Persepsi dan Salah Persepsi | |
|
Apologetika KristenMenurut Syari'ah Islam, hukuman yang diberikan bagi orang murtad adalah hukuman mati. [20] Ini berarti bahwa sangat tidak mungkin bagi sekalian orang Kristen yang berada di bawah kekuasaan umat Islam untuk menyatakan ajarannya kepada orang Islam. Seorang muslim yang pindah agama memeluk agama Kristen bukan saja mendapat hukuman mati yang membahayakan dirinya, bahkan mungkin harus menerima balasan untuk memusuhi masyarakat Kristen. Jadi ada kebijakan orang Kristen untuk harus hati-hati apabila mereka melakukan diskusi-diskusi keagamaan dengan orang Islam. Dalam kasus murtad ini khalifah mengajukan beberapa pertanyaan yang kemudian dijawab oleh Timothy. Dengan cara yang sama, dalam karya-karya ringannya John terdahulu di Damascus yang mempertimbangkan bahwa orang Islam akan mengajukan masalah-masalah, sungguhpun orang Kristen telah diberi nasehat bagaimana mereka harus memberi jawaban. Dalam karya-karya Yunani dari John di Damascus, selain dua versi "Diskusi antara seorang Kristen dan seorang Saracen" yang telah ditunjukkan, orang Islam dimasukkan ke dalam orang-orang kafir Kristen. [21] John di Damascus menjabat kedudukan administrasi pemerintahan di bawah kekuasaan khalifah-khalifah Bani Umayah, dan dapat dibayangkan bahwa John ini lebih banyak mengerti tentang Islam ketimbang kenyataan yang diperolehnya. Dia menganggap Sarakenoi atau orang-orang golongan Ismailiah sebagai telah dibawa kepada kemusyrikan oleh nabi yang salah, Muhammad, yang mendapatkan ide-ide menggelikan dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru serta dari rahib bangsa Aria.
Selanjutnya dia mengatakan bahwa pengikut-pengikut Muhammad tidak dapat membuktikan bahwa Muhammad itu seorang nabi dengan menunjukkan bukti-bukti kenabian atau menunjukkan keajaiban-keajaiban mu'jizat yang ada padanya. Mereka menyebut umat Kristen sebagai orang-orang "asosiasionis" (hetairiastai) sebab mereka menjadikan sekutu Tuhan, dan mereka mempertahankan ayat-ayat Bibel untuk mengabsahkan pandangan-pandangan Kristen yang telah ditambah-tambah dari aslinya, baik oleh orang-orang Kristen sendiri maupun oleh orang- orang Yahudi. Dalam menanggapi tuduhan bahwa umat Kristen menyembah dan menyucikan salib, dia tegaskan bahwa umat Islam itu menyembah batu hitam (hajar aswad) di Ka'bah. Sejumlah pandangan sepele yang lain itu sebenamya tidak ada sama sekali manfaatnya kecuali sia-sia belaka. Kesemua ini hampir menjadi pertimbangan Islam yang tidak sahih dari sudut pandang obyektif, namun dapat dilihat sebagai persepsi yang sahih bagi umat manusia yang membela diri untuk menolak tekanan-tekanan yang mungkin terjadi atas mereka dari kolonialisme Islam. Barangkali ada baiknya untuk dicatat bahwa sebagian besar materi yang didiskusikan baik dalam pertimbangan ini maupun dalam "diskusi dengan seorang Saracen," dimanapun berada orang Islam itu tetap akan menyerang orang Kristen. Tak lama setelah masa John di Damascus membanjiri literatur Kristen di Arab, secara khas bersifat apologetik. [22] Kesemuanya ini dibutuhkan di sini dalam rangka memahami sebagian kecil topik-topik yang dibicarakan dan argumen-argumen yang dipakai. Banyak argumen dalam "diskusi" John di Damascus tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan kekuasaan Tuhan dan kehendak bebas manusia. Orang Saracen ingin bersiteguh dengan pendirian bahwa Tuhan menciptakan semua yang ada di dunia ini, baik dan buruk. Sementara orang Kristen membatasi aktifitas kreatif Tuhan dengan enam hari yang pertama. Salah satu argumen orang Kristen adalah apabila baik dan buruk itu berasal dari Tuhan, maka pencuri, pezina dan orang yang mati sahid harus dikatakan berasal dari kehendak Tuhan dan orang tadi tidak boleh dihukum. Argumen ini membawa pertanyaan, apakah Kristus itu menerima nasib penyaliban itu dengan suka rela, karena apabila Kristus menerima dengan suka rela oleh kehendakNya sendiri (dan kehendak Tuhan), maka orang-orang Yahudi itu harus sama-sama dipuji. Ada pernyataan ringkas tentang persoalan ini dalam diskusi Timothy dengan khalifah. John di Damascus sadar bahwa di dalam Al-Qur'an, Yesus (Isa) disebut-sebut sebagai "firman" (kalimah) Allah dan ruh yang berasal dari-Nya. [23] Dia mcmbantah bahwa karena Isa itu adalah firman Allah maka harus berarti bahwa Isa itu bukan makhluk dan juga bersifat ketuhanan. Ketika orang Saracen menjawab bahwa semua firman Tuhan itu bukan makhluk dan tidak diciptakan namun tidak berarti tuhan-tuhan. Lalu John mencoba membedakan antara Yesus sebagai firman atau logos Tuhan dan firman Tuhan di dalam kitab suci (graphe), yang dinyatakannya dengan terma rhemata. Memang masalah ini rumit ketika orang Saracen memperkenalkan kalimat "firman" (logia) Tuhan, dan John terpaksa mengatakan hal ini harus dipahami secara metaforis bukan secara harfiah. [24] John di Damascus menunjukkan ketidaksadaran umat Kristen yang dituduh menyembah tiga Tuhan dan menyatakan bahwa Yesus sebagai firman dan ruh. Kendatipun demikian, Timothy dan para penulis Kristen yang lain mengidentifikasi Firman dan Ruh sebagai dinyatakan di dalam Al-Qur'an dengan hipotases kedua dan ketiga dalam Trinitas. Kata Arab uqnum hanya dipakai untuk hipostasis dalam ajaran Trinitas. Timothy lalu terus membantah kalau Firman dan Ruh Tuhan itu harus bersifat kekal abadi, karena Tuhan tidak akan mungkin dapat bertitah tanpa Firman dan Ruh. Lebih lanjut, Timothy mencoba menjelaskan bagaimana yang tiga itu dapat menjadi satu Tuhan dengan cara memperbandingkan ketiganya itu dengan anak (atau globenya), cahayanya dan panasnya, atau memperbandingkan seorang lelaki yang mempunyai tanda-tanda kehidupan, rasional dan kematian. [25] Setelah zaman Timothy, para ahli kalam muslim mendiskusikan atribut-atribut ketuhanan secara panjang lebar. Sementara itu para penulis Kristen mencoba berusaha memanfaatkan hal ini dengan mengidentifikasi hipostases dengan atribut-atribut seperti wujud, ilmu dan hayat. [26] Maka tak pelak lagi ada isu penting yang muncul adalah apakah Muhammad itu nabi? John di Damascus menolak isu Muhammad sebagai nabi, namun menyebutnya sebagai pseudoprophetes (nabi palsu) dan menegaskan bahwa penegasannya itu tidak didukung oleh kemu'jizatan maupun oleh kesaksian kenabian sebelumnya. Namun begitu, dalam beberapa halamannya Timothy merumuskan pernyataan untuk mengakui bahwa Muhammad "berada di jalan nabi-nabi", walaupun sebelumnya dia katakan sudah tidak ada lagi nabi setelah Yesus kecuali Eliyah, dan, ketika menyatakan apabila Al-Qur'an itu benar dari Tuhan, maka harus dikatakan kenabian ini bukan tugas baginya untuk memutuskan, walaupun sebelumnya menambahkan bahwa kenabian itu tidak didukung oleh mu'jizat-mu'jizat. |
|
|
|
| Indeks Antar Agama | Indeks Artikel | Tentang Pengarang | | ISNET Homepage | MEDIA Homepage | Program Kerja | Koleksi | Anggota | |