dan saudara catat
nama Surat dan nomor ayatnya yang sebut, lalu cocokkan lagi
dirumah.
AW: baik, kami setuju.
BM: 1. Surat Al Baqarah, ayat 286: "Kepada dirinya
apa yang ia kerjakan, dan atas dirinya apa yang dia
lakukan." Maksudnya, baik dan buruknya suatu perbuatan,
harus ditanggung sendiri oleh yang mengerjakannya, tidak
boleh dibebankan atas orang lain.
2. Surat Al Baqarah, ayat 123: "Dan Hendaknya kamu takut
pada suatu hari (kiamat) tidak berkuasa seorang membebaskan
sesuatu atas orang lain." Maksudnya, kelak dihari kiamat,
seseorang tidak berkuasa menebus dosanya orang lain, dan
pahala tidak diperbolehkan atas orang lain. Masing-masing
harus menanggung sendiri perbuatannya baik maupun jahat.
3. Surat Al Ankabut, ayat 6: "Siapa yang giat berusaha
maka usahanya itu untuk dirinya sendiri."
4. Surat Yaasiin, ayat 54: "Maka pada hari kiamat, tidak
seorangpun akan teraniaya, dan kamu tidak akan dibalas,
melainkan apa yang kamu sendiri telah kerjakan."
5. Surat Al Isra', ayat 15: "Dan seseorang tidak berkuasa
memikul dosanya orang lain."
6. Surat An Najm, ayat 38 dan 39: "Bahwa seseorang tidak
berkuasa menanggung dosanya orang lain dan sesungguhnya
seorangpun tidak akan menerima pahala melainkan daripada
perbuatannya sendiri."
7. Surat Luqman, ayat 33: "Hai Manusia hendaklah kamu
takut kepada suatu hari (kiamat) seorang bapak tidak
berkuasa membebaskan anaknya (dari perbuatan anaknya),
seorang anak tak akan berkuasa membebaskan perbuatan
bapaknya."
Ayat-ayat yang saya sebutkan di atas tadi jelas sekali
menunjukkan bahwa seseorang tidak berkuasa menebus dosanya
atau mengambil oper pahala orang lain. Jadi dalam Islam,
tidak ada manusia yang berkuasa menebus dosa, atau seorang
pejabat menebus dosa, perbuatan baik atau jahat harus
ditanggung sendiri oleh yang mengerjakannya. Saya kira sudah
cukup ayat-ayat yang saya sebutkan, tetapi kalau saudara
masih memerlukan, saya akan sebutkan lagi ayat-ayat yang
lain.
AW: Sudah cukup, dan kami sudah mengerti, akan
tetapi kami pernah membaca sebuah kitab yang menyebutkan
sebuah Hadist Nabi Muhammad, yang diriwayatkan oleh Bukhari
dan Muslim yang menerangkan bahwa: "Mayit itu disiksa
lantaran ditangisi oleh familinya." Berdasarkan Hadist
tersebut berarti bahwa siksaan atas mayit itu, disebabkan
perbuatan orang lain, bukan dari perbuatan dirinya sendiri.
Mayit itu disiksa lantaran "perbuatan" tangisnya orang lain.
Kami telah tanyakan kepada beberapa orang yang kami pandang
mengerti tentang agama Islam, dan salah seorang guru agama
Islam mengenal susunan Hadist tersebut memberikan jawaban
bahwa hadist itu benar (sahih), oleh karena yang
meriwayatkan adalah Imam Bukhari dan Imam Muslim.
BM: Hadist Nabi yang saudara bawakan itu
susunannya demikian: "Telah berkata Umar dan Ibnu Umar:
Bersabda Nabi Muhammad SAW. sesungguhnya mayit itu disiksa
lantaran ditangisi oleh keluarganya (riwayat Bukhari dan
Muslim)." Akan tetapi hakekatnya Hadist itu Tidak Sahih,
oleh karena berlawanan dengan ayat-ayat Al-Qur'an. Walaupun
oleh karena saudara yang beragama Kristen, mungkin belum
mengetahui tentang Hadist-hadist Sahih dan Hadist-hadist
Palsu, maka agar saudara yang hadir dipertemuan ini dapat
mengikuti juga, merasa perlu saya terangkan bahwa menurut
kitab-kitab Ushul Fiqih dan kitab Musthalahul Hadist, yang
disebut Hadist Nabi, bukan saja mesti sah riwayatnya malah
mesti beres susunannya dan arti dari pada hadist itu HARUS
tidak berlawanan dengan kitab Al-Qur'an. Dalam riwayat
Bukhari dan Muslim jelas diterangkan demikian. Maksud Hadist
tersebut, tatkala hadist yang menerangkan bahwa mayit itu
disiksa lantaran ditangisi oleh familinya, di dengar oleh
Siti Aisyah (Istri Nabi), maka Siti Aisyah menolak kebenaran
Hadist tersebut. Aisyah berkata: "Cukuplah buat kamu Ayat
Al-Qur'an; Dan tidak berkuasa seseorang menanggung dosa
orang lain.
AW: Nah, kalau begitu Pak Kyai, sekarang kami
telah mengerti bahwa berdasarkan Kitab Bibel sendiri dan
Kitab Al-Qur'an pada hakekatnya dosa waris dan pahala waris
itu tidak ada. Yakni setiap manusia menanggung sendiri
dosanya, dan pahalanya menurut perbuatannya masing-masing.
Ini adil namanya.
BM: Ya, seharusnya begitu; sebagaimana tersebut
dalam kitab Bibel dan Al-Qur'an yang telah kita baca tadi.
Akan tetapi supaya lebih jelas dan tambah meyakinkan
saudara, silahkan saudara periksa di Injil: "Surat kiriman
Rasul Paulus kepada orang Rum Pasal 2 ayat 5 dan 6.
AW: Baik, surat dan ayat ini menyebutkan sebagai
berikut: "Tetapi menurut degilmu dan hati yang tiada mau
bertobat, engkau menghimpunkan kemurkaan keatas dirimu untuk
hari murka dan kenyataan hukum Allah yang adil." "Yang akan
membalas ke atas tiap-tiap orang menurut perbuatan
masing-masing."
BM: Apakah di ayat ini Bibel menerangkan Dosa
Waris.
AW: Tidak, malah sebaliknya setiap orang akan
dibalas menurut amalnya masing-masing.
BM: Periksa lagi Matius pasal 16 ayat 27.
AW: Ayat ini menerangkan/menyebutkan: "Karena anak
manusia akan datang dengan kemuliaan Bapanya beserta dengan
segala malaikatnya; pada masa itu Ia akan membalas kepada
tiap orang menurut perbuatannya."
BM: Apakah di ayat ini Bibel menerangkan Dosa
Waris?
AW: Tidak ada, menurut ayat ini perbuatan dosa dan
perbuatan baik akan ditanggung sendiri, tidak boleh
dibebankan atau diwariskan pada orang lain.
BM: Jadi di Kitab Injil sendiri yang menyebutkan
tidak adanya dosa waris.
AW: Ya, dari mana asalnya ada sebutan dosa waris
itu.
BM: Apakah saudara masih memerlukan penjelasan
lebih lanjut?
AW: Sudah sangat jelas sekali.
BM: Kalau begitu baiklah kita lanjutkan. Di ayat
saudara bacakan tadi ada sebutan "Anak manusia
Bapanya." Silahkan saudara bacakan sekali lagi.
AW: Baik, awal ayat tersebut menyebutkan: "Karena
Anak Manusia akan datang dengan kemuliaan Bapanya..."
BM: Bagaimana menurut pengertian saudara yang
dimaksudkan dengan "Anak Manusia dan Bapanya."
AW: Anak manusia itu tentulah Yesus, sedang Bapa
ialah Tuhan.
BM: Periksa lagi: "Surat kiriman yang kedua kepada
orang Kristen " pasal 5 ayat 10.
AW: Baik ayat ini menyebutkan: "Karena tak dapat
tiada kita sekalian akan jadi nyata dihadapan kursi
pengadilan Kristus, supaya tiap-tiap orang menerima balasan,
sebagaimana yang telah dilakukan oleh tubuh itu, baik atau
jahat."
BM: Ayat Injil sendiri yang menyebutkan, bahwa
setiap orang harus bertanggung-jawab atas perbuatannya
masing-masing, baik maupun jelek, tidak boleh dibebankan
atau diwariskan kepada orang lain.
AW: Berdasarkan ayat-ayat Bibel yang bapak
tunjukkan bahwa perbuatan baik atau jelek seseorang tidak
dapat diwariskan kepada orang lain. Oleh karenanya,
kepercayaan saya kepada dosa waris itu mulai luntur.
BM: Kalau begitu lantas bagaimana dosanya Adam dan
Hawa, apakah dapat diwariskan kepada orang lain, tegasnya
kepada anak cucunya.
AW: Berdasarkan ayat Bibel tersebut di atas tentu
tidak. Jadi dosa yang dilakukan oleh Adam dan Hawa,
seharusnya ditanggung sendiri oleh keduanya, tidak bisa
diwariskan kepada anak cucunya.
BM: Dalam sejarah Agama Kristen kita kenal yang
disebut: "biechten," ialah orang yang berbuat dosa, dan "de
biechtafleggen," ialah orang yang meminta ampun atas
kesalahannya, dan "Biecht-vader," ialah orang-orang yang
diberi wewenang memberi ampun. Setiap orang merasa menyesal
atas kesalahannya dapat menerima ampunan dengan jalan
membeli selembar surat yang menyebutkan bahwa orang yang
berdosa sudah diberi ampun atas dosanya. Surat ampunan itu
disebut "Aflaat-brieven" atau Indul gences, yang artinya
kemurahan Tuhan.
AW: Ya, saya menyadari soal itu, keterangan bapak
memuaskan saya.
BM: Bukan hanya demikian, akan tetapi
Aflaat-brieven itu pada zaman dulu dipropaganda (gepredicht)
di Negara Jerman oleh seorang rabib (nonnik) bernama
"Tetzel" dalam tahun 1517 atas perintah Paus Leo, yang
menjadi Paus pada tahun 1513-1521. Sebahagian dari pada
hasil penjualan Aflaat-brieven itu digunakan untuk pendirian
bangunan gereja "Saint Pieter Kerk" di kota Roma. Terlalu
panjang kalau saya uraikan sejarah pemerintahan gereja di
Eropa pada permulaan abad pertengahan.
AW: Terima kasih, kita lanjutkan saja soal yang
lain, sekarang sudah larut malam, lain kali kami akan datang
lagi.
|