|
DUA BELAS
WARGA NEGARA ISRAEL KETURUNAN PALESTINA
Warga negara keturunan Palestina menjadi kelompok
minoritas yang cukup besar di negara Israel. Pada 1992
terhitung ada sekitar 800.000 jiwa atau setara dengan 18
persen dari seluruh penduduk Israel.1
Secara resmi, orang-orang keturunan Palestina adalah warga
negara Israel. Namun dalam prakteknya mereka hanya menikmati
sedikit saja dari fasilitas-fasilitas sebagai warga negara
dan mengalami diskriminasi dalam sejumlah aturan yang
memberikan hak-hak tertentu pada orang-orang
Yahudi.2 Tidak
ada pemerintah Israel, baik yang dipimpin oleh Partai Likud
maupun Partai Buruh, yang pernah memberikan persamaan hak
pada para warga negara keturunan Palestina.
OMONG KOSONG
"Negara [Israel] tidak akan menjadi
Yahudi dalam arti bahwa para warga negara Yahudinya akan
mempunyai hak-hak lebih banyak dibanding rekan-rekan
non-Yahudi mereka." --Pernyataan Agen
Yahudi,19473
FAKTA
Sebuah catatan sejarah yang banyak dipuji mengenai bangsa
Palestina dan Israel yang terbit pada 1949 menyimpulkan:
"Dalam prakteknya... para warga negara Israel keturunan
Palestina selalu mengalami diskriminasi sistematis dan
meluas. Mengatakan, sebagaimana dilakukan oleh beberapa
orang Israel pendukung perdamaian, bahwa dikriminasi ini
merupakan masalah sosial dan ekonomi, berarti mengabaikan
kenyataan bahwa ini pada dasarnya adalah masalah politik.
Ini adalah masalah kekuasaan... Orang-orang Palestina tidak
pernah mendapatkan kekuasaan politik dan tidak mempunyai
prospek di masa depan yang dekat ini untuk mendapatkannya.
Meskipun beberapa orang telah memainkan peranan sebagai
anggota-anggota terpilih dari partai-partai politik Zionis,
mereka tidak pernah diberi otoritas ministerial atau
kekuasaan partai sepenuhnya. Peranan mereka hanya sebagai
pajangan, untuk memberikan kredibilitas bagi suara-suara
Arab dan untuk memberi kesan dijalankannya demokrasi penuh.
Bagi orang-orang Palestina, itu adalah demokrasi tanpa
isi."4
Diskriminasi sudah dimulai begitu Israel berdiri.
Perang 1948 meninggalkan 160.000
orang Arab di dalam negara Israel, suatu minoritas yang
setara dengan 12,5 persen dari jumlah penduduk negeri baru
itu pada akhir 1949 --menjadi orang asing di tanah air
mereka sendiri.5
Namun mereka tidak aman dari tindak pengusiran. Beribu-ribu
orang Palestina secara selektif dikeluarkan dari negeri itu.
Hingga 1950 Israel telah mengusir 14.000 penduduk Palestina
di Majdal untuk mendirikan kota baru Yahudi
Ashkelon.6
Orang-orang Palestina yang tetap tinggal di
perbatasan-perbatasan Israel yang terus meluas dengan
sendirinya menjadi warga negara Israel, meskipun dengan
status kelas dua yang sangat jelas. Warga negara Israel
keturunan Palestina tunduk pada Hukum (Darurat) Pertahanan
Israel, yang dengan itu mereka akan diadili dengan
pengadilan militer dan bukan pengadilan sipil, sangat
dibatasi dalam gerak-gerik mereka, terancam pengusiran dan
penahanan kota tanpa upaya banding, dilarang mengadakan aksi
politik, dipaksa tunduk pada penyensoran atas koran-koran
dan buku-buku teks mereka, dan sangat dibatasi untuk
mendapatkan izin mendirikan bangunan.7
Orang-orang Arab warga negara Israel tetap tunduk pada
peraturan militer hingga 1966, ketika Knesset akhirnya
menghapuskan hukum istimewa bagi
mereka.8 Tetapi
banyak di antara peraturan-peraturan restriktif dari Hukum
(Darurat) Pertahanan tetap diterapkan dalam bentuk-bentuk
lain dan terus diberlakukan terhadap orang-orang Arab Israel
hingga hari ini.9
OMONG KOSONG
"Satu-satunya perbedaan hukum antara warga
negara Israel keturunan Yahudi dan keturunan Arab adalah
bahwa yang terakhir ini tidak diwajibkan untuk mengabdi
pada angkatan bersenjata Israel."
--AIPAC,199210
FAKTA
Ketika orang-orang Israel mengatakan bahwa warga negara
Israel keturunan Palestina tidak diwajibkan mengabdi pada
angkatan bersenjata, mereka sebenarnya sedang berusaha
menutup-nutupi kenyataan bahwa orang-orang itu tidak
diizinkan untuk mengabdikan diri. Dengan tidak diizinkan
mengabdi pada angkatan bersenjata Israel, orang-orang
Palestina itu kehilangan seluruh keuntungan sosial yang
didapatkan oleh para veteran seperti perumahan, pelayanan
sosial, dan subsidi-subsidi lainnya.11
Diskriminasi terhadap orang Palestina yang hidup di
Israel sangat mendalam dan mewabah, dan hal itu terwujud
dalam hukum-hukum dan peraturan-peraturan pemerintahan
Israel.12
Contoh yang paling gamblang dari diskriminasi ini adalah
fakta bahwa tidak ada orang Palestina yang mempunyai hak
dasar untuk kembali ke tanah airnya sementara setiap orang
Yahudi di sembarang tempat di dunia ini bisa memperoleh
kewarganegaraan otomatis di Israel di bawah Hukum Kembali
tahun 1950.13
Contoh lainnya adalah bahwa orang-orang Palestina harus
membawa kartu identitas yang menunjukkan bahwa pembawanya
bukan seorang Yahudi. Di bawah Hukum Kebangsaan tahun 1952,
"kebangsaan Yahudi" memberikan kewarganegaraan Israel secara
otomatis kepada semua orang Yahudi di mana saja. Namun hukum
tersebut menerapkan aturan-aturan kewarganegaraan dengan
cara amat ketat orang-orang non-Yahudi sehingga banyak orang
Palestina tidak diterima sebagai warga negara meskipun
keluarga mereka telah hidup di Palestina dari generasi ke
generasi. 14
Hukum lain yang dikeluarkan pada 1952, Hukum (Status)
Agen Yahudi-Organisasi Zionis Dunia, mengesahkan
keuntungan-keuntungan ekonomi, politik, dan sosial khusus
bagi orang-orang Yahudi saja. Hukum itu memberikan hak
eksklusif bagi orang-orang Israel atas "kebangsaan Yahudi,"
termasuk hak untuk membeli tanah. Lembaga-lembaga Yahudi
seperti Dana National Yahudi dilarang oleh hukum untuk
menjual tanah di Israel kepada orang-orang non-Yahudi dan
diwajibkan untuk mempertahankan seluruh tanah "bagi seluruh
rakyat Yahudi."15
Hukum itu juga menegaskan bahwa negara Israel menganggap
dirinya sebagai ciptaan seluruh rakyat Yahudi dan bahwa
karena itu pintu-pintunya terbuka bagi semua orang
Yahudi.16
Hukum-hukum lain yang menerapkan diskriminasi terhadap
orang-orang Arab termasuk seperangkat peraturan untuk
mengambil alih kekayaan Arab: Hukum Pendaftaran Kekayaan di
Masa Darurat (1949), Hukum Kekayaan Orang yang Tidak Hadir
(1950), dan Hukum Perolehan Tanah (1953). Di bawah hukum
tahun 1953 saja, sekitar satu juta acre tanah yang dimiliki
oleh 18.000 orang Palestina telah
disita.17
Wartawan Israel Moshe Keren dari harian berbahasa Ibrani Tel
Aviv, Ha'aretz, menyamakan hukum-hukum tanah dan
penyitaan tanah itu dengan "perampokan besar-besaran dengan
kedok hukum. Beratus-ratus ribu dunam direbut dari
kalangan minoritas Arab."18
Begitu tanah berhasil didapatkan oleh negara atau Dana
Nasional Yahudi, satu badan di bawah Agen Yahudi-Organisasi
Zionis Dunia, tanah tersebut tidak dapat dijual atau
dipindahkan haknya dengan cara apa pun, yang berarti bahwa
tanah itu "selamanya" berada dalam jaminan untuk rakyat
Yahudi. Sebuah "perjanjian" pada 1961 antara lembaga itu
dengan pemerintah menggambarkan fungsi dana tersebut sebagai
"pemberi manfaat pada orang-orang dengan agama, ras, atau
asal-usul Yahudi." Secara bersama-sama, lembaga dan negara
menguasai 93 persen dari tanah di dalam negeri Israel pada
awal 1990-an, sebagian besar di antaranya disita dari
orang-orang Palestina. Ketika diketahui bahwa beberapa orang
Yahudi menyewakan lagi tanahnya pada orang-orang Palestina,
hukum lain dikeluarkan pada 1967, yaitu Hukum Pemukiman
Pertanian, yang melarang penyewaan tanah tanpa izin dari
menteri pertanian. Orang-orang Palestina dengan demikian
semakin dibatasi tempat tinggal atau tempat menjalankan
usahanya-dan terus demikian.19
Sebagaimana dilaporkan oleh Dani Rubinstein, wartawan
Israel mengenai permasalahan Arab untuk harian berbahasa
Ibrani Davar, pada 1975: "Kebijaksaan resmi terhadap
orang-orang Arab Israel dari dulu hingga kini adalah tidak
mengizinkan mereka melakukan akitivitas dalam suatu kerangka
politik, sosial, atau ekonomi yang mandiri dan bersifat
Arab."20
OMONG KOSONG
"Negara Israel... akan menjamin kesamaan
penuh dalam hak-hak sosial dan politik untuk semua
warganegaranya, tanpa membedakan keyakinan, ras, atau
jenis kelamin." --Deklarasi Kemerdekaan Israel,
194921
FAKTA
Meskipun Deklarasi Kemerdekaan Israel menjanjikan
kesamaan bagi semua warga negara, dokumen yang sama
menyatakan bahwa Israel adalah "sebuah negara Yahudi...
terbuka bagi imigrasi Yahudi" dan mengundang semua orang
Yahudi di seluruh dunia "untuk menyatukan kekuatan dengan
kami." Dari tahun ke tahun, hukum-hukum Israel semakin
menekankan ciri khas Yahudi dari negara itu. Misalnya,
sebuah hukum pada 1985 menyatakan bahwa seseorang tidak
dapat memangku jabatan publik jika dia menolak "eksistensi
Negara Israel sebagai negara bagi bangsa
Yahudi."22
Hukum Bendera dan Lencana 1949 mengamanatkan Bintang David
sebagai bendera Israel untuk mencerminkan "identifikasi
antara negara baru dan bangsa Yahudi" dan menorah,
kandelabra Yahudi, sebagai lencana
negara.23
Akibat hukum-hukum yang bersifat eksklusif itu, wartawan
New York Times David Shipler melaporkan pada 1983 bahwa
orang-orang Palestina menjadi "orang asing di tanah air
mereka sendiri" yang tidak "sepenuhnya menjadi bagian dari
sebuah bangsa yang dianggap sebagai negara
Yahudi."24
Sebagaimana pernah dikatakan oleh mantan menteri luar negeri
Yigal Allon: "Adalah penting untuk menyatakan secara
terbuka: Israel adalah sebuah negara Yahudi dengan
kebangsaan tunggal. Kenyataan bahwa kelompok minoritas Arab
hidup di dalam negeri itu tidak lantas menjadikannya sebuah
negara multi kebangsaan."25
Bukti publik yang paling dramatis dari diskriminasi resmi
Israel terhadap orang-orang Palestina muncul pada 1976 dalam
suatu dokumen yang disebut Laporan Koenig, sesuai dengan
nama pengarangnya, Israel Koenig, komisaris Distrik Utara
(Galilee) dari Kementerian Dalam Negeri. Laporan panjang itu
memperingatkan berkembangnya nasionalisme Palestina dan
menyarankan sejumlah cara untuk menghalangi orang-orang
Palestina warga negara Israel itu. Ini termasuk meneliti
"kemungkinan menipiskan konsentrasi-konsentrasi penduduk
Arab yang ada;" "memberikan pelayanan istimewa [dalam
sektor ekonomi, termasuk pekerjaan] kepada
kelompok-kelompok atau individu-individu Yahudi dan bukan
pada orang-orang Arab;" mendorong para mahasiswa Arab untuk
mengikuti pelajaran-pelajaran ilmiah yang sulit sebab
"pelajaran-pelajaran ini akan menyisakan waktu lebih sedikit
untuk mengurusi nasionalisme dan akan membuat angka putus
sekolah lebih tinggi;" dan mendorong para mahasiswa Arab
agar belajar di luar negeri "sementara membuat upaya untuk
kembali dan mendapatkan pekerjaan menjadi lebih
sulit-kebijaksanaan ini sangat tepat untuk mendorong
imigrasi mereka."26
Pemerintah mengumumkan bahwa laporan itu merupakan
pendapat pribadi seseorang dan bukan kebijaksanaan resmi,
suatu klaim yang secara umum tidak diterima oleh orang-orang
Arab atau para pengamat lainnya.27
Sebagai bukti, para pengecam kebijaksanaan itu mencatat
bahwa Koenig tetap memegang jabatannya sebagai komisaris
Distrik Galilee, dan rekan pengarang memorandum itu, Zvi
Aldoraty, direkomendasikan oleh Perdana Menteri Yitzhak
Rabin sebagai kandidat direktur Departemen Arab dari Partai
Buruh 28
Bagaimanapun juga, dalam pidato pengukuhannya pada 1992,
ketika dia dipilih kembali menjadi perdana menteri, Rabin
bersumpah: "Hari ini, hampir 45 tahun setelah berdirinya
negara ini, ada kesenjangan yang besar sekali antara
sektor-sektor Yahudi dan Arab di banyak bidang. Atas nama
pemerintah baru, saya menjanjikan kepada penduduk Arab,
Druze dan Badui untuk melakukan segala upaya yang
memungkinkan untuk menutup kesenjangan-kesenjangan
itu."29
Catatan kaki:
1 McDowall, Palestine
and Israel, 124.
2 Lihat, misalnya, Ball,
The Passionate Attachment, 163-67; Keller,
Terrible Days, 89-111; McDowall, Palestine and
Israel, 123-45; Quigley, Palestine and Israel,
97-150.
3 Kesaksian di depan
Komite Khusus PBB mengenai Palestina pada 1947, dikutip
dalam Lustick, Arabs in the Jewish State, 38. Agen
Yahudi itu bertindak sebagai pemerintah semu Zionis bagi
orang-orang Yahudi di Palestina sebelum berdirinya
Israel.
4 McDowall, Palestine
and Israel, 123-24, 145. Di bawah pemerintahan baru
Yitzhak Rabin pada 1992, dua warga negara Israel keturunan
Palestina menjadi wakil menteri.
5 Lustick, Arabs in
the Jewish State, 49.
6 Quigley, Palestine
and Israel, 97.
7 Ibid., 145. Untuk
tinjauan mengenai dilakukannya penahanan-penahanan kota oleh
Israel, lihat Nakhleh, Encyclopedia of Palestine
Problem, 683-92.
8 James Feron, New
York Times, 1 Desember 1966; Quigley, Palestine and
Israel, 145. Juga lihat Ze'ev Chalets, "Arab Rage inside
Israel," New York Times Magazine, 3 April 1988.
9 Said, The Question
of Palestine, 103. Juga lihat Zogby, Palestinians:
The Invisible Victims, American-Arab Anti-Discrimination
Committee (Washington, D.C., 1981): 32.
10 Bard dan Himelfarb,
Myths and Facts, 206.
11 Kementerian Luar
Negeri AS, Country Report on Human Rights Practices for
1989 (Washington, D.C.: Government Printing Office,
Februari 1990),1428.
12 Said, The
Question of Palestine, 105. Juga lihat Lustick, Arabs
in the Jewish State. Sejumlah karya telah ditulis
mengenai orang-orang Palestina yang merasakan penderitaan
akibat pemerintahan Israel; lihat, misalnya, El-Asmar, To
Be an Arab in Israel, Jiryis, The Arabs in
Israel. Juga lihat Journal of Palestina Studies,
Musim Dingin 1985, sebuah edisi khusus yang dipersembahkan
untuk orang-orang Palestina di Israel.
13 Quigley,
Palestina and Israel, 126.
14 Teks hukum itu
terdapat dalam Davis dan Mezvinsky, Documents from Israel,
80-87; kecaman-kecaman atas hukum itu terdapat di hlm.
88-101. Juga lihat Mallison, The Palestine Problem in
International Law and World Order, 165; Quigley,
Palestine and Israel, 126-30.
15 Said, The
Question of Palestine, 48. Juga lihat Nyrop,
Israel, 53, 101; Ben-Gurion, Israel, 408-9.
Teks itu terdapat dalam Mallison dan Mallison, The
Palestine Problem in International Law and Order,
431-33; pembahasan mengenai hukum terdapat di hlm.
106-16.
16 Davis, The
Evasive Peace, 74-75.
17 Dana Adams Schmidt,
New York Times, 15 Agustus 1953.
18 Lustick, Arabs in
the Jewish State, 175-76. Satu dunam kira-kira
setara dengan seperempat acre.
19 Quigley,
Palestine and Israel, 124.
20 Lustick, Arabs in
the Jewish State, 68.
21 Teks itu terdapat
dalam Ben-Gurion, Israel, 79-81.
22 Quigley,
Palestine and Israel, 116.
23 Ibid.
24 David Shipler,
New York Times, 29 Desember 1983.
25 Allon, A Curtain
of Sand, (Bahasa Ibrani) 337, dikutip dalam Lustick,
Arabs in the Jewish State, 65.
26 McDowall,
Palestine and Israel, 231-32. Untuk teks dari laporan
itu lihat "The Koenig Report: 'Memorandum Proposal-Handling
the Arabs of Israel,'" Journal of Palestine Studies,
Musim Gugur 1976,190-200. Juga lihat Lustick, Arabs in
the Jewish State, 68-69.
27 Nyrop,
Israel, 102.
28 Lustick, Arabs in
the Jewish State, 68.
29 Teks dari pidato
pengangkatan Rabin 1992 itu terdapat dalam Pelayanan
Informasi Siaran Luar Negeri,14 Juli 1992, 23- 27.
|