ANCAMAN ISLAM
Mitos atau Realitas

oleh John L. Esposito

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota
| Indeks Antar Agama | Indeks Artikel | Tentang Pengarang |

 

CITRA ISLAM DI EROPA                                   (2/2)
 
Pada  masa  Reformasi,  setelah berabad-abad dalam ketakutan
dan permusuhan, Islam terbukti  merupakan  alat  yang  tepat
dalam  serangan-serangan  polemik  di  antara  kaum Kristen,
lambang bahaya anti-Kristus. Martin Luther memandang  Islam
"dalam   gaya   abad   pertengahan,  sebagai  suatu  gerakan
kekerasan  untuk  melayani  anti-Kristus;  itu  tidak  dapat
diubah  karena  tertutup  bagi  akal; hanya dapat dihentikan
dengan pedang dan bahkan dengan suatu usaha yang sulit."[6]
 
Pada abad-abad berikutnya, Islam terus dipergunakan  sebagai
sesuatu  yang  jelek  bagi  para  penulis yang mengunggulkan
prinsip dan kebajikan Pencerahan.  Fanaticism,  or  Muhammad
the  Prophet  karya  Voltaire  menggambarkan  Nabi  Muhammad
sebagai tiran yang teokratis.  Ernest  Renan,  dalam  sebuah
kuliah  yang  sering  dikutip, mengunggulkan sains dan nalar
serta kemajuan manusia, dengan mengatakan bahwa Islam  tidak
sesuai  dengan  sains, dan bahwa  kaum  Muslim tidak mampu
belajar ataupun membuka diri terhadap gagasan-gagasan baru.[7]
Stereotip  tradisi  agama  yang statis, irasional, tidak ada
kemajuan dan antimodern ini diabadikan oleh para  pakar  dan
teori pembangunan dalam abad ke-20.
 
Walaupun  dunia  Islam dan Kristen sangat membanggakan agama
dan kekayaan tradisi belajar dan peradaban mereka,  dinamika
sejarah  hubungan  Islam-Kristen  kerap menjumpai kedua umat
tersebut  bersaing,   dan   terkadang   terperangkap   dalam
peperangan,  untuk  mendapatkan  kekuasaan,  tanah dan jiwa.
Akibatnya, mereka lebih sering bermusuhan daripada  bersikap
sebagai  sesama  Ahlul  Kitab  yang  berusaha  mematuhi  dan
mengabdi kepada Tuhan mereka. Bagi Kristen,  Islam  terbukti
sebagai  ancaman ganda, baik dalam hal agama maupun politik,
yang sering mengancam untuk menyerang  Eropa,  mula-mula  di
Poitiers  dan  akhirnya  di gerbang Wina. Bukan lelucon jika
beberapa ahli sejarah mengatakan bahwa jika  tentara  Muslim
tidak  dikalahkan  di  Poitiers,  mungkin bahasa Oxford, dan
juga  bahasa  Eropa  sendiri,  adalah  bahasa  Arab!  Gereja
Kristen  yakin  memiliki  kebenaran  dan  ditakdirkan  untuk
mengemban  misi  menyelamatkan  maksud-maksud  kepausan  dan
kerajaan  yang  absah.  Selain  itu,  ia memperkuat perasaan
unggul dan benar yang  memberikan  alasan  bagi  mencemarkan
nama   musuh  secara  religius,  intelektual  dan  kultural.
Sikap-sikap  yang  sama  ini  membuahkan  keberhasilan  bagi
tentara  Muslim  dan  penyebaran  Islam yang cepat oleh para
tentara, pedagang, dan da'i yang lebih  merupakan  tantangan
bagi agama dan kekuasaan Kristen. Kalau sepuluh abad pertama
tampak sebagai pertandingan  yang  tidak  seimbang  di  mana
Kristen lebih sering terkepung, masa awal kolonialisme Eropa
menunjukkan   adanya   pergeseran   kekuasaan:   sejak   itu
kolonialisme  mendominasi  sejarah dan jiwa kaum Muslim, dan
terus   menerus,   dan   kadang-kadang   secara    dramatis,
mempengaruhi  hubungan  antara  Islam dan Barat sampai kini.
Dengan adanya Revolusi Iran tahun 1978-1979 dan  yang  lebih
akhir,   Perang   Teluk   1991,   citra  pejuang  Salib  dan
imperialisme  Barat  tetap  hidup,  suatu  pengalaman   yang
benar-benar  hidup dalam kesadaran dan retorika politik kaum
Muslim. []
 
Catatan kaki:
[6]: Hourani, Europe and the Middle East, hlm. 10.
[7]: Ibid., hlm. 12.


ANCAMAN ISLAM Mitos atau Realitas? (The Islamic Threat: Myth or reality?) John L. Esposito Penerbit Mizan Jln. Yodkali 16, Bandung 40124 Telp. (022) 700931 - Fax. (022) 707038


| Indeks Antar Agama | Indeks Artikel | Tentang Pengarang |
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota

Please direct any suggestion to Media Team