|
SATU
KLAIM-KLAIM ISRAEL ATAS PALESTINA
Israel mendasarkan klaim-klaimnya untuk mendirikan sebuah
negara di Palestina atas tiga sumber utama: warisan
Perjanjian Lama dari Kitab Injil,1
Deklarasi Balfour yang diumumkan Inggris Raya pada 1917, dan
pembagian Palestina menjadi negara Arab dan negara Yahudi
yang direkomendasikan oleh Majelis Umum PBB pada 1947.
OMONG KOSONG
"Atas dasar hak alamiah dan hak kesejarahan
kita... dengan ini [kami] memproklamasikan
berdirinya sebuah Negara Yahudi di Tanah Israel-Negara
Israel." --Deklarasi Kemerdekaan Israel,
19482
FAKTA
Menurut sejarah, bangsa Yahudi bukanlah penduduk pertama
Palestina, pun mereka tidak memerintah di sana selama masa
pemerintahan bangsa-bangsa lain. Para ahli arkeologi modern
kini secara umum sepakat bahwa bangsa Mesir dan bangsa
Kanaan telah mendiami Palestina sejak masa-masa paling kuno
yang dapat dicatat, sekitar 3000 SM hingga sekitar 1700
SM.3 Selanjutnya
datanglah penguasa-penguasa lain seperti bangsa-bangsa
Hyokos, Hittit, dan Filistin. Periode pemerintahan Yahudi
baru dimulai pada 1020 SM dan berlangsung hingga 587 SM.
Orang-orang Israel kemudian diserbu oleh bangsa-bangsa
Assyria, Babylonia, Yunani, Mesir, dan Syria hingga Hebrew
Maccabeans meraih kembali sebagian kendali pemerintahan pada
164 SM. Tetapi, pada 63 SM Kekaisaran Romawi menaklukkan
Jerusalem dan pada 70 M menghancurkan Kuil Kedua dan
menyebarkan orang-orang Yahudi ke negeri-negeri lain.
Ringkasnya, bangsa Yahudi kuno menguasai Palestina atau
sebagian besar darinya selama kurang dari enam ratus tahun
dalam kurun waktu lima ribu tahun sejarah Palestina yang
dapat dicatat --lebih singkat dibanding bangsa-bangsa
Kanaan, Mesir, Muslim, atau Romawi.4
Komisi King-Crane AS menyimpulkan pada 1919 bahwa suatu
klaim "yang didasarkan atas pendudukan pada masa dua ribu
tahun yang lalu tidak dapat dipertimbangkan secara
serius."5
Pada 14 Mei 1948, sekitar tiga puluh tujuh orang
menghadiri pertemuan Tel Aviv di mana kemerdekaan Israel
dinyatakan sebagai "hak alamiah dan historis." Namun para
kritikus menuduh bahwa aksi mereka tidak mempunyai kekuatan
yang mengikat dalam hukum internasional sebab mereka tidak
mewakili mayoritas penduduk pada waktu itu. Sesungguhnya,
hanya satu orang di antara mereka yang dilahirkan di
Palestina; tiga puluh lima orang berasal dari Eropa dan
seorang dari Yaman. Tegas sarjana Palestina Issa Nakhleh:
"Minoritas Yahudi tidak berhak untuk menyatakan kemerdekaan
suatu negara di atas wilayah yang dimiliki oleh bangsa Arab
Palestina."6
OMONG KOSONG
"'Sertifikat kelahiran' internasional Israel
disahkan oleh janji dalam Kitab Injil."
--AIPAC,*)
19927
FAKTA
Klaim-klaim tentang dukungan ilahiah atas ambisi-ambisi
kesukuan maupun kebangsaan sangat lazim ditemukan di masa
kuno. Bangsa-bangsa Sumeria, Mesir, Yunani, dan Romawi
semuanya menyitir wahyu-wahyu ilahi untuk
penaklukan-penaklukan mereka. Sebagaimana dicatat oleh ahli
sejarah Frank Epp: "Setiap fenomena dan proses kehidupan
dianggap sebagai hasil campur tangan dewa atau dewa-dewa...
bahwa sebuah negeri yang baik telah dijanjikan kepada bangsa
yang lebih baik oleh dewa-dewa yang lebih
tinggi."8 Tidak
ada pengadilan atau badan dunia di masa sekarang ini yang
akan menganggap sah suatu hak pemilikan yang didasarkan atas
klaim yang dinyatakan berasal dari
Tuhan.9 Bahkan
bagi mereka yang mengartikan restu Injil secara harfiah
sebagai restu dari Tuhan, para ahli Injil seperti Dr. Dewey
Beegle dari Wesley Theological Seminary menyatakan bahwa
bangsa Yahudi kuno tidak berhasil mematuhi perintah-perintah
Tuhan dan karenanya kehilangan janji
itu.10
OMONG KOSONG
"Hak [bangsa Yahudi untuk melakukan
restorasi nasional di Palestina] diakui oleh
Deklarasi Balfour." --Deklarasi Kemerdekaan Israel,
194811
FAKTA
Deklarasi Balfour secara sengaja tidak mendukung
pendirian suatu bangsa Yahudi. Deklarasi itu termuat dalam
sebuah surat yang dikirimkan oleh Menteri Luar Negeri
Inggris Arthur James Balfour kepada Lord Rothschild,
presiden Federasi Zionis Inggris, pada 2 November 1917.
Deklarasi itu telah disetujui oleh kabinet Inggris dan
dikatakan: "Pemerintah menyetujui didirikannya sebuah tanah
air bagi bangsa Yahudi di Palestina, dan berusaha
sebaik-baiknya untuk melancarkan pencapaian tujuan ini,
setelah dipahami secara jelas bahwa tidak akan dilakukan
sesuatu yang dapat merugikan hak-hak sipil dan hak-hak
keagamaan komunitas non-Yahudi yang ada di Palestina, atau
hak-hak dan status politik yang dinikmati oleh bangsa Yahudi
di setiap negeri lain."12
Pada 1939 British White Paper secara khusus menyatakan bahwa
Inggris "tidak bermaksud mengubah Palestina menjadi sebuah
Negara Yahudi yang bertentangan dengan kehendak penduduk
Arab di negeri itu."13
OMONG KOSONG
"[Palestina adalah] tanah air tanpa
rakyat bagi rakyat [Yahudi) yang tidak bertanah
air." --Israel Zangwill, Zionis senior, c.
189714
FAKTA
Ketika Deklarasi Balfour diumumkan pada 1917 ada
kira-kira 600.000 orang Arab di Palestina dan kira-kira
60.000 orang Yahudi.15
Lebih dari tiga puluh tahun selanjutnya rasio itu menyempit
ketika imigrasi Yahudi bertambah, terutama akibat adanya
kebijaksanaan anti-Semit Adolf Hitler. Namun, menjelang
akhir 1947 ketika PBB berencana untuk membagi Palestina,
bangsa Arab masih merupakan penduduk mayoritas, dengan
jumlah orang Yahudi mencapai hanya sepertiganya --608.225
orang Yahudi berbanding 1.237.332 orang
Arab.16 Ketika
Max Nordau, seorang Zionis senior dan sahabat Zangwill,
mengetahui pada 1897 bahwa ada penduduk asli Arab di
Palestina, dia berseru: "Aku tidak tahu itu! Kita tengah
melakukan suatu kezaliman!"17
Penduduk Palestina bukan hanya sudah ada di sana, mereka
bahkan telah menjadi masyarakat mapan yang diakui oleh
bangsa-bangsa Arab lainnya sebagai "bangsa Palestina."
Bangsa itu terdiri atas golongan-golongan intelektual dan
profesional terhormat, organisasi-organisasi politik, dengan
ekonomi agraria yang tengah tumbuh dan berkembang menjadi
cikal bakal industri modern.18
Kata ilmuwan John Quigley: "Penduduk Arab telah mapan selama
beratus-ratus tahun. Tidak ada migrasi masuk yang berarti
dalam abad kesembilan belas."19
OMONG KOSONG
"Atas dasar... resolusi Majelis Umum
Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan ini [kami]
memproklamasikan berdirinya sebuah Negara Yahudi di Tanah
Israel --Negara Israel." --Deklarasi Kemerdekaan
Israel, 194820
FAKTA
Hanya karena tekanan kuat dari pemerintahan Truman
sajalah maka Rencana Pembagian PBB diluluskan oleh Majelis
Umum pada 29 November 1947, dengan perolehan suara 33 lawan
13 dan dengan 10 abstain dan 1 absen. Di antara
bangsa-bangsa yang mengalah pada tekanan AS adalah Prancis,
Ethiopia, Haiti, Liberia, Luksemburg, Paraguay, dan
Filipina.21
Mantan Wakil Menteri Luar Negeri Sumner Welles menulis:
"Melalui perintah langsung dari Gedung Putih setiap bentuk
tekanan, langsung maupun tak langsung, dibawa untuk
disampaikan oleh para pejabat Amerika kepada negara-negara
di luar dunia Muslim yang diketahui belum menentukan sikap
atau menentang pembagian itu. Para wakil dan perantara
dikerahkan oleh Gedung Putih untuk memastikan bahwa suara
mayoritas akan terus dipertahankan."22
Rencana pembagian, yang dinamakan Resolusi 181, membagi
Palestina antara "negara-negara Arab dan Yahudi yang merdeka
dan Rezim Internasional Istimewa untuk Kota
Jerusalem."23
Calon Menteri Luar Negeri Israel Moshe Sharett mengatakan
bahwa resolusi itu mempunyai "kekuatan mengikat," dan
Deklarasi Kemerdekaan Israel mengutipnya tiga kali sebagai
dasar kebenaran yang sah bagi berdirinya negara
itu.24 Namun
Majelis Umum, tidak seperti Dewan Keamanan, tidak mempunyai
kuasa lebih dari membuat rekomendasi. Ia tidak dapat
mendesakkan rekomendasi-rekomendasinya, pun
rekomendasi-rekomendasi itu tidak mengikat secara hukum
kecuali untuk masalah-masalah internal
PBB.25
Bangsa Palestina, yang memang berhak, menolak rencana
pembagian itu sebab rencana tersebut memberikan pada bangsa
Yahudi lebih dari separuh Palestina, meskipun dalam
kenyataannya mereka itu hanyalah sepertiga penduduk dan
hanya memiliki 6,59 persen tanah.26
Di samping itu, bangsa Palestina berkeras bahwa Perserikatan
Bangsa-Bangsa tidak mempunyai hak yang sah untuk
merekomendasikan pembagian jika mayoritas penduduk Palestina
menantangnya. Sekalipun demikian, dengan menolak pembagian
tidak berarti bangsa Palestina menolak klaim mereka sendiri
sebagai suatu bangsa merdeka. Yang mereka tentang adalah
negara Yahudi yang didirikan di atas tanah Palestina, bukan
hak orang-orang Yahudi sebagai suatu bangsa.
Pemimpin Yahudi David Ben-Gurion menasihati para
koleganya untuk menerima pembagian itu sebab, katanya pada
mereka, "dalam sejarah tidak pernah ada suatu persetujuan
final --baik yang berkaitan dengan rezim, dengan
perbatasan-perbatasan, dan dengan persetujuan-persetujuan
internasional."27
Salah seorang perintis Zionis besar, Nahum Goldmann,
mengungkapkan sikap pragmatis dengan cara berbeda: "Tidak
ada harapan bagi sebuah negara Yahudi yang harus menghadapi
50 tahun lagi untuk berjuang melawan musuh-musuh
Arab."28
OMONG KOSONG
"Aslinya Palestina mencakup Yordania."
Ariel Sharon, Menteri Perdagangan Israel,
198929
FAKTA
Dalam sejarah panjang Imperium Islam/Usmaniah, Palestina
tidak pernah berdiri sebagai suatu unit geopolitik atau
administratif yang terpisah. Ketika daerah di Laut Tengah
bagian timur antara Lebanon dan Mesir diambil alih oleh
Inggris Raya dari Turki pada akhir Perang Dunia I,
bagian-bagian tertentu dari apa yang disebut Palestina
berada di bawah wilayah administrasi Beirut sementara
Jerusalem menjadi sanjak, sebuah distrik
otonom.30
Daerah di sebelah timur sungai Yordan --Transyordan--
adalah, dalam kata-kata sarjana Universitas Tel Aviv Aaron
Klieman, "sesungguhnya merupakan terra nullius di bawah
kekuasaan bangsa Turki dan dibiarkan tanpa kepastian dalam
pembagian Imperium Usmaniah."31
Dalam memulai mandat di Palestina atas nama Liga
Bangsa-bangsa pada 1922, Inggris mendapatkan Palestina dan
Transyordan ke arah timur hingga Mesopotamia, yang menjadi
Irak. Sekarang wilayah yang sama berarti mencakup Israel,
Yordania, Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Jerusalem. Pada
Desember 1922, Inggris menyatakan pengakuannya atas
"eksistensi suatu Pemerintahan konstitusional yang merdeka
di Transyordan." Dan pada 1928 dinyatakan secara khusus
bahwa Palestina adalah daerah di sebelah barat sungai
Yordan.32 Hanya
di Palestina sajalah Inggris beranggapan bahwa janjinya
dalam Deklarasi Balfour dapat diterapkan untuk membantu
mendirikan suatu tanah air Yahudi.
Catatan kaki:
1 Lihat, misalnya, Kitab
Kejadian 15:18, 'Pada hari itu Tuhan membuat perjanjian
dengan Ibrahim melalui firman, 'Untuk keturunanmu Aku
berikan tanah ini, dari sungai Mesir hingga sungai besar,
sungai Efrat.'"
2 Ben-Gurion, Israel, 80.
Teks deklarasi itu dicetak kembali di hlm. 79-81.
3 Bright, A History of
Israel, 17-18. Lihat juga Nakhleh, Encyclopedia of the
Palestine Problem, 953-70.
4 Epp, Whose land is
Palestine?, 39-40. Juga lihat The New Oxford Annotated
Bible, 1549-50; Beatty, Arab and Jew in the Land of Canaan,
85.
5 Grose, Israel in the
Mind of America, 88-89. Kutipan-kutipan dari laporan Komisi
King-Crane terdapat dalam Khalidi, From Haven to Conquest,
213-18, dan Laqueur dan Rubin, The Israel-Arab Reader,
34-42.
6 Nakhleh, Encyclopedia
of the Palestine Problem, 4.
*) AIPAC adalah
American Israel Public Affairs Committe, lobi utama yang
mendukung Israel di Amerika Serikat
7 Bard dan Himelfarb,
Myths and Facts, 1.
8 Epp, Whose Land Is
Palestine?, 38, 41.
9 Guillaume, Zionists and
the Bible, 25-30, dicetak ulang dalam Khalidi, From Haven to
Conquest. Lihat juga Nakhleh, Encyclopedia of the Palestine
Problem, 953-70.
10 Dewey Beegle,
wawancara dengan penulis, 12 Januari 1984.
11 Ben-Gurion, Israel,
80.
12 Sanders, The High
Walls of Jerusalem, 612-13.
13 Sachar, A History of
Israel, 222.
14 Dikutip dalam Elon,
The Israelis, 149.
15 Palestine: Blue
Book, 1937 (Jerusalem: Government Printer, 1937), dikutip
dalam Epp, Whose Land Is Palestine?, 144. Lihat juga
Khalidi, From Haven to Conquest, Lampiran 1.
16 Perserikatan
Bangsa-Bangsa, laporan subkomite kepada Komite Khusus untuk
Palestina, A/AC al/32, dicetak ulang dalam Khalidi, From
Haven to Conquest, 675.
17 Sachar, A History of
Israel,163.
18 Said et al., "A
Profile of the Palestinian People," dalam Said dan Hitchens,
Blaming the Victimis,135-37.
19 Quigley, Palestine
and Israel, 73. Lihat juga Khalidi, Before Their Diaspora;
Nakhleh, Encyclopedia of the Palestine Problem, terutama Bab
1 dan Bab 2.
20 Ben-Gurion, Israel,
80.
21 Sheldon L. Richman,
"'Ancient History': U.S. Conduct in the Middle East since
World War II and the Folly of intervention," pamflet Cato
Institute, 16 Agustus 1991.
22 Welles, We Need Not
Fail, dikutip dalam ibid. Lihat juga Muhammad Zafrulla Khan,
"Thanksgiving Day at Lake Success, November 17, 1947;"
Carlos P. Romulo, "The Philippines Changes Its Vote;" dan
Kermit Roosevelt, "The Partition of Palestine: A Lesson in
Pressure Politics," semuanya dalam Khalidi, From Haven to
Conquest, 709-22, 723-26, 727-30, secara berturut-
turut.
23 Teks Resolusi 181
(II) terdapat dalam Tomeh, United Nations Resolutions on
Palestine and the Arab-Israeli Conflict, 1: 4-14.
24 Mallison dan
Mallison, The Palestine Problem in International Law and
World Order, 171.
25 Quigley, Palestine
and Israel, 47.
26 Cattan, Palestine,
the Arabs, and Israel, 29; John Ruedy, "Dinamics of Land
Alienation," dalam Abu-Lughod, Transformation of Palestine,
125, 134; Said, The Question of Palestine, 98.
27 David Ben-Gurion,
War Diaries, dikutip dalam Flapan, The Birth of Israel,
13.
28 Findley, They Dare
to Speak Out, 273.
29 Sharon, Warrior,
246.
30 Ibrahim Abu-Lughod,
"Territorially-based Nationalism and the Politics of
Negation" dalam Said dan Hitchens, Blaming the Victims,
195.
31 Klieman, Foundations
of British Policy in the Arab World, 68.
32 Ibid., 234-35. Lihat
juga Fromkin, A Peace to End All Peace, 560.
|