Mitos atau Realitas | |
|
MUHAMMAD: UTUSAN ALLAH (2/2) Muhammad menyeru kepada masyarakat Makkah untuk menyembah Tuhan Yang Satu dan membuang kepercayaan dan perbuatan-perbuatan yang bersilat politeistis. Negeri Arab tak asing terhadap monoteisme. Namun, ketika ada masyarakat Yahudi atau Kristen yang bercampur dengan orang-orang Arab asli yang menganut monoteisme (orang-orang Hanif), serangkaian panjang Tuhan mendominasi masyarakat Arab. Muhammad mengajak orang kembali kepada agama Ibrahim: percaya kepada Tuhan Yang Esa, Yang Menciptakan, Yang Memberi rezeki dan Yang Mengadili seluruh dunia. Muhammad dengan Al-Qurannya mengajarkan bahwa manusia diberi perhitungan dan mereka semua akan diadili dan akhirnya di Hari Pengadilan diberi pahala atau hukuman sesuai dengan apa yang mereka perbuat. Panggilan Islam adalah panggilan untuk berpaling dari jalan kekafiran dan kembali ke jalan yang benar (Syari'ah) atau Hukum Tuhan. Kembali ke jalan yang benar ini berarti menjadi anggota umat yang menyembah Tuhan sebenarnya, Yang Maha Esa, yang melaksanakan kehendak-Nya, yang menciptakan suatu umat bermoral benar. Pesan Al-Quran bukan hanya merupakan perintah agama saja, tetapi juga merupakan suatu tantangan terhadap politik sosial yang ada. Makkah bukan hanya pusat ibadah hati, tetapi juga merupakan pusat perdagangan, yang mengalami perubahan dari masyarakat suku yang semi-Badui ke masyarakat dagang urban. Al-Quran mengajarkan kepatuhan terhadap Tuhan dan RasulNya, persaudaraan antar sesama umat, berzakat kepada orang-orang miskin dan berjuang (jihad) melawan penindasan. Al-Quran mengutuk eksploitasi terhadap orang-orang miskin, anak-anak yatim serta kaum wanita; melarang penyelewengan, penipuan, berbohong, mengadakan perjanjian palsu dalam perdagangan, menghambur-hamburkan kekayaan dan bersikap sombong. Al-Quran juga menjanjikan hukuman yang berat terhadap perbuatan memfitnah, mencuri, membunuh, penggunaan racun, berjudi dan berzina. Pernyataan Muhammad bahwa dirinya nabi, penentangannya terhadap ketidakadilan dalam masyarakat Makkah, dan penegasannya bahwa semua orang yang beriman merupakan satu komunitas universal, meruntuhkan wewenang politik kesukuan. Penolakannya terhadap politeisme benar-benar mengancam kepentingan ekonomi penduduk Makkah yang mengontrol Ka'bah, rumah suci yang menjadi tempat patung-patung sesembahan suku dan merupakan tempat dilakukannya ibadah haji setahun sekali, sumber prestise dan pendapatan keagamaan masyarakat Makkah. Setelah sepuluh tahun, Muhammad merasakan keberhasilan yang terbatas. Jika diukur dengan standar duniawi ia dapat dikatakan gagal. Walaupun dilindungi oleh pamannya yang berpengaruh, Abu Thalib, dan oleh keluarganya, Bani Hasyim, ia sendiri kurang berkuasa dan berwibawa untuk mengatasi penentangan luas dari kaum aristokrat Makkah, yang dipimpin oleh kaum Quraisy, golongan pedagang yang dominan di Makkah. Pada tahun 619, dengan wafatnya sang paman dan istri, Muhammad kehilangan pilar-pilar yang mendukung dan melindunginya, dan menjadi semakin sendiri dan menderita. Kelompok pengikutnya yang hanya sedikit jumlahnya, satu demi satu dibunuh oleh orang-orang Makkah, yang menganggap kerasulan dan pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammad, dengan kecaman-kecamannya yang tidak langsung terhadap status quo politik dan sosial ekonomi, sebagai tantangan terhadap kepemimpinan dan kepentingan mereka. Dengan alasan-alasan inilah ketika ia diundang oleh para pemimpin di kota terdekat, Madinah, sebuah kota oasis pertanian, untuk bertindak sebagai pemimpin di sana, ia dan kelompoknya segera berhijrah pada tahun 622 dan mendirikan sebuah masyarakat Islam (ummah) yang pertama di tempat itu. |
|
|
|
ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota |