Siapa Sebenarnya Juruselamat Dunia?

oleh Yohannes Baptista Sariyanto Siswosoebroto

ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota
| Indeks Antar Agama | Indeks Artikel | Tentang Pengarang |

   Mahasiswa Kateketik
          
   Agama yang benar untuk umat  manusia  ialah  Agama  Katolik,
   demikianlah  pendapatku.  Agama yang mengajarkan cinta kasih
   secara murni dan konsekwens.  Dengan  bekal  keyakinan  yang
   semacam  ini  aku pindah dari Jakarta ke Lampung Ada dua hal
   yang menyenangkan aku pindah ke Lampung. Pertama ialah dekat
   dengan tempat orang tua dan kedua Staf LPKB Lampung semuanya
   part-timer, jadi dengan  kedatanganku  menjadi  satu-satunya
   orang  yang full-timer. Sehingga memang dengan demikian saya
   menjadi orang yang menentukan policy LPKB.
 
   Karena  sering  tugas  luar,  saya  banyak  bergaul   dengan
   masyarakat  luas. Keinginan untuk melaksanakan ajaran Yesus:
   "Pergilah dan  ajarlah  semua  bangsa  menjadi  muridKu  dan
   permandikanlah  mereka  atas  nama  Bapa, dan Putera dan Roh
   Kudus"  menjadi  demikian  bernyala-nyala.   Keinginan   itu
   kulaksanakan  juga  dengan  menyerahkan waktuku untuk maksud
   itu.
 
   Rupanya hal itu menarik perhatian Bapak Uskup  Lampung  Mgr.
   Albertus  Hermelink Gentiaras SCY. Seorang Uskup yang begitu
   rendah hati, bisa dijumpai oleh siapa saja kapan saja.  Jika
   seorang   ingin   menghadap  beliau  tidak  perlu  mendaftar
   terlebih dahulu kepada Sekretaris Keuskupan seperti lajimnya
   dibuat  oleh  kebanyakan  Uskup.  Oleh  beliau  aku kemudian
   dikirim ke Fakultas Pendidikan Kateketik di Madiun di  bawah
   pimpinan  Pastor  Dr.  Paulus  Janssen C.M seorang yang suka
   sekali bekerja keras seorang theolog dan social worker.
 
   Pada waktu aku belum masuk ke Fakultas Pendidikan  Kateketik
   saya  telah  meragukan  2 hal. Yang pertama ialah: Dosa asal
   dan tentang Santo dan &Santa (orang Suci). Bagaimana mungkin
   seorang  yang  baru  lahir  dari  rahim ibunya sudah berdosa
   karena mewarisi dosa asal? Dan bagaimana mungkin  Bapa  Paus
   di  Vatikan  bisa  menetapkan  bahwa  seorang yang meninggal
   dunia bisa ditetapkan sudah masuk surga. Ada juga hal  lain,
   yaitu  tentang api pensucian. Sementara semua agama mengajar
   bahwa hanya ada dua tempat ialah neraka dan  surga  di  alam
   sana,  Gereja  Katolik mengajarkan ada tempat lain ialah api
   pencuci.
 
   Tetapi semua kebimbangan itu  kubiarkan  saja,  karena  saya
   berpendapat  bahwa  dengan  menjadi  Mahasiswa  pada Fakutas
   Pendidikan  Kateketik  keraguan  dan  kebimbangan  itu  akan
   menjadi hilang atau sekurang-kurangnya bahkan menjadi jelas.
 
   Tentang  dosa  asal,  ada dosen yang menjelaskan bahwa semua
   perbuatan orang tua bagaimanapun pasti berakibat pada  anak.
   Misalnya  jika  orang  tuanya  suka pergi ke wanita pelacur,
   maka penyakit yang di derita  bukan  saja  oleh  dia  tetapi
   anak-cucunya   ikut  menanggung  akibatnya.  Hal  itu  untuk
   sementara   cukup   memuaskan   hatiku;    walaupun    dalam
   perkembangan  selanjutnya kebimbangan tentang hal ini muncul
   lagi dan tetap tidak terjawab.
 
   Tentang Santo dan Santa tidak ada  jawaban  yang  memuaskan.
   Yah,  terima begitu saja. Bukankah ada suatu dogma bahwa Sri
   Paus  tidak  bisa  keliru  dalam  menentukan  kaidah  agama.
   Jawaban  itu  bukan  saja  tidak  memuaskan, bahkan keraguan
   bertambah satu, yaitu apakah betul Sri Paus tidak bisa salah
   dalam  memutuskan  kaidah  agama? Hilang satu keraguan yakni
   tentang dosa asal, muncul satu keraguan lain, yaitu  tentang
   ketidak-mungkinan salah dari Sri Paus di Vatikan.
 
   Aku  mulai  banyak mengenal pendeta Protestan. Pada saat itu
   Gereja Katolik, sudah maju dalam hal keinginan untuk ekomune
   (hidup  bersama  dalam  persatuan).  Tetapi  rupanya  Gereja
   Protestan  masih   memandang   dengan   mata   curiga   akan
   keinginan-baik  Gereja  Katolik. Ada memang Gereja Protestan
   yang  sudah  maju,  misalnya  Kristen  Jawa,  tetapi  aliran
   Pantekosta   sukar  sekali  untuk  bisa  mengerti  hal  ini.
   Sehingga dari aliran  Pantekosta  selalu  ada  usaha  supaya
   mendapat   pemeluk   yang   sebanyak-banyaknya.   Sedangkan,
   pandangan Gereja Katolik dan  Kristen  Indonesia  atau  yang
   sejenis,  orang yang sudah mempercayai Kristus- sebagai juru
   Selamat tidak usah ditarik lagi, barlah mereka tetap  tenang
   pada agamanya entah itu Katolik entah itu Protestan.
 
   Perkenalan   dangan   para  Pendeta  menyebabkan  saya  bisa
   menerima pandangan agama Protestan yang wajar tentang  tidak
   adanya  pentahbisan  (pelantikan) Santo-Santa, tentang tidak
   ditekankannya  masalah   dosa   asal.   Dari   mereka   saya
   mendapatkan  buku  Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Saya
   simpan  Kitab  Suci  itu  dengan  nada  agak   takut   sebab
   bagaimanapun  Gereja  Katolik  belum mengijinkan secara luas
   orang  Katolik  menyimpan  buku-buku  Kitab  Suci   terbitan
   Protestan,  bahkan  pendeknya  pada  teorinya  orang Katolik
   dilarang membaca  buku-buku  tanpa  Imprimatur  (persetujuan
   Uskup setempat) dan atau Nihil Obstat (tidak ada keberatan).
 
   Suatu  ketika Rama Janssen yang memberikan kuliah Kitab Suci
   (sebelum  itu  Bruder  Honorius)  memulai  kuliahnya  dengan
   berkata:  "Seperti  kalian  tahu,  bahwa tidak boleh seorang
   Katolik memakai  kitab  Injil  terbitan  Protestan."  Hatiku
   berdebar-debar  juga, jangan jangan kena sanksi administrasi
   saya. Tetapi  beliau  melanjutkan:  "Tetapi  berhubung  dari
   Katolik  sendiri  belum  banyak usaha penerbitan Kitab Suci,
   dan karena Saudara calon Guru Agama yang  harus  lebih  tahu
   dari  pada umat biasa tentang Kitab Suci, maka Saudara perlu
   mempunyai. Untuk memakai buku Injil terbitan Protestan harus
   ada  ijin  dari  Bapak  Uskup  setempat  dalam hal ini Uskup
   Surabaya, Mgr. Drs. J. Kloster  CM.  Saya,  selaku  pimpinan
   Fakultas  atas  nama Bapa Uskup memberikan ijin secara umum,
   khusus kepada para Mahasiswa saya untuk mempergunakan Bijbel
   Protestan." Saya lega sekali. Keesokan harinya teman-temanku
   mencari  Injil  itu  sedang  saya  sendiri   menjadi   bebas
   mengeluarkan Kitab Suci itu.
 
   Yang  saya kagumi dari golongan Protestan ialah mereka dapat
   hafal ayat-ayat Injil itu. Sedang  saya,  calon  Guru  Agama
   Katolik  untuk  mencari  tempat-tempatnya  dalam Injil masih
   merasa sulit. Hal ini juga berlaku untuk semua orang Katolik
   bahkan guru Agamanya juga.
 
   Aku  berpendapat,  bahwa  dengan mempunyai Injil imanku akan
   bertambah kuat, tetapi tidak demikian  halnya.  Dalam  suatu
   tempat  di  dalam  Pe:rjanjian  Lama, sayang saya tidak bisa
   mengingat lagi di mana letaknya dan untuk mencarinya kembali
   ternyata  sulit  sekali,  saya  menemukan: "Bahwa dosa orang
   lain tidak bisa dipertanggung  jawabkan  kepada  orang  lain
   walaupun  itu  anaknya  sendiri." Yah, dengan demikian jelas
   bahwa dosa dan akibat dosa itu berlainan. Akibat  dosa  bisa
   diwariskan  tetapi  dosa  itu sendiri tidak bisa. Umpamanya,
   anak  seorang  pembunuh  dijauhkan   dari   pergaulan   oleh
   kawan-kawannya, tetapi dia sendiri tidak bisa dianggap salah
   karena menjadi anak seorang pembunuh."
 
   Kemudian hal ini di luar waktu kuliah saya  tanyakan  kepada
   Pastor Bartels C.M., beliau hanya menjawalb: " Itu bukan hal
   yang penting. Jika  kau  tidak  percaya  kepada  dosa  asal,
   engkau  engkau  tidak  dosa  dan  tetap  bisa  menjadi orang
   Katolik yang baik." Saya berkata lagi: "Kalau  demikian  apa
   bukan lebih baik saya menjadi Protestan saja, Rama?"
 
   Rama  menjawab:  "Pikiranmu  yang  kacau anggap saja sebagai
   godaan setan, dan sekarang  banyaklah  berdoa  dengan  tekun
   lewat perantaraan bunda Maria."
 
   Dari  akibat  membaca  Bijbel saya mendapatkan hal lain yang
   terasa ganjil. Hal itu ialah silsilah Yesus. Sebaiknya tidak
   usah  saya  kutipkan  Silsilah itu, tetapi saudara buka saja
   Kitab Perjanjian Baru pada  halaman  pertama  Injil  Mateus.
   Setelah  Mateus  memproklamirkan  bahwa  Yesus  adalah  Anak
   Ibrahim, Anak Daud, dan menyuguhkan deretan nama-nama,  maka
   pada akhir    silsilah   itu   Mateus   berkata:      "Yakub
   memperanakkan Yusuf suami Maria, yarng melahirkan Yesus yang
   disebut Kristus." Hal ini saya fikir aneh. Jika Yesus adalah
   putera (keturunan)  Ibrahim,  maka  lebih  tepat  jika  yang
   disebut  keturunan  Ibrahim itu Maria saja, bukan Yusuf yang
   bukan saja Bapa dari jasmani Yesus.
 
   Hal ini saya tanyakan kepada Rama Wignyopranoto C.M.  beliau
   menjawab:  "Orang  Yahudi  itu  garis keturunan adalah garis
   Bapak sehingga  lebih  mudah  jika  yang  disebut  keturunan
   Ibrahim itu Bapanya, bukan Ibunya. Tetapi itu tidak penting,
   yang  penting  YESUS  secara  fakta  sudah  turun  ke  dunia
   menyelamatkan umat manusia. Itu inti iman kita." Jawaban itu
   tidak memuaskan saya, namun kesempatan  tidak  banyak  untuk
   mendiskusikan,  karena  katanya  akan  ada  kesempatan untuk
   mendiskusikannya dalam  pelajaran  yang  akan  datang  waktu
   membicarakan  persoalan itu. Tetapi sampai Rama Wignyo studi
   di Universitas Gregorian di Roma dan sampai saya keluar dari
   pendidikan  itu  tidak ada kesempatan lagi untuk omong-omong
   tentang hal itu.
 
   Tetapi yang lebih mengherankan lagi ialah, saya  mendapatkan
   silsilah  Yesus dalam Injil yang lain, yakni Injil Lukas. Di
   situ dilukiskan bahwa Yesus adalah keturunan Daud dari garis
   Natan yang ke 43, sedang dalam Injil Mateus adalah anak Daud
   yang ke 27 dari garis Sulaiman. Terhadap  ini  belum  pernah
   saya tanyakan.


Siapa Sebenarnya Juruselamat Dunia? Oleh Yohannes Baptista Sariyanto Siswosoebroto Penerbit PERSATUAN Jln. KHA Dahlan 103, Yogyakarta, 1977


| Indeks Antar Agama | Indeks Artikel | Tentang Pengarang |
| ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota |

Please direct any suggestion to Media Team