ENAM
RESOLUSI PBB 242
Dikeluarkannya Resolusi 242 oleh Dewan Kemanan PBB pada
22 November 1967, merupakan suatu prestasi diplomatik dalam
konflik
Arab-Israel.1
Resolusi itu menekankan "tidak dapat diterimanya perebutan
wilayah melalui perang" dan memuat rumusan yang sejak itu
mendasari semua inisiatif perdamaian --tanah bagi
perdamaian. Sebagai ganti ditariknya pasukan dari wilayah
Mesir, Yordania, dan Syria yang direbut dalam perang 1967,
Israel diberi janji perdamaian oleh negara-negara Arab.
Resolusi itu menjadi landasan bagi penyelenggaraan
pembicaraan-pembicaraan damai antara Israel dan
negara-negara Arab yang dimulai di Madrid, Spanyol, pada
1991.
OMONG KOSONG
"Baik dokumen internasional ini [gencatan
senjata 1949 antara Israel dan Yordania] maupun Resolusi 242
tidak menjadi penghalang bagi klaim dasar Rakyat Yahudi
bahwa Tanah Israel secara sah dimiliki oleh Rakyat
Yahudi." --Menachem Begin, perdana menteri
Israel,
19772
FAKTA
Konfrontasi besar mengenai penafsiran tentang Resolusi
242 Dewan Keamanan PBB pecah antara Amerika Serikat dan
Israel setelah Menachem Begin berkuasa pada 1977. Meskipun
pemerintahan Israel sebelumnya menerima dapat diterapkannya
resolusi itu pada semua wilayah --Sinai, Tepi Barat,
termasuk Jerusalem Timur milik Arab, Gaza, dan Dataran
Tinggi Golan-- Begin berargumen bahwa resolusi itu tidak
mencakup Tepi Barat milik Yordania, atau Judea dan Samaria,
sebagaimana dia selalu menyebutnya. Ketika Begin
pertama-tama menyatakan secara terbuka bahwa Resolusi 242
tidak membatalkan klaim Israel atas Tepi Barat, Kementerian
Luar Negeri AS segera menanggapi dengan pernyataan terbuka:
"Kami beranggapan bahwa resolusi ini berarti penarikan
mundur pada ketiga garis depan dalam pertikaian Timur
Tengah... Ini berarti bahwa tidak ada wilayah termasuk Tepi
Barat yang secara otomatis dilepaskan dari pokok-pokok yang
harus
dirundingkan."3
Sebuah telaah Kementerian Luar Negeri pada 1978 mengenai
masalah itu, yang dibuat setelah Begin tetap mempertahankan
penafsiran uniknya, menyimpulkan: "Kami telah meriset
catatan-catatan mengenai perundingan-perundingan terbuka dan
tertutup yang menyebabkan diterimanya Resolusi 242, dan
penjelasan-penjelasan tentang pemungutan suara dalam
penerimaannya, dan kami berkesimpulan bahwa tidak ada
keraguan sama sekali bahwa para anggota Dewan, dan Israel...
mempunyai inti pemahaman yang sama bahwa prinsip penarikan
itu berlaku untuk ketiga garis
depan."4
Pendapat ini di kemudian hari didukung secara otoritatif
oleh pengarang resolusi, Lord Caradon dari Inggris, yang
menulis: "Resolusi ini memerintahkan penarikan mundur dari
wilayah-wilayah pendudukan. Persoalannya adalah
wilayah-wilayah mana yang diduduki. Sama sekali tidak ada
keraguan dalam persoalan ini. Adalah suatu kenyataan yang
sangat jelas bahwa Jerusalem Timur, Tepi Barat, Gaza, Golan,
dan Sinai diduduki dalam konflik tahun 1967; penarikan dari
wilayah-wilayah pendudukan itulah yang ditetapkan dalam
Resolusi itu."5
Para pejabat AS telah berkali-kali mengulangi pernyataan
ini secara terbuka. Pada Juni 1977, pemerintahan Carter
mengeluarkan pernyataan tentang pandangan-pandangannya
mengenai unsur-unsur dari suatu perdamaian komprehensif.
Pernyataan itu secara jelas menyatakan bahwa Israel, "dalam
ketentuan Resolusi 242, untuk mengembalikan... perdamaian,
jelas harus menarik diri dari wilayah-wilayah yang diduduki.
Kami berpendapat resolusi itu berarti penarikan dari ketiga
garis depan yaitu, Sinai, Golan, Tepi Barat-Gaza... Tidak
ada wilayah, termasuk Tepi Barat, yang secara otomatis tidak
termasuk pokok-pokok yang akan
dirundingkan."6
Lebih dari satu dasawarsa kemudian, Menteri Luar Negeri
George Shultz berkata: "Ketetapan-ketetapan Resolusi 242
berlaku untuk semua garis
depan."7
OMONG KOSONG
"[Resolusi PBB 242] berbicara tentang
penarikan dari wilayah-wilayah pendudukan tanpa
mendefinisikan ruang lingkupnya." --Arthur Goldberg,
duta besarAS untuk PBB,
19738
FAKTA
Terdapat makna ganda yang disengaja dalam Resolusi 242.
Yakni dalam frasa yang mengatakan "dari wilayah-wilayah" dan
bukannya "semua" wilayah. Tujuan dari frasa itu adalah
memungkinkan dibuatnya penyesuaian-penyesuaian perbatasan
yang akan meralat jalur-jalur zigzag yang ditinggalkan
menjelang akhir pertempuran pada 1948. Jerusalem Timur milik
Arab tidak secara spesifik disebutkan dalam resolusi
melainkan dianggap oleh semua negara kecuali Israel sebagai
yang termasuk dalam paragraf pembukaan yang menekankan
"tidak dapat diterimanya perebutan wilayah melalui
perang."9
Meskipun terdapat makna ganda, Raja Hussein dari Yordania
berulang kali meyakinkan para pejabat tinggi AS pada
hari-hari sebelum dikeluarkannya resolusi itu bahwa yang
diharapkan hanyalah perubahan-perubahan kecil dalam wilayah
itu dan bahwa setiap perubahan akan berlaku timbal balik.
Sebagaimana dijelaskan oleh Menteri Luar Negeri Dean Rusk
kepada Hussein pada 6 November, enam hari sebelum
dikeluarkannya resolusi: "Amerika Serikat siap mendukung
dikembalikannya sebagian besar dari Tepi Barat kepada
Yordania dengan penyesuaian-penyesuaian perbatasan, dan akan
menggunakan pengaruhnya untuk mendapatkan kompensasi bagi
Yordania atas setiap wilayah yang harus dilepaskannya."
Sebagai ilustrasi, Rusk mengatakan kepada Hussein bahwa jika
Yordania melepaskan sedikit wilayah antara Jerusalem dan Tel
Aviv yang dikenal sebagai Latrun Salient, "Amerika Serikat
akan menggunakan pengaruh diplomatik dan politiknya untuk
mendapatkan akses bagi Yordania ke sebuah pelabuhan Laut
Tengah di Israel sebagai kompensasi." Hussein menerima
jaminan yang sama dari Presiden Johnson dan Duta Besar AS
Arthur
Goldberg.10
Semua pemerintahan sejak Johnson telah mengulangi jaminan
itu kepada Raja Hussein. Misalnya, pada Januari 1983 menteri
luar negeri pemerintahan Reagan, George Shultz, menulis
dalam sebuah surat untuk Hussein bahwa "sesuai dengan
Resolusi 242, Presiden percaya bahwa wilayah tidak boleh
direbut lewat perang. Namun beliau juga percaya bahwa
Resolusi 242 memang, memungkinkan perubahan-perubahan dalam
perbatasan yang ada sebelum Juni 1967, namun hanya jika
perubahan-perubahan semacam itu disetujui oleh kedua belah
pihak." Shultz menambahkan bahwa "Amerika Serikat menganggap
Jerusalem Timur [milik Arab] sebagai bagian dari wilayah
pendudukan."11
Baru dalam pemerintahan Bush, Amerika Serikat mulai
menepati janjinya untuk mendukung resolusi dengan tindakan.
Pada awal 1992, Bush menolak memberi Israel $10 milyar dalam
bentuk jaminan pinjaman kecuali jika Israel berjanji akan
menghentikan sama sekali seluruh aktivitas pemukiman di
wilayah-wilayah pendudukan dan mau berunding mengenai
landasan Resolusi
242.12 Namun,
di tengah kampanye kepresidenan tahun 1992 dan berkuasanya
Yitzhak Rabin, Bush melunak dan menyerahkan jaminan itu,
dengan meniadakan hampir semua syarat.
OMONG KOSONG
"[Resolusi PBB 242] memerlukan
perundingan-perundingan antara kedua belah pihak."
--Yitzhak Rabin, perdana menteri Israel,
197913
FAKTA
Tidak ada disebut-sebut tentang perundingan-perundingan
langsung dalam resolusi itu atau perlunya diadakan
perundingan-perundingan sebelum ditariknya pasukan Israel.
Dalam Resolusi itu hanya dinyatakan "meminta Sekretaris
Jenderal untuk menunjuk seorang wakil khusus untuk pergi ke
Timur Tengah guna menjalin dan menjaga kontak dengan
negara-negara yang berkepentingan, untuk mencapai
persetujuan dan membantu usaha-usaha mencari penyelesaian
damai dan dapat diterima sesuai ketentuan-ketentuan dan
prinsip-prinsip dalam resolusi ini."
Para pejabat AS diam-diam setuju dengan Israel bahwa
harus diadakan perundingan-perundingan untuk mengawali
penarikan Israel dari wilayah-wilayah yang direbut dalam
perang. Tapi persepsi mereka tentang perundingan-perundingan
itu sangat berbeda dari keyakinan Israel di kemudian hari.
Para pejabat AS secara naif beranggapan bahwa begitu
resolusi PBB diterima, hanya perundingan-perundingan teknis
dan singkat sajalah yang diperlukan antara Israel dan
tetangga-tetangga Arabnya untuk melaksanakan rincian-rincian
dari penarikan Israel. Mereka meyakinkan negara-negara Arab
bahwa demikianlah permasalahannya, dan negara-negara Arab
selanjutnya berkeras bahwa Israel harus menarik diri tanpa
syarat. Namun Israel berkeyakinan bahwa
perundingan-perundingan itu harus mencakup semua aspek dari
penarikan dan perdamaian, termasuk penempatan kembali bukan
hanya para pengungsi Palestina melainkan para pengungsi
Yahudi dari negara-negara Arab
juga.14
Karena masalah khusus menyangkut perundingan-perundingan
pendahuluan itulah maka Israel mogok melaksanakan resolusi
selama enam tahun. Amerika Serikat berulang kali mendesak
Israel untuk menarik diri tanpa perundingan-perundingan
terinci tetapi Israel menolak, dan mendesak diadakannya
perundingan-perundingan langsung. Pada 9 Juni 1970, Menteri
Luar Negeri William Rogers mengecam pendirian Israel dengan
mengatakan: "Israel harus menjelaskan bahwa ia menerima
prinsip penarikan sebagaimana dinyatakan dalam resolusi
Dewan Keamanan bulan November 1967 dan bahwa ia tidak lagi
mendesakkan rumusan 'perundingan-perundingan langsung tanpa
prasyarat.'"15
Namun Israel menolak.
Perang pecah pada 1973 ketika Mesir dan Syria berusaha
mendobrak kemacetan diplomatik dengan serangan militer atas
wilayah Arab yang dikuasai Israel. Masalah
perundingan-perundingan awal akhirnya terselesaikan pada
akhir perang 1973 dengan keluarnya Resolusi PBB 338, yang
menyatakan bahwa "perundingan-perundingan akan dimulai oleh
kedua belah pihak yang berkepentingan dengan dukungan
selayaknya demi tercapainya perdamaian yang adil dan abadi
di Timur
Tengah."16
Tetapi, setelah memenangkan soal itu, Israel lantas mulai
berkeras bahwa penarikan tidak berarti dari semua garis
depan. Ia tetap mempertahankan penafsiran unik atas Resolusi
242 itu hingga hari ini.
Catatan kaki:
1 Teks resolusi itu
terdapat dalam Tomeh, United Nations Resolutions,
1:143. Juga lihat Rafael, Destination Peace, 198;
Brecher, Decisions in Israel's Foreign Policy,
487-90.
2 Medzini, Israel's
Foreign Relations, 4:14. Sebuah telaah dari Kementerian
Luar Negeri AS menyatakan tentang komentar Begin: "Dalam
sebuah wawancara televisi Israel pada 23 Juni [1977], Begin
menyatakan bahwa tidak ada kontradiksi antara desakan Israel
atas haknya untuk mempertahankan Tepi Barat secara permanen
dan Resolusi 242." Noring dan Smith, "The Withdrawal Clause
in UN Security Council Resolution 242 of 1967" (Februari
1978): 47. Telaah Noring dan Smith tetap digolongkan
rahasia/NODIS ("no distribution") namun banyak sekali
dikutip dalam Neff, Warriors for Jerusalem, Bab 25,
"Passage of U.N. Resolution 242." Teks itu terdapat dalam
Medzini, Israel's Foreign Relations, 4:15-16.
3 Noring dan Smith,
"The Withdrawal Clause," 47.
4 Ibid., 53-54.
5 Lord Caradon et al.,
UN Security Council Resolution 242 (Washington,
D.C.,: Georgetown University, 1981), 9.
6 Teks ini terdapat
dalam Kementerian Luar Negeri AS, American Foreign
Policy 1977-1980, 617-18, dan New York Times, 28
Juni 1977. Juga lihat Quandt, Camp David, 73.
7 Boudrealt et al, U.S.
Official Statements Regarding UN Resolution 242
(Washington, D.C.: The Institute for Palestine Studies,
1992), 129.
8 Bard dan Himelfarb,
Myths and Facts, 67.
9 Lihat Mallison,
The Palestinian Problem in International Law and World
Order, 220.
10 Noring dan Smith,
"The Withdrawal Clause," 12-13, dikutip dalam Neff,
Warriors for Jerusalem, 342.
11 Neff, Warriors
for Jerusalem, 349.
12 New York
Times, 25 Februari 1992.
13 Rabin, The
Rabin Memoirs, 137.
14 Lihat "Saunders to
W.W. Rostow, memorandum rahasia, 'Eshkol's Knesset Speech
Yesterday,' 31 Oktober 1967," dan dokumen-dokumen lain yang
dikutip dalam Neff, Warriors for Jerusalem, 338-39.
15 Boudrealt et al.,
U.S. Official Statements Regarding UN Resolution
242,122.
16 Teks itu terdapat
dalam Tomeh, United Nations Resolutions, 1: 151.
|